Bab 5

30.2K 2.4K 6
                                    

Seminggu sudah berlalu, Langit tidak ingin terlalu berlama bersedih, jika ini takdir yang sudah siapkan untuknya maka dia akan terima.

Langit mulai menghapal kamarnya ini, tak jarang tubuhnya terluka saat tidak sengaja menyenggol sesuatu yang mudah pecah.

Langit sudah hapal saat akan kekamar mandi dan mengganti pakaian, dia juga mendapat ingatan Langit tentang kamar ini, jika tidak mungkