Part 5 : The Same Wounds

110K 7.3K 75
                                    

Raffe adalah sosok Nephilim pertama yang kulihat secara langsung. Membayangkan diriku bisa memiliki wujud sepertinya di gang tadi membuatku bergidik. Udara berdenyar dalam hawa panas dan lembap. Bahkan genangan-genangan yang harus kuhindari saat melangkah semakin berkurang karena ujung gang semakin dekat. Jalanan kota masih ramai di sore hari, masih sama seperti San Fransisco yang dulu. Selagi kerumunan orang bergerak kubiarkan diriku terdorong arus manusia. Di tengah jalan di persimpangan jalan Mill dan El Capitol tempat perpustakaan kota berada, aku menatap gedung itu penuh damba. Sentuhan kecil di pinggangku membuatku bergerak berdasar insting. Dengan spontan aku merenggut tangan orang yang berani meyentuhku tanpa izin, alih-alih bocah mesum, kudapati diriku memandangi sosok Raffe yang menyeringai lebar.

"Aku hampir kehilangan jejakmu." Protesnya.

"Itu aku sengaja." Kataku sambil menyibakkan rambut kecokelatan dari sepasang mata kelabuku.

"Ery akan kecewa kalau ia tahu kau memperlakukanku dengan begitu buruk."

Aku mendesis. "Aku tidak terkejut kau kenal Ery."

Raffe menggedikkan bahu. "Aku juga tak mengharapkan kau terkejut."

Keramaian semakin menipis saat kusadari kami telah memasuki pemukiman warga dan meninggalkan hiruk pikuk pusat kota. "Jadi kenapa kau mengikutiku?"

Tanpa berpikir ia menjawab. "Aku harus membantu Ery menghadapi satu remaja cewek keras kepala yang kabarnya baru saja resmi jadi Nephilim." Denyut kepanikan menjalariku selagi mendengar setiap kata yang meluncur dari bibirnya. Mendengar bagaimana ia mendeskripsikan diriku membuatku merasa aneh. Aku ingin menyemburkan pernyataan tak setuju, tapi sebagian yang Raffe katakan benar adanya.

Mendesah pasrah sambil menautkan kedua tanganku. "Lantas dimana Ery, ia punya janji menjemputku hari ini, ada yang salah?" Tanyaku mengalihkan topik.

Matanya menerawang menembus barisan orang-orang di depannya. "Rencana berubah, tidak ada Ery." Tatapannya beralih ke arahku membuatku gelisah. "Hanya aku." Sambungnya.

Aku menatapnya tajam, mengamati segalanya mulai dari wajah sampai ke sepatu ketsnya. Ia menggeliat tak nyaman di bawah tatapanku. Setelah beberapa saat yang terasa begitu lama, aku mengembuskan nafas berat. "Jadi Ery menyerahkanku padamu?"

Aku dapat mendengar Raffe berdehem di sebelahku. Ini adalah salah satu jenis mimpi buruk yang ingin kuhindari. Aku tak bisa membayangkan berapa banyak situasi yang akan membuatku terjebak bersama Raffe.

Tak terasa kami sudah berjalan cukup lama sampai langit-langit mulai berwarna oranye saat matahari mulai terbenam. Menapaki pekarangan rumah, sebelum kubuka pintu menuju kekacauan yang sudah biasa ku hadapi, aku menoleh kebelakang sejenak menatap Raffe. "Mom-ku cukup aneh jika bertemu orang baru, kuharap kau tidak akan tersinggung."

Mengingat bagaimana aku harus berusaha menenangkan Mom saat pertama kali Ery mengunjungi kami membuatku ingin membatalkan gagasan membawa Raffe kemari. Namun di luar pemahamanku cowok itu malah tersenyum dan bukan mengejek.

Aku memutar gagang pintu lalu melangkah masuk. "Mom, aku pulang."

Ini kali pertama aku membawa seorang cowok berkunjung ke rumah. Sebelumnya aku bahkan tak pernah mengajak siapa pun untuk main ke rumah. Ada banyak alasan, pertama karna Mom, kedua karna aku memang tak mempunyai teman.

Pandangan Raffe menyapu seluruh ruangan. Mengamati seluruh sudut dengan seksama. Tidak ada yang istimewa dari rumahku, tidak ada yang cukup elok untuk di lihat. Kami bahkan tak memiliki foto keluarga untuk di pajang di ruang tamu.

Mom muncul dari balik pintu kamarnya. Ia terlihat baik-baik saja hari ini, ia terlihat ramah dan tidak nampak aneh seperti biasanya, aku bersyukur dalam hati. "Apa kau orang yang dimaksud Ery?" tanya Mom pada Raffe. Aku menjatuhkan tasku di sofa terdekat, kaget dengan nada suara Mom yang terlalu tenang.

THE NEPHILIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang