2.7

48 8 2
                                    

"Lo pelacur atau apa sih? Semua laki di embat sama lo. Di bayar berapa?" tuduhnya dengan muka sengak macem harimau lapar.

Aku tidak menggubris perkataanya, yang aku herankan kenapa ia bisa tahu aku berada disini? Jangan bilang.. "Jangan bilang lo yang ikutin gue, Kak?" tanyaku tepat sasaran. Ia tertawa dan mengiyakan pertanyaanku. 

"Mau lo, apa?" tanyaku lagi. Dia menghampiriku dengan membawa ember bekas pel, bahkan airnya sudah sangat kotor dan bau. Oh no, ini nggak boleh terjadi lagi

"Mau gue? Lo enyah dari kehidupan Henry dan gengnya." cicitnya yang membuatku tertawa, 

"Lo bahkan engga takut kejadian Kak cindy keulang lagi?" tanyaku, dia terdiam. 

"Gue ingetin sama lo Kak. Gue nggak takut sama lo. Lo mau gue enyah dari kehidupan mereka? Lo bahkan bukan orang tua gue, jangan sok ngatur diri gue." tekanku kepadanya, 

"Gue emang nggak bisa berantem kak, tapi gue kasih tau, pukulan Bang Dipta ke Kak Cindy belum seberapa. Gue harap lo bakal aman di tangan Bang Dipta" bisikku kepadanya. Dia menyeringai kepadaku, 

"Gue nggak takut sama sekali, bitch!" serunya lalu menjabak rambutku. Aku berteriak kencang, karena ini di ruang publik, tidak menutup kemungkinan suara teriakanku tidak terdengar. 

Dan benar saja, tidak berapa lama aku mendengar suara pintu di dobrak dan lampu dinyalakan.  Kak Indri langsung melepas jambakannya saat melihat wajah Haikal yang penuh dengan amarah. Haikal menghampiriku, ia memeriksa wajahku lalu ia membelakangiku dengan tangan yang masih aku genggam. 

"H-haikal.. Hai" sapa Kak Indri dengan terbata-bata yang membuatku eneg melihat tingkahnya. 

"Ngapain lo?" tanya Haikal dingin, 

"Nggak ngapa-ngapain kok. G-gue cuman nggak sengaja ketemu pacar lo disini" jelasnya yang membuatku tertawa di belakang punggung Haikal, 

"Nggak sengaja atau sengaja?" tanyanya lagi. Yak, pancing teros. 

"N-nggak sengaja" jawabnya mendudukan kepalanya, 

"Terus kenapa rambut cewe gue acak-acakan? Dan kenapa ada air bekas pel disini?" cecarnya yang membuat Kak Indri terdiam, 

"Kalo nggak sengaja kenapa pacar gue teriak? Jawab gue, Indriani!" bentak Haikal. Aku terpenjat kaget, jujur ini baru pertama kali aku melihatnya marah. 

"G-gue cuman mau kenalan sama pacar lo. Engga boleh emang?" tanya Kak Indri dengan menatap mata Haikal, wah mulai berani. 

Haikal menyeringai lalu menggelengkan kepalanya, "Nggak. Khusus fans geng gue, gue blacklist untuk kenalan sama pacar gue. Kenapa? Nggak suka?" 

Kak Indri menggelengkan kepalanya, lalu ia melihat ponselnya. Ia mendekati ke arahku, "Lo aman sekarang, tapi jangan harap lo akan terus aman. Gue pastiin malem ini lo enyah, Naya" bisiknya tanpa terdengar oleh Haikal. 

"Ok kalo gitu. Gue pergi dulu, Haikal" ujarnya lalu pergi meninggalkan kamar mandi bersama dengan anak buahnya tanpa memperdulikan satpam serta orang yang menonton kegiatan kami. 

"You okay?" tanyanya saat membalikan tubuhnya menghadap diriku, 

Aku menganggukan kepalaku. Ia langsung memelukku. "Dia ngancam apa?" tanyanya. Aku tersenyum lalu menggelengkan kepalaku. Aku segera mengajak Haikal keluar dari kamar mandi dan menyuruhnya melupakan kejadian tadi. Haikal menyetujui itu, dan kami berdua kembali fokus bermain wahana hingga waktu menunjukan pukul lima sore, atau waktu tutupnya wahana tersebut. 

Aku dan Haikal turun dari wahana komedi putar, atau wahana terakhir yang di naiki sebelum kami memutuskan untuk pulang. Aku juga sudah membeli beberapa oleh oleh khas dufan, seperti bando couple, kaos dan lainnya. Setelah itu aku dan Haikal segera menuju parkiran dan mengantarku pulang. Sebelum itu juga kami berdua mampir di sebuah restaurant seafood yang terkenal disana. 

Twice (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang