CHAPTER TIGA
"Gugup?" Pertanyaan Doyun begitu mendadak. Doyun menunggu mesin kopi, berjalan santai mendekati Beomgyu yang masih memandanginya tegang. Sejak pertemuan di rumah sakit tadi, Beomgyu lebih banyak diam dan berpikir sepertinya.
"Hm, sedikit."
Ia mengangguk, naik ke atas kursi putar. "Menurutku, itu wajar. Bahkan aku sendiri masih tidak percaya kita akan melakukan ini. Kontraknya sedang dipersiapkan dan kita akan menjadi orang tua." Doyun berbinar, pertama kali di tahun ini setelah begitu banyak gosip menerpa mereka. Yah, meski kerap tutup kuping, Beomgyu sadar omongan kurang enak di sekitar mereka. Termasuk isu perselingkuhan antara dia dan rekan dosennya, Doyun yang kurang diperhatikan jadi rumah tangga mereka kurang harmonis sampai isu sensitif soal orang tua Beomgyu yang terus mendesak adanya anak di tengah mereka. Doyun pun terlihat amat terpengaruh karena gosip berisik tiada henti.
"Aku suka dengan Taehyun. Meski harusnya kita mencari yang lebih berpengalaman, dia terlihat tulus. Aku ingin anak kita lahir darinya," jelas Doyun. Dia bergegas bangkit karena mesin kopi menunggu. Suara kopi yang meluncur mengisi cangkir seperti mencairkan suasana. Dia memberikan satu cangkir lain untuk Beomgyu. Asap mengepulnya dan cangkir yang hangat sangat pas menghangatkan telapak tangan.
Doyun seperti menanti jawaban dari suaminya.
"Hm, aku juga menyukainya. Ini masih terlalu awal, aku akan berusaha lebih akrab dengannya."
Tadi mereka mendapatkan saran dari Dokter Jaebeom bahwa antara orang tua dan omega pengganti harus membangun hubungan hangat, karena keduanya saling membutuhkan. Doyun diberitahu bahwa mungkin dalam beberapa situasi tidak terduga, Beomgyu lebih dibutuhkan untuk mendampingi Taehyun. Omega yang mengandung kerap sensitif dan butuh perhatian lebih. Mereka akan bersikap manja dan penuntut. Doyun akan berusaha untuk tidak cemburu, sementara Beomgyu akan meneguhkan hati antas melakukan sebisanya demi lancarnya semua ini sampai proses persalinan nanti.
Namun, Beomgyu seperti buku yang terbuka; mudah sekali dibaca. Doyun sudah sadari betul kekhawatiran, bahkan keraguan yang menyelimuti Beomgyu. "Aku tidak apa-apa, serius," jawab Doyun pelan dan mendekap tangan Beomgyu. "Ini bukan masalah. Jika ada situasi di mana kau perlu menemaninya, hanya berdua, aku percaya padamu." Doyun tersenyum. Sebesar itu tekadnya demi punya anak, Beomgyu tidak ingin menyia-nyiakannya.
"Tidak kah kau berpikir untuk menyewa alpha saja? Maksudku, ini sangat ... awam untukku. Aku bukanya tidak bersedia, apa pun akan aku perjuangkan demi anak kita. Aku hanya mencari opsi yang terbaik saja."
Doyun menggeleng. "Entahlah, kita akan mendiskusikannya saat tanda tangan kontrak nanti. Menurutmu kau tidak sanggup? Kurang nyaman?"
"Sedikit. Kami berdua masih orang asing, dan untuk Taehyun, dia juga barangkali kurang nyaman bersamaku." Beomgyu meringis. Terlihat jelas Taehyun agak takut-takut di dekatnya, bahkan cenderung defensif. Seolah Beomgyu akan melukainya atau apa, padahal tidak sama sekali.
"Hm, begitu. Akan aku pikirkan."
Beomgyu mengangguk, mengulas senyum tipis. Tangannya menepuk-nepuk hangat punggung tangan Doyun. Cinta. Itu yang tersedia untuk mereka sekarang dan menjadi alasan kuat Beomgyu setuju untuk menjalani program surogasi ini.
*
*
"Kita butuh uangnya. Realistis saja."
"Hyung! Kau terdengar serakah sekarang! Pikirkan ke depannya! Kau akan bersama mereka, mungkin tinggal bersama mereka dan..." Bareum tidak kuat memandang ke arah kakaknya. Sakit dan pedih. Demi uang sampai Taehyun membuat keputusan sejauh ini. "Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu." Ia menunduk sedih.
"Hei, hei, tenanglah. Aku bukannya akan ikut perang atau apa," tawanya ringan. "Toh hanya sembilan bulan. Setelah semuanya, aku akan di sini lagi dan menjadi kakakmu. Kita akan hidup enak dan berkecukupan. Kita harus pindah agar ayah dan si penagih utang tidak mengejar kita lagi, bagaimana?"
Bareum berdecak, kalut.
"Ayolah, dewasa sedikit. Ini pilihan terbaik saat ini. Jika kau khawatir soal diriku, aku akan atasi semuanya." Taehyun menarik senyuman simpul. "Kau percaya padaku, kan?"
"Aku... aku tidak habis pikir saja. Karena uang..."
"Ya, uang segalanya sekarang. Kita takkan bertahan tanpa itu, Bareum." jelasnya. Sebenarnya, Taehyun ikut sedih dan gundah. Jika bisa ada opsi lain agar tidak perlu mengajukan diri sebagai omega pengganti untuk pasangan itu, Taehyun pasti akan ambil. Hanya saja dia terdesak sekarang, menunggu sampai penagih utang atau biaya makin membengkak, sampai mungkin rumah mereka tidak dapat ditinggali lagi, Taehyun tidak mau.
"Janji padaku untuk menjaga diri, ya? Jika sesuatu yang buruk terjadi, kau harus mengatakan kepadaku." Bareum mengerucutkan bibirnya. "Hyung, kau satu-satunya anggota keluarga yang aku punya sekarang."
"Ya, janji."
Bareum masih terlihat berat dan tidak setuju. Meskipun begitu, dia melebarkan tangannya, memicu senyum Taehyun hingga kakak adik itu berpelukan hangat. Bareum menangis di leher Taehyun, terus bersuara dengan lirih. Sementara Taehyun mendekap punggungnya dan menepuk-nepuk pelan.
"Bareum, mereka dari keluarga baik-baik dan mereka berdua sangat menginginkan bayi ini. Jadi, pikirkan ke arah yang positif, kita dapat uang sekaligus membantu mereka dapat anak. Bukankah itu bagus? Aku akan menjalani operasinya dengan cepat karena dokternya pun baik. Kau hanya tinggal sekolah, dan belajar dengan giat, ya. Aku akan urus semuanya jadi tidak perlu kau cemaskan."
"Hyung, kau memang payah. Payah sekali, aku tidak mau menangis karenamu. Tapi, aku takut."
"Ssh, jangan pikirkan negatif terus."
Bareum sesengukan. "Kalau kau setegar ini, aku jadi makin sedih." Ia mendekap kakaknya kian erat. "Aku sayang padamu. Jaga dirimu, Hyung. Hidup dengan nyaman dan bahagia bersama mereka."
Taehyun mengangguk. "Adikku sudah besar." Pemuda itu tersenyum lantas mengusap rambut Bareum. Tidak pernah dia tahu bahwa Bareum sudah sebesar ini, bahkan lebih dewasa pemikirannya daripada dirinya sendiri. Demi Bareum, Taehyun akan terjang badai sekalipun.
*
*
Pertemuan hari ini membuat Taehyun mulas. Dia mandi pagi-pagi, bersiap, menyetrika pakaiannya, merapikan rambut bahkan sempat-sempatnya membersihkan sepedanya jadi lebih kinclong. Ketika sampai di rumah sakit, dengan lorong dan perawat yang dikenalnya, dia datang tanpa niat untuk mundur. Taehyun diminta menunggu, duduk tenang sedangkan Pak Jaebeom memandanginya dan sibuk membuka berkas di tangan. "Apakah kau takut jarum suntik?"
"Sedikit. Tapi itu bukan masalah. Kenapa?"
"Hanya bertanya, untuk sekarang," katanya. "Kau sarapan apa?"
"Nasi goreng dan telur mata sapi. Aku juga membuat kue semalam, karena bibi sebelah memberikan bahan dan aku sangat bosan. Tapi tidak aku bawa, maaf akan aku bawakan untukmu lain waktu. Kau tidak apa kan makan kue?"
Jaebeom terkekeh. "Tentu saja, akan aku tunggu kue buatanmu."
Taehyun mengangguk, suasana hatinya lebih tenang. "Aku juga pandai memanggang dan memasak. Kau harus melihat bagaimana aku mahir menggunakan spatula dan memanggang daging hingga empuk."