bab 2

125 64 57
                                    

Dinda telah sampai di kampusnya, dia baru masuk tahun lalu. Namun, hampir setiap orang mengenalnya karena kecantikan yang dimilikinya. Dia juga tergolong mahasiswi berprestasi dan tentu hal itu membuatnya menjadi idola para kaum adam. Di umur 19 tahun, dia sudah memenangkan banyak penghargaan membuat keluarganya bangga termasuk Mikail sebagai ayahnya, banyak kolega-koleganya berniat menjodohkan anaknya dengan putri semata wayang keluarga Kusuma Wijaya, tetapi tidak digubris oleh Mikail.

“Pagi Ras,” sapa Dinda pada sahabatnya.

Laras Dwi Anita adalah sahabat Dinda. Mereka sudah bersahabat dari SMP sampai sekarang tidak ada rahasia yang mereka tutupi membuat persahabatannya awet sampai saat ini. Laras adalah gadis tomboy dan dingin. Namun, hal itulah yang membuat seorang Dinda Kusuma Wijaya mau bersahabat dengannya, selain itu dia juga tidak munafik sehingga membuatnya nyaman saat menceritakan semua masalah dalam hidupnya.

“Pagi,” balas Laras dingin.

“Kenapa ya Allah hamba selalu dikelilingi oleh orang-orang dingin?” Dinda mengangkat kedua tangannya ke atas.

“Sebaiknya kita ke kelas sebentar lagi dosen datang.” Laras langsung menarik tangan sahabatnya itu pergi sebelum membuat kegilaan lainnya.

Dinda hanya bisa pasrah saat dirinya diseret seperti sapi oleh sahabatnya itu. Beberapa menit kemudian, mereka sampai di kelas untuk menunggu kedatangan dosen yang menurut Laras super menyebalkan sejagat raya. Kenapa? Ya karena sering memberikan tugas yang banyak dengan waktu yang sedikit membuat hampir semua orang pusing kecuali si cerdas Dinda.

***

Menurut karyawan ruangan CEO adalah tempat yang keramat bagi mereka, sebab pemiliknya terkenal tegas dan tidak mau dibantah membuat para karyawan yang mau ke sana berpikir berulang-ulang kali untuk masuk bahkan jika tidak terlalu penting mereka sering memberikannya pada Kevin asisten CEO.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pintu mampu membuat pemilik ruangan itu terganggu. Dia akhirnya mengalihkan pandangannya kepada seorang yang berani mengganggu konsentrasinya bekerja.

“Masuk!” Dirga menatap sinis orang itu.

“Maaf, Pak. Tadi tuan Erlan menelepon katanya dia sudah berada di tempat meeting dan menunggu kedatangan Anda ke sana," ucap Kevin yang merasakan aura mengerikan bosnya juga ikut merinding seperti mood Dirga benar-benar buruk hari ini.

“Iya.” Dirga langsung berdiri dari bangku kebesaran yang perjalanan keluar disusul Kevin di belakang. Meskipun mereka bersahabat, tetapi jika jam kerja mereka bersikap profesional.

 Di perjalanan Dirga hanya diam saja dengan tatapan sulit diartikan membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan ketakutan. Kevin cuma bisa diam tanpa mau ikut campur karena ini masih jam kantor.

 ***

Dinda dan Laras pergi ke restoran berhubung waktunya makan siang apalagi jadwalnya di kampus sudah selesai hari ini. Dinda memiliki hobi membaca sehingga dirinya selalu membawa buka saat bepergian untuk mengusir kebosanan. Mereka menikmati makanan dengan nikmat tanpa ada ganggu apa pun.

“Din, aku ke toilet dulu, ya!” Laras langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari sang sahabat.

Dinda menyantap  makanannya dengan lahap tiba-tiba dirinya melihat seorang anak kecil memakai pakai kusut memegang perutnya. Dia langsung memesan makanan dengan porsi besar. Saat pesanan datang dia langsung keluar dan memberikan makanan itu pada anak itu.

“Terima kasih, Kak.” Anak itu mengambil makanan itu dengan wajah berbinar.

“Sama-sama, Dek. Ini sedikit uang mohon diterima.” Dinda mengeluarkan beberapa lembar uang di tasnya.

