9. Berangkat Sama

12 4 0
                                    

Matahari belum menunjukan tanda-tanda akan bangun. Tapi, seorang perempuan bernama lengkap Lia Puspa sedang mempersiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk pergi ke kampus hari ini.

Perempuan itu sama sekali tidak bisa mengontrol dirinya. Padahal ini hanya berangkat bersama ke kampus, tapi tanpa sadar Lia menginginkan dirinya untuk terlihat berbeda hari ini. Maka dari itu, ia memilih pakaian dari subuh.

Dan sekarang, perempuan itu telah tampil cantik dengan pakaian yang ia pilih. Sentuhan terakhir adalah menyemprotkan parfum ke sisi-sisi tubuhnya. Selesai, Lia siap untuk berangkat ke kampus bersama Darpa.

Kaki jenjangnya melangkah keluar dari kamar, menuruni anak tangga hingga menuju ke dapur untuk ikut sarapan bersama dengan sang Mama tercinta.

"Eh, anak Mama udah bangun." Tari menyambut putrinya. Matanya mulai menatap Lia dari atas sampai bawah, terlihat berbeda dari biasanya. "Mau kemana?

Lia menarik kursi yang ada di hadapan Mamanya, kemudian menjatuhkan bokongnya di sana. "Ke kampus."

Tari memandang curiga. Sangat tidak biasa baginya melihat Lia serapi itu untuk pergi ke kampus. Namun, pada akhirnya Tari hanya berdiam saja tanpa menanyakan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Pada saat asyik-asyiknya menikmati sarapan, tiba-tiba saja pak Anton membawa masuk seorang lelaki dengan wajah berparas manis. Itu adalah Darpa. Tari dan Lia menoleh bersamaan.

"Eh?" Tari menoleh ke arah Putrinya. Sekarang dia tahu alasan kenapa putri semata wayangnya itu berpakaian serapi itu. Ternyata ada seorang pangeran yang akan menjamputnya.

"Pagi, Buk." Darpa menyalim tangan Tari.

"Oh.. jadi kelen mau berangkat sama, ya?" Tari menyelidiki, jari telunjuknya menunjuk mereka secara bergantian.

"Iya, Buk. Lia belum bilang, ya?" Darpa bertanya polos.

"Heh!" Lia melotot seakan menyuruh Darpa untuk tetap diam saja. Dia sengaja untuk tidak memberitahu Tari tentang ini. Karena Lia tidak suka jika Tari menggodanya.

Tari tertawa kecil melihat ekspresi wajah putrinya yang melotot seperti itu. "Kau udah sarapan, Darpa?"

"Udah kok, Buk." Darpa tersenyum ramah.

Kini, Lia telah menyelesaikan sarapannya dengan sangat cepat. Ya, itu karena dia tidak ingin ada banyak pertanyaan yang akan di lontarkan Tari kepada Darpa.

"Pergi dulu, Ma!" Lia menyalim tangan Tari sebelum berlari menuju pintu.

Darpa juga mengikuti apa yang di lakukan perempuan itu. Menyalim tabgan Tari kemudian menyusulnya.

Tari tersenyum lebar memandangi kedua punggung insan itu semakin menjauh hingga menghilang di balik pintu. Sebagai seorang Ibu, Tari mengetahui bahwa Darpa jauh berbeda dari Ozan. Bahkan, tidak sama.

Dari dulu hingga saat ini, Tari tidak pernah menuntut Lia untuk menikah. Dan, sekalinya menikah Lia di pasangkan dengan lelaki jahat. Maka dari itu sekarang Tari lebih membebaskan Lia. Bahkan, dia tidak mau anaknya menikah lagi karena takut jika hal yang sama akan keulang lagi pada Lia. Tapi, mau bagaimanapun itu, balik lagi ke keputusan Lia.

°~°~°~°~°

Selama di perjalanan menuju kampus jalanan kota Medan seakan mendukung keberangkatan bersama mereka berdua. Tidak ada kemacetan, lampu hijau selalu di dapatkan, dan suasana damai dan tertram. Ini jauh dari kata bar-bar; sebutan untuk orang Medan yang ingin cepat.

"Aku lama, ya?" Darpa bersuara setelah beberapa saat tidak ada komunikasi di dalam mobil.

"Enggak, kok."

ALLOW ME TO FLY [HIATUS]Where stories live. Discover now