53. SECOND

3.3K 350 27
                                    

"Hah, beneran kak? Maaf kak Guin, soalnya jauh banget. Jangan bilang kalo ibu-ibu yang kemarin ibunya kakak ya? Ibu kandung? "

"Iya"

"Aduhh, hahahahahahaha, kocak banget sih kak. Aku enggak tahu kakak bisa halu  gini. Kalo kakak bilang anak angkat aku masih bisa percaya tipis-tipis. Ini anak kandung? "

Guin mendengus mendengar penuturan Hani, bahkan junior polos satu ini jadi ikut-ikutan tidak percaya bahwa dia anak kandung Alexander dan Jennifer.

"Aku enggak minta kamu untuk percaya Hani, itu pilihan kamu. Selama kamu baik terhadapku, aku tidak akan mengusikmu kembali" Guin berlalu meninggalkan Hani yang termenung. Gadis itu bimbang antara harus percaya atau tidak. Tapi ini sungguh sulit dipercaya.

"Mas, kayaknya aku dijemput kakak aja, aku mau pulang sekarang. " Adunya kepada Airlangga. Mengesampingkan rasa kesalnya. Guin menelpon Kaisar agar kakaknya itu menjemputnya.

"Guin, ada Daisy. She wants to meet you" Mendengar Daisy, Guin jadi bersemangat. Ia memutuskan untuk menunggu mereka di taman kampus. Ia duduk-duduk sambil menikmati hawa sepoi-sepoi pohon Eucalyptus disekitarnya. Dulu sekali ia pernah memiliki sahabat yang selalu mempercayainya, selalu ada dan tidak pernah menyimpan rasa iri atau benci padanya. Masih terasa sekali kenangannya bersama Melly dan Rani. Kenangan itu seperti potret indah dari waktu yang telah ia lalui, yang akan terpatri dan terkenang sampai nanti. Dulu mereka bertiga sering bergosip di taman kampus, meski kelas mereka berbeda. Ia rindu keduanya. Hiks. Ia rindu bersenda-gurau, ia rindu diomeli Rani kalau-kalau Guin mengabaikan sarapan, atau pulang terlalu malam. Ia rindu Melly yang sering menemaninya mencari kerja sampingan. Melly, Rani semoga kalian bahagia disana.

Sebuah mobil sport merah milik Kaisar begitu mencolok ketika membelah jalan di kompleks gedung perkuliahan Guin. Beberapa orang yang sudah sering melihat mobil itu berlalu-lalang untuk menjemput Guin hanya mendengus kesal.

"Pagi Si A siang si B malem si C, weekend si D, gilak sih, professional banget itu cewek" Ucap Agni, mengompori teman-teman satu gengnya.

"Banget, perasaan badannya biasa aja. Eh, itu Daisy Ridley bukan sih. Ya ampun apa gue salah lihat? " Rere mengucek matanya berulang untuk memastikan kebenarannya.

"Jangan-jangan si Guin mau di labrak lagi, gue percaya kalo pacar aslinya cowok bule itu si Daisy, merapat yuk"

Dan beberapa orang mulai mendekat, atensi mereka sepenuhnya jatuh pada Pria western dan si bintang Daisy Ridley. Begitu pintu mobil terbuka, semua orang terpana dengan penampilan paripurna keduanya. Kaisar dengan suit lengkap terlihat sangat berkharisma. Daisy yang hanya mengenakan dress floral terlihat sangat berkelas. Ketika dirinya membuka kacamata, kesiap semua orang tidak dapat dihindari. Itu benar-benar Daisy Ridley, sang mega bintang.

Guin yang mulai menyadari kehadiran keduanya lantas menghampiri, mengabaikan decakan sebal beberapa orang yang ia lewati.

"Guin, haii" Daisy menghambur, memeluk Guin bagai teman lama. "Apa kamu enggak papa disini" Tanyanya prihatin. Jelas lingkungan seperti ini bukan boundary mereka. Rendah hati sekali Guin ini karena mau bertahan disini.

"Hanya little brat, aku masih bisa mengabaikannya. Tapi... "

"Ya? "

"Gadis-gadis itu sering salah paham dan membuat gossip sesuka hati mereka tentangku. Ini mungkin sedikit kasar, tapi aku tahu kalau diotak mereka aku sangat kotor. Hanya karena mereka sering melihatku jalan bersama saudaraku atau suamiku. Mereka mengolok-olokku seolah aku wanita panggilan"

Daisy memeluk Guin menenangkan, ia bertekad membantu sepupunya satu ini.
Bermodalkan ide sederhana, Daisy memanggil Kaisar, mengembangkan ide. Sebenarnya hanya tindakan kecil, namun Daisy tampaknya terlalu meremehkan Kaisar.

The Minister is MineOnde histórias criam vida. Descubra agora