Anak itu langsung memeluk Dinda dengan girang karena uang itu bermanfaat baginya. Tanpa mereka sadari kalau ada yang melihat semuanya dengan tatapan kagum.

“Bos, mereka sudah menunggu di sana," ucap Kevin mampu membuat Dirga tersadar dari kekagumannya.

“Iy—a,” jawab Dirga gugup.

Kevin melihat arah pandangan Dirga, di sana terdapat gadis cantik tengah tersenyum pada pemulung itu. “Ehm, mereka sudah menunggu soal gadis itu nanti saja.” Canda Kevin.

Dirga langsung pergi tanpa menanggapi ucapan Kevin yang menurutnya sangat tidak penting itu. Dia selalu bersikap fokus saat menghadapi rekan bisnisnya. Namun, kali ini dirinya tidak fokus bayangan tentang gadis itu selalu saja muncul dibenaknya.

“Dir, kamu kenapa?” tanya Kevin saat mereka sedang berada di mobil.

“Tidak!” Dirga terus saja menata dokumen yang berada ditangannya.

“Apa karena gadis itu?” tanya Kevin mampu membuat Dirga menatapnya.

“Tidak." Dirga kembali mengalihkan tatapannya pada dokumennya.

“Baiklah, padahal aku sudah menemukan semua biodata gadis itu, tapi seperti kamu tidak tertarik baiklah aku akan menghapusnya.” Mendengar hal itu Dirga langsung mengambil ponsel dari genggaman Kevin.

Kevin tertawa terbahak-bahak melihat hal itu, sedangkan Dirga memasang wajah masam karena dikerjai oleh Kevin. Dirga langsung memberikan ponsel itu kembali pada pemiliknya yang sadari tadi terus tertawa karena berhasil mengerjainya.

“Gajimu aku potong setengah,” kata Dirga mampu membuat Kevin menghentikan tawanya.

“Masa gajiku dipotong hanya karena itu, padahal aku memang sudah memerintahkan seorang untuk mencari data gadis itu.” Kevin berusaha membujuk agar gajinya tidak dipotong bisa-bisa istrinya mengamuk karena tidak bisa belanja lagi.

“Terserah aku!” Dirga benar-benar kesal kali ini.

“Baiklah, tapi kali ini aku ini bertanya serius apakah kamu ada perasaan pada gadis itu?” tanya Kevin serius.

“Aku juga tidak tahu akan hal itu, tapi saat melihat aku merasa menemukan perempuan yang aku cari selamat ini. Namun, aku juga merasa seperti tidak pantas lagi untuknya apalagi umurku sudah 40 tahun.” Dirga menatap jalan dengan tatapan kosong.

“Berarti gadis itu berhasil memikatmu pada pandangan pertama,” kata Kevin.

“Mungkin saja, tapi sekarang aku merasa tidak pantas apabila umurnya seperti masih sangat muda bahkan dirinya hanya pantas menjadi anakku.” Jujur Dirga.

“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selagi kita terus berusaha dan berdoa.” Perkataan Kevin membuat Dirga sadar akan hal itu.

***

Dinda sedang berada di minimarket untuk membeli makanan kesukaannya yaitu coklat, hari-harinya tidak akan lengkap jika dia belum memakan coklat. Meskipun itu aneh akan tetapi, itulah kebiasaan Dinda sadari kecil.

“Wow, banyak banget coklatnya aku harus stok yang banyak dan menyembunyikan dari kak Dika, bisa-bisa habis dia makan.” Dinda mengambil berbagai macam coklat dengan tatapan berbinar.

Tibalah saat dia membayarnya di kasir banyak pengunjung di sana menatap kagum wajah cantiknya bahkan ada dengan terang-terangan memuji kecantikannya membuat Dinda menjadi risi. Buru-buru dirinya membayar dan pergi dari sana.

Beberapa menit kemudian dia telah sampai di kediamannya yang begitu megah. Dinda keluar dari mobilnya memegang belanjanya tadi dan langsung ke kamarnya untuk memberikan dirinya sekalian beristirahat sejenak. Saat dia sampai ke kamar langsung saja Dinda menyimpan barang belanjaan di sofa yang berada di kamarnya.

“Capek.” Dinda menduduki sofa itu sekali kali memijat lengannya.

Milik CEO Tua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang