Part 3 : Nephilim

140K 9.1K 140
                                    

Angin berhembus melewati tengkukku, rasanya begitu dingin. Apa aku lupa memakai syal wol pemberian bibi Han. Karena jika aku melupakannya lagi aku akan sangat keterlaluan. Aku menatap langit yang mulai menghitam. Aku berdiri di atas rerumputan hijau tanpa alas kaki, pekarangan rumah ini terasa sangat asing bagiku. Samar telingaku menangkap suara tawa, begitu riang dan menyenangkan. Membuatku tertarik untuk mengetahui apa yang ia tertawakan.

Suara seorang gadis.

Aku mengintip dari balik semak, seorang gadis kecil berdiri di bawah pohon besar yang rindang, di tengah sebuah pekarangan rumah yang luas. Ia memeluk boneka beruang lusuh, masih tetap tertawa. Aku semakin mendekatinya, lalu dengan tak sengaja menginjak sebuah ranting, menimbulkan sebuah suara yang membuatnya menoleh. Rambutnya yang berwarna pirang pucat nampak indah diterangi cahaya bulan, dan bergerak ringan saat ia menoleh. Saat pandangan kami bertemu tawanya hilang seketika, tak ada sebuah senyum pun.

Kini, gadis kecil itu nampak ketakutan saat melihatku, seperti baru saja melihat hantu. Aku memandangnya tak mengerti. Saat aku berniat untuk bertanya padanya, ia melangkah mundur, ingin tetap menjaga jarak dariku seakan aku adalah hewan buas. Dapat kulihat dalam keremangan, wajah gadis itu berkerut-kerut menahan air mata. Mengapa ia menangis, apa aku baru saja berbuat sebuah kesalahan. Aku semakin mendekat kearahnya untuk menanyakan hal itu, tapi semakin aku mendekat semakin ia menjauh pula.

Satu tetes air mata lolos dari pelupuk matanya. Aku masih bertanya-tanya, sejak kapan aku bisa melihat sedetail ini dalam penerangan sangat minim. Setelah itu tangisnya makin menjadi. Saat gadis itu membuka mulut hendak berteriak, penglihatanku memburam, lalu semuanya terjadi begitu cepat, dan aku tak dapat merasakan apapun setelahnya.

Hitam, dan hampa.

***

Pagi hari datang, lagi. "Bangun Raylah Young kau kira ini jam berapa!?" Terdengar suara mom samar, dia menggedor pintu keras-keras. Aku terbangun dari tidurku, mendorong sisa kantuk untuk segera enyah dari ragaku. Aku sangat lelah, memejamkan mata dalam-dalam mencoba mengingat hal apa yang membuatku begitu lelah.

"Mmm aku sudah bangun." Erangku dengan suara serak kemudian terbatuk untuk membuat suaraku terdengar lebih jernih. Ranjangku berderit pada setiap gerakan yang kutimbulkan. Kemudian dengan tak sengaja menatap kakiku, disela-sela jarinya terdapat potongan rumput. Apa aku baru saja berkebun, atau aku belum membersihkan diriku kemarin. Sempat ingin melanjutkan tidur karna rasa kantuk yang tak kunjung hilang, namun Mom sepertinya masih belum menyerah mengetuk pintu kamarku. Aku bersumpah, sangat risih dengan Mom yang seperti ini.

"Aku akan segera keluar." Teriak ku dengan lantang. Ketukan itu berhenti setelahnya digantikan dengan suara langkah Mom yang semakin lama semakin samar. Aku berusaha bangun kemudian lekas merapikan tempat tidurku, namun belum sampai aku selesai melipat selimutku, terdengar suara teriakan nyaring, suara Mom. Aku terperanjat kaget lalu mulai berlari dan berusaha mencari keberadaan Mom.

Aku semakin kalut saat aku tak dapat menemukan Mom di kamarnya, ia juga tidak ada di ruang tamu maupun kamar mandi, jadi aku mulai mencarinya di dapur. Dia ada di sana, berusaha tidak gemetar hendak menutup pintu belakang.

"Ada apa Mom?" Aku menghampirinya.

Mom menggeleng lalu buru-buru menutup pintu belakang dan menimbulkan suara keras. Aku khawatir sekaligus penasaran. Jadi aku menahan tangannya, lalu membuka pintu itu secara perlahan. Dengan hati-hati kakiku yang tanpa dilindungi alas apapun mulai melangkah di atas rumput yang basah karena embun, aku merasa dejavu. Mataku terbelalak saat melihat sesuatu yang sudah tercabik-cabik, bercak darah membuat rumput disekitar benda itu menjadi merah.

Mom menyusulku, berdiri tepat di sebelahku dengan kaku. "Ini apa?" aku mundur selangkah karena terkejut. "Ini perbuatan Nephilim kan?" Sambungku dengan suara pelan.

THE NEPHILIMWo Geschichten leben. Entdecke jetzt