3.6

51 8 0
                                    

"Seharusnya lo berterima kasih sama bokap gue. Karena dia yang nyelamatin perusahaan keluarga lo dari tangan yang salah." desisnya yang membuatku terdiam. Aku yakin, ini salah, ini sangat salah. Ini sangat tidak sesuai dengan mimpi dan ingatanku yang kembali. 

"Lo salah, Na. Gue melihat dengan mata kepala gue sendiri, bokap lo merencanakan pembunuhan kepada bokap gue." tegasku, Ivana tertawa sinis

"Pada dasarnya, diri lo yang menolak fakta. Jangan kaget dengan fakta yang akan lo hadapi kedepannya. Seharusnya gue ikutin kata Kato untuk tidak ngasih tau lo ini. Gue ingetin, Bibi dan paman yang lo sayang itu, tidak sebaik yang lo kira. Jangan pernah datang ke gue kalau lo liat fakta itu." katanya dingin lalu meninggalkanku.

Aku diam mematung. Siswa yang melihatku dan Ivana berantem, mulai pergi satu persatu. Ternyata benar, pilihan yang aku ambil ternyata sangat salah. Tapi tidak mungkin Paman dan Bibi sejahat itu, sampai Bang Ezra memberiku pilihan seperti dulu lagi. 

Aku mulai melangkahkan kakiku menuju kelas. Aku tidak sedang bersama Haikal, aku tidak ingin merepotkannya karena ia mulai sibuk dengan kelulusannya. Benar, sebentar lagi mau kenaikan kelas dan kelulusan untuk kakak kelas yang sudah masuk akhir semester. Bang Henry, Bang Alva akan lulus, begitu juga dengan Haikal. Aku akan tetap disini bersama dengan Kato dan Ivana. Itu juga aku tidak tahu, apakah saat kelulusan nanti, aku masih ada atau tidak. 

Aku memasuki kelas yang ramai, dan langsung melihat Kato dan Ivana sedang berbincang di tempat Kato. Dulu, ada aku disana. Sekarang, tidak. 

Aku berjalan menuju kursiku dan langsung menenggelamkan wajahku di kedua tanganku. Jadi seperti ini rasanya di musuhi oleh sahabat sendiri?  

Tidak ada yang istimewa selama mata pelajaran berlangsung. Aku merasa seperti anak culun yang di musuhi oleh satu kelas, waktu istirahatpun rasanya ada yang kurang karena tidak ada Kato disisiku. Apa aku saja yang meminta maaf kepadanya ya? Harus aku lakukan, harus. 

Aku segera membereskan barangku yang ada diatas meja dan memasukannya kedalam tas. Aku membawa tasku dan mengejar Kato. Semoga saja dia masih ada di parkiran. Pasalnya saja, ia sudah keluar dari kelas 10 menit yang lalu. 

Ternyata Dewa Neptunus berpihak kepadaku hari ini. Perjuanganku berlari dari kelas ke parkiran membuahkan hasil. Aku melihat mobil Kato yang masih terparkir di samping mobil Haikal. 

Aku menetralkan napasku dengan perlahan, lalu menghampiri mobil Kato. Aku mengetuk jendela mobil itu dan Kato menurunkan kaca mobilnya. 

"Bisa ngobrol sebentar?" tanyaku. Kato tidak menjawab. Ia hanya menaikan kaca dan mematikan mesin mobilnya. Kato keluar dari mobil dengan wajah juteknya. Wah, aku sama sekali tidak pernah melihat wajahnya yang seperti itu. 

"Ngomong aja" katanya menyenderkan diri di badan mobilnya, dengan tangan yang di lipat. 

"Anu, gue mau minta maaf" ujarku, dia mengerutkan kedua alisnya. 

"Soal kemarin.. Gue minta maaf" ujarku lagi, Kato hanya menatapku, 

"Lo minta maaf soal apa? Kemarinnya yang mana? Gue bahkan kemarin nggak sama lo" jawabnya jutek. 

Aku menarik napasku dan membuangnya, "Soal bi-" 

"Oh, Itu nggak usah di bahas." potongnya yang membuatku terdiam. Artinya? 

"Anggap aja gue nggak pernah ngomongin itu. Toh, lo sendiri juga nggak pernah peduliin perkataan gue" katanya datar, 

"Tapi Bibi nggak jahat, Kat. Percaya sama gue" desakku, 

"Buat apa gue percaya sama lo, sementara diri lo aja nggak percaya sama gue?" sindirnya yang menohok hatiku, 

"Semua orang sayang dan peduli sama lo, Nay. Tapi diri lo sendiri yang menolak itu. Tugas gue sebagai sahabat lo udah selesai, karena diri lo sendiri yang nggak percaya dengan gue. Gue sibuk. Lo hati - hati dijalan." ucapnya menepuk pundakku lalu memasuki mobilnya. 

Mobil Kato meninggalkanku sendirian di parkiran. Aku terus merenungkan perkataan Kato yang terus berulang di otakku, rasanya ada yang salah ketika persahabatan yang aku jalin dengannya hancur hanya karena masalah sepele seperti ini. 

Aku memutuskan untuk pulang menggunakan ojek online, karena hari ini Haikal ada kelas tambahan. Kelas yang wajib saat bulan - bulan kelulusan. 

Aku memesan ojek online dan pulang menuju rumah Bibi Maria. Ingat, aku sudah tidak tinggal di ruamah utama karena pilihanku sendiri, dan sekarang aku mencoba untuk tidak menyesal. 

Sesampainya dirumah Bibi, aku melihat dua mobil yang terparkir di sebelah mobilku. Satu mobil Paman, dan satunya seperti mobil Bang Ezra. Aku membuka pintu rumah, dan terpampanglah penampakan dua orang yang sedang berdebat. Aku melihat Paman yang sedang menunjuk Bang Ezra, dan kegiatanya terhenti karena aku. 

Wajah yang sudah berminggu minggu tidak aku lihat. Wajah Bang Ezra sangatlah tirus, sepertinya belakangan ini ia banyak kerjaan. 

"Maria, bawa Naya ke kamarnya!" seru Paman memanggil Bibi. Bibi langsung datang dari arah dapur dan membawaku menuju kamar dengan memegang kedua kupingku. Tunggu, tujuannya memegang kedua kupingku apa? Apa biar aku tidak mendengar percakapan mereka? 

"Bibi, ngapain megang kuping Naya?" tanyaku kepada Bibi, 

"Biar nggak denger percakapan mereka. Rahasia soalnya" jawab Bibi. Kalau rahasia, kenapa nggak di ruang kerja Paman saja? Aku tidak mengerti. 

Aku hanya menganggukan kepalaku mengerti. Aku menyuruh Bibi untuk keluar. Aku segera melepas seragamku dan mengganti pakaian dengan baju santai. Aku membanting diriku ke kasur, dan melihat ponselku. 

Saat sedang asik bermain ponsel, tiba - tiba ada satu pesan dari nomor yang tidak aku kenal. Orang itu memberikan pesan untuk menemuinya di Cafe yang kemarin aku datangi bersama dengan Kato (read bab 31) Dan di bawah pesan itu terdapat nama sang pengirim. Marco, nama pengirim itu. Aku tahu siapa dia. Dia ayah dari Ivana. 

Aku belum membalas pesan itu. Apakah aku harus datang? Tapi di pesannya tertulis, ini sangatlah mendesak. Aku harus bagaimana? Apa aku harus mendatangi musuh keluargaku sendiri? Tetapi Ivana bilang kepadaku, bahwa ayahnya yang menyelamati keluargaku. Tidak mungkin musuh akan berbuat seperti itu, kan? 

Aku memutuskan untuk mengiyakan ajakan Om Marco untuk bertemu. Beliau mengajakku untuk bertemu malam ini, pukul tujuh. Dan sekarang sudah pukul lima sore, aku segera menuju kamar mandi dan bersiap. 

Setelah semua selesai, aku izin kepada Bibi untuk pergi bersama dengan Kato. Ya, aku bilang kepada Bibi, bahwa aku dan Kato sudah berbaikan. Jika aku jujur, mungkin Bibi dan Paman tidak akan mengizinkan aku pergi. 

Aku menaiki Mosi dan menghidupkan mesinnya. Setelah panas, aku segera mengeluarkannya dari perkarangan rumah Bibi dan menuju Cafe yang berada dekat rumah utama. 

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai disana. Aku turun dari Mosi dan memasuki Cafe yang ramai dengan anak muda. Aku mencari orang yang berbadan berotot dan juga besar. Aku menulusuri meja cafe satu persatu, dan ketemu. Orang itu memakai jas bewarna hitam, aura sugar daddynya sangat bersinar sekali. 

"Halo, om" sapaku. Om Marco tersenyum dan menyuruhku duduk di depannya. 

"Ada yang ingin om bicarakan sama Naya?" tanyaku to the point

"Ada. Dan saya mohon untuk tidak memotong pembicaraan saya" ucapnya. Aku menganggukan kepalaku, 

"Perusahaan dan nyawamu terancam, Naya"

Hai! Semoga kalian suka ya dengan bab kali ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hai! Semoga kalian suka ya dengan bab kali ini.. Jujurly bab ini nggak aku cek lagi, jadi kalo ada salah kata atau typo, kesalahan kalimat, nama tokoh dan tanda baca yang ngawur, mohon di maklumi^^ 

Anw, jangan lupa pencet tanda bintangnya!! 

Twice (END)Where stories live. Discover now