27. Kekuasaan

10.3K 840 16
                                    

Airlangga tersenyum miring ketika ia berhasil meringkus Celine. Ia akan menunjukkan bagaimana sakit yang sesungguhnya kepada wanita ini.

Belum, ia belum menembak mati mantan sahabatnya ini. Ia perlu sedikit bermain-main untuk mengetahui motif sebenarnya dari kejahatan itu.

"Cambuki dia sampai pingsan" teriakan-teriakan Celine tak dia gubris. Airlangga berlalu meninggalkan ruangan pengap itu.

____________________________________

Makan malam hari ini terasa sangat berisik, begitu setidaknya bagi Guin. Kedua kakaknya berebut satu rolade ayam, ibunya sedang mengomeli ayahnya agar makan sayur, sementara dirinya hanya saling diam dengan Airlangga.

Suaminya baru pulang berdinas. Menampilkan wajah lelah yang begitu kentara.

"Mau aku suapi mas?" Airlangga mengangguk kecil.

Ia gunakan tangannya yang terbebas untuk merengkuh Guin sebentar.

"Maafkan mas yang tidak bisa melindungi kamu sayang. Kamu masih bersediakan bersamaku?"

"Tentu, aku mencintaimu mas"Guin membalas pelukan Airlangga.

Melihat itu, Kaisar dan Ibrahim terdiam. Mereka berusaha tidak terbawa suasana romantis kedua pasangan beda usia di depannya. Ibrahim melirik Kaisar, lalu keduanya memutar bola matanya bersama.

'ewhh'

Kegiatan mereka terhenti ketika mbak Yuli mengabarkan bahwa ada tamu yang sedang mencari Alexander.

"Bawa kemari, biar aku menjamunya" Alexander menegakkan punggung, mengambil sikap wibawanya yang sempat surut.

Rektor universitas tempat Guin belajar datang mengadap dengan kepala menunduk, ia agak gentar menghadapi pemimpin negara seperti Alexander. Maklum ia bukanlah seorang penguasa, justru bagaikan seekor semut jika dibandingkan dengan Alexander yang agung.

"Selamat malam, Sir" ucapnya ramah. 

Ia masih berdiri di muka pintu ruang makan sambil memandangi Alexander dan keluarganya. Sungguh ia dibuat terkejut dengan kehadiran seorang Airlangga Lynn Marshall, menteri pertahanan negara ini.

"Bapak Airlangga" ucapnya lagi sambil menunduk memberi hormat.

"Please, have a seat" Alexander memberi ruang.

"Silahkan duduk bapak Safii" tambah Airlangga. "Ada apa kiranya bapak menemui kami?"

Alexander tersenyum miring membuat Airlangga menatapnya tak mengerti. 

"Saya ingin meminta maaf atas kelalaian saya dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin, hari ini Guinina, mahasiswi kami menjadi korban bully dari temannya. Mohon maaf atas ketidakbecusan saya dalam mendidik anak-anak kami." Airlangga mengepalkan tangannya seketika. Dia baru saja meringkus tikus kecil yang menyakiti istrinya, namun tak disangka ia lengah. Ia kira Guin baik-baik saja. Rupanya istrinya mengalami hari yang buruk.

Brakk

Airlangga menggebrak meja, membuat pak Safii terkaget-kaget.

"Saya peringatkan untuk terakhir kalinya" Airlangga berdiri, menunjuk pak Safii di kursi seberangnya." Jika saya menemukan  lecet sekecil apapun di tubuh Guin karena perbuatan anak didik anda, saya pastikan bukan hanya kursi anda yang akan hilang tetapi juga keluarga anda"

"Calm down, Air. Guin was okay. " Alexander menengahi. Ia menyuruh Airlangga duduk kembali. Guin menepuk-nepuk punggung suaminya, menenangkan.

"I'am okay Mas. Tenang"

"So, here we are, Mr. Safii. Guinina Larasati sangat penting bagi kami, dia segalanya, untuk itu kami menitipkan dia kepada anda selama dia menjadi mahasiswa di kampus anda. Tolong lindungi dia. Hari ini saya memberi toleransi karena anda telah membuat keputusan yang benar dengan mengeluarkan beberapa pihak yang bersalah. Namun saya dan keluarga saya bukanlah orang yang murah hati. Apalagi menyangkut keselamatan Guinina" Alexander memandang lekat pria Madura di depannya.

The Minister is MineNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