Bab 1 : Datangnya Dia

32 0 0
                                    


Sepi.

.

Suara kicauan burung mendominasi dengan suara hembusan angin pagi yang menghembuskan lembaran-lembaran daun yang ada di atas pohon sana. Orang hanya ada sekitaran 4 sampai 5 yang ada, dengan fokus ke kegiatan mereka.

Tap...Tap...Tap

Suara langkah kaki mantap terdengar keras di lorong kelas. Seorang laki remaja berusia 18 tahun berjalan menuju kelasnya. Sesampainya di kelas ia disambut dengan wajah yang tertidur pulas dengan tas sebagai penopangnya dibelakang sana. Laki itu menghampirinya dan duduk disampingnya. Mengikutinya dengan posisi yang sama namun berantonim.

5 menit setelah itu ia merasakan tamparan telapak tangan dengan sangat keras di punggungnya.

BUGH

"Oi,"lalu terdengar suara yang memanggil mereka dengan sangat nyaringnya. "Jangan tidur kayak gitu ah napa! Gak enak tau."

Seorang wanita yang dengan tas yang ia rangkul sedang berdiri di sampingnya. "Kenapa lu cemburu?" lanjut laki yang tadi wanita itu bangunkan. Laki itu pun mengucek matanya berulang kali, lalu menatap sekitar dan bertanya "Anak-anak belum dateng ya?"

Wanita tersebut pun menghadapkan dirinya kepadanya dengan posisi tangan yang disedekapkan. Wanita itu langsung membuka mulutnya dan berkata, "Pertama, iye anak-anak belum dateng. Tee-ruuusss kedua, aku cemburu? ngapain, buat lu? hiiiiih,"sambil bergidik ngeri dan dilanjutkan dengan kata ,"Ogah."

Laki itu tersenyum simpul membalasnya. Matanya mengitari sekitar mencari keberadaan benda bundar berdetak. Dinding hijau belakang ,tertempel bendanya yang menunjukkan 06.05. Terlalu pagi dan masih lama untuk pelajaran dimulai. Mata sang laki pun terfokuskan ke salah satu wanita yang duduk disampingnya ini.

Bibir mungil nan lembut tercipta di wanita ini. Rambut hitam legam panjang menjuntai kebawah dengan gaya pony style. Jangan lupakan mata yang mirip kacang almond ini dengan double eyelid yang dimilikinya menambahkan kesan ketegasan yang lembutnya seperti boneka.

"Oh iya," ucap wanita yang tadi berdiri di sampingnya, yang kini sudah ada didepan duduk membelakanginya lalu dilanjutkan," btw Dan."

Sang laki pun hanya merespon dengan menaikkan dagunya satu kali sebagai jawaban. "Ada ancaman datang tuh. Biasa~ beban lo. Lo gak mau sembunyi apa? Gua lupa ngomong ini ke lo btw, hehehe," lanjut wanita tersebut yang diakhiri dengan senyum simpul dengan dua jari yang diangkatkan.

Laki tersebut mencoba memahami siapa dan apa ancaman yang dimaksudkan temannya ini. Tiba-tiba...

"Dani~" terdengar suara nyaring menggema di lorong jalan sebelah kelasnya ini. Dani pun teringat siapa dan apa yang dimaksudkan. Seorang cabe yang berasal dari kelas sebelah. Siapa lagi kalo bukan Selvi, anak dari pak camat sini.

Dani memang terlihat dingin abis. Rambut hitam yang sehat rapi dengan bentuk yang sedikit curly. Hidung tajam namun tak terlalu panjang guna menumpu kacamatanya. Tinggi tak capai sentuh, memasukkannya juga ke anak basket. Lalu jangan lupa, kulit kuning langsatnya yang lumayan kasar. Ciri-ciri yang dimilikinya ini menjadikan ia siswa terfavorit di SMA Merdeka, sudah perfect brain dan perfect look lagi.

"Boleh pinjam buku catatan kemarin mapel Matematika, soalnya kemarin aku gak masuk. Boleh yaa~"pinta Selvi sambil memainkan lengan atas Dani. Ia menggoyangkannya keras dan mengenai wanita sampingnya yang masih terlelap. Dani yang mengerti keadaanya dapat membawa hawa merah, langsung meresponnya. Dani mencoba meraih buku matematikanya di tas yang tadi ia gunakan jadi bantal.

Hendak membuka tas, tangan wanita yang duduk disampingnya terangkat dan ditangannya buku berpetak matika. Selvi mengangkat kedua alisnya seraya berkata, "Aku kan mintanya ke Dani bukan ke-" Sebelum Selvi menyelesaikan kalimatnya, wanita ini perlahan bangkit dari tidurnya dalam posisi duduknya. Wanita itu pun menoleh kepada Selvi dengan posisi tangan yang masih sama sambil berkata,"Lo mau ini atau enggak? Lagian punyaku lebih lengkap, bisa buat lo belajar. Lagian ini kan udah kelas akhir, mending lo belajar jangan CP(copypaste) aja."

ANDHITA : KEBANGKITAN KEEMPATWhere stories live. Discover now