Prolog

10 1 0
                                    

"Dame Fiorenza Alderaine, atas upaya pengkhianatan yang kaulakukan, aku menjatuhi hukuman mati untukmu!" Ucap Raja dengan lantang. Sorakan warga terdengar riuh di kejauhan, meminta agar hukuman ksatria malang itu segera dilaksanakan.

Fiorenza Alderaine, kesatria yang malang. Gadis itu terduduk tak berdaya, kedua lengannya diikat. Rambut peraknya diwarnai senja, mata emeraldnya tampak lebih pekat. Fioren mendongak, menatap Raja yang memandangnya rendah. Ia tahu, sudut mulut sang Raja tertarik ke atas. Pasti Raja itu senang karena dapat menyingkirkan Fioren tanpa perlu mengotori tangannya sendiri.

"CEPAT BUNUH PENGKHIANAT ITU!!!"

"DASAR GADIS TAK TAHU MALU, BERANINYA DIA MENGKHIANATI KERAJAAN RUBYSIAN!!"

"BUNUH, BUNUH DIA!"

Sorakan demi sorakan kian terdengar memekakkan telinga. Para warga mengepalkan tinjunya dan mengacungkannya ke langit berulang kali.

Tatapan Fioren beralih ke dua pria yang berdiri di belakang Raja. Mereka adalah ayah dan kakaknya. Meskipun mereka menatapnya dengan tajam, Fioren yakin bahwa mereka sebenarnya mengkhawatirkannya. Ia percaya air mata menetes di dalam hati mereka. Ayah dan kakaknya pasti sangat mengkhawatirkannya tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Hati gadis itu berdenyut. "Ayah, Kakak..." bibirnya terbuka dengan susah payah. Kedua pria yang dipanggilnya memalingkan wajah. Fioren percaya, mereka tidak sanggup melihat kondisi dirinya yang menyedihkan.

Raja melirik komandan ksatria Kerajaan. "Cepat laksanakan eksekusinya!"

Komandan kesatria pun mendekati Fioren dengan pedang tersampir di pinggangnya. Sebelum pedang tersebut ditarik keluar, teriakan seorang pemuda menghentikan aksinya.

Di antara para warga yang berkerumun, seorang pemuda berjubah berlari menaiki panggung dengan tergesa-gesa. Lalu ia menurunkan tudung yang menutupi wajahnya, mengungkapkan identitasnya. Pemuda itu berlutut di hadapan Raja.

"Baginda, saya menolak hukuman yang Dame Fioren terima. Dame Fioren tidak pernah melakukan pengkhianatan!" Ujar pemuda berambut cokelat muda itu.

Raja menatapnya tak suka. "Kautahu apa yang kaulakukan sekarang, Sir Ellrane? Betapa tidak tahu malunya seorang kesatria biasa menentang Raja."

Tanpa rasa takut, pemuda itu mendongakkan kepalanya. Ditatapnya sang Raja. Jelas, netra hijaunya memancarkan aura permusuhan yang kentara, membuat Raja menggertakkan giginya kesal.

"Jika kau tak ingin kehilangan nyawa, cepatlah menyingkir."

Suasana terasa mencekam. Tak ada lagi sorakan dari para warga. Sedangkan pemuda itu masih setia di posisinya, menghiraukan ancaman Raja. Raja yang ekspresinya sudah sangat buruk, mencoba untuk bersikap tenang di hadapan rakyatnya. Ia tidak ingin mencoreng nama baiknya, setelah bersusah payah untuk mendapatkan takhta kerajaan.

Raja mendekati pemuda berambut cokelat itu, kemudian ia berbisik. "Aku akan memaafkan ketidaksopananmu untuk kali ini. Jika kau ingin mengucapkan selamat tinggal pada Fioren, segera lakukan dan enyahlah."

Pemuda itu mengepalkan tinjunya sampai seakan-akan uratnya bisa meletus. Ia berdiri, kemudian menghampiri Fioren tanpa menatap Raja sedetik pun. Komandan kesatria menghalangi, tetapi Raja memberi isyarat agar membiarkannya.

"Finn?" Suara lemah yang sarat akan kebingungan itu mengalir dari mulut Fioren. Pemuda itu berlutut di hadapannya. "Setidaknya panggil namaku dengan benar di akhir seperti ini," kata sang pemuda. Berbeda dengan saat ia bertatapan dengan Raja, kali ini tatapan matanya sangat lembut. Dan sedikit menyedihkan. Senyum pemuda itu tampak lemah.

Fioren menatapnya lekat. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Haa..." pemuda itu menghela napas. "Aku mencintaimu, Fioren." Lengannya terangkat ke atas. Jemarinya membelai pipi gadis itu.

Mata gadis itu bergetar tak karuan. "Finn, apa, apa yang kamu--mmph!"

Bibir pemuda itu lebih gesit. Membungkam Fioren tanpa persetujuannya. Pipi gadis itu memerah pada ciuman yang tiba-tiba. Orang-orang yang menyaksikannya terdiam, berpikir, ah, kisah cinta yang menyedihkan.

Setelah beberapa saat, ciuman itu berhenti. Dua pasang bibir saling berpisah. Fioren menatap pemuda di hadapannya dengan mata terbuka lebar.

Jemari pemuda itu merapikan rambut Fioren yang acak-acakan. Dalam hati mengumpati orang-orang yang sudah membuat nona bangsawan ini berantakan. Lalu ia merendahkan suaranya, "aku akan menyelamatkanmu. Jadi, tunggu aku, ya?"

"...Hah?"

Setelah drama percintaan yang membuat dunia seakan hanya milik mereka berdua, komandan kesatria maju dan memerintahkan pemuda itu untuk menyingkir. Waktunya eksekusi. Pedang yang ditarik dari sarungnya itu melayang di udara, kemudian diayunkan tanpa ampun. Menebas leher Fioren, kesatria yang malang.

Ironisnya, orang-orang tampak bahagia pada pemandangan kepala yang menggelinding, dengan darah berceceran di mana-mana.

Akhir yang tragis untuk seorang ksatria yang tidak berdosa.

Gadis yang tak pernah diinginkan kelahirannya itu, justru wafat dengan keinginan dari semua orang.

Namun...

***

"A-apa ini? Bagaimana bisa...?"

Fioren yang mengira nyawanya tak lagi tersisa, kini menemukan dirinya terbangun kembali ke saat ia masih berusia 18 tahun. Gadis itu menatap kalender yang dipegangnya dengan penuh tanda tanya.

Ia benar-benar kembali. Tapi bagaimana mungkin?

Fioren mendekati cermin, ditatapnya pantulan sosoknya. Rambut perak panjang sehalus sutra, ini adalah penampilannya sebelum ia diangkat menjadi ksatria resmi. Gadis itu terheran-heran, kemudian ia teringat janji pemuda sebelum eksekusinya. Ia menutupi mulutnya dengan telapak tangannya. Mungkinkah?

BERSAMBUNG


Note
Dame :gelar yang bisa dipake buat ksatria wanita, sama aja kek sir yang buat laki-laki

The Knight Who Turned Back TimeWhere stories live. Discover now