"Penyesalan yang kian merajalela, perlahan menajam memutus tiap benang merah kebahagiaan."
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
"Do you have any plans for this year-end holiday?" tanya laki-laki berusia 22 tahun itu dengan kaleng soda beralkohol rendah di tangannya.
Sementara laki-laki yang menjadi lawan bicaranya mengedikkan bahu tak acuh, ia terlalu malas memikirkan list liburan seperti orang lain.
Berbeda dengan orang yang biasanya sangat antusias menyambut pergantian tahun, dia justru merasa biasa-biasa saja. Menurutnya pergantian tahun sama sama mempercepat waktu 6 tahun yang dirinya janjikan dan itu sangat menyebalkan.
"Is that really important? After all, the turn of the year is the same as normal days, nothing special."
"What are you saying?! Precisely new year is the most special thing. Where, we can have fun, parties, exchange gifts, or gather with family. We can refresh our brains from tiring routines" sergah pemuda bernama Jack itu jengkel.
"Beside, you don't want to go home? You don't miss your mom and dad?"
Pemuda berdarah Indonesia itu menghentikan pergerakan jermarinya di atas keyboard, ia lantas tersenyum tipis menanggapi suatu pertanyaan yang seringkali sahabatnya itu lontarkan.
"I miss them, but I don't want to go back home right now" sahut Reyhan seraya menegak minuman kaleng miliknya. Jack berdecak, ia sudah kebal dengan jawaban yang diberikan sahabatnya itu.
"Then, what are you going to do, during the holidays?"
"I thought, maybe I'll hibernate like a bear?" sahut cowok itu asal.
"How about you go to a club with me? Who knows you might find a date there."
"Stop poisoning me with your fucking brains, Jack!" damprat Reyhan jengkel.
"Come on, Reyhan. Occasionally going out for fun won't cost you anything."
"Suit yourself Jack, I don't care" sarkas Reyhan lantas pergi meninggalkan teman satu jurusannya itu.
"Hey, where are you going?!" jerit Jack yang tak dihiraukan temannya itu.
Reyhan melangkah meninggalkan cafe yang sering ia kunjungi selama tinggal di negara itu, dengan tas tersampir di bahu kirinya ia menelusuri jalanan kota.
Tak terasa empat tahun sudah ia tinggal di negara orang, dan selama itu pula tak pernah sekalipun ia berkomunikasi dengan keluarga maupun sahabatnya. Dia tidak tahu bagaimana kabar mereka di sana, apa mereka merasa kehilangan?
Rindu kah mereka pada dirinya?
Apa mereka akan antusias menyambut kepulangannya suatu hari nanti? Atau justru sebaliknya?
Jika ditanya apa ia rindu rumah, maka tanpa ragu ia akan mengatakan. "Iya, saya rindu rumah."
Dia rindu pada rumah yang selalu menyambut antusias kehadirannya, ia rindu rumah yang sampai saat ini menjadi bagian favorit dari perjalanannya.
Begitu banyak hal baru yang ia temui selam empat tahun terakhir, dan secara perlahan dirinya mulai memahami setiap sudut pandang dari apa yang ia alami. Namun, untuk saat ini ia belum memiliki alasan kuat, mengapa ia harus pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
RandomSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...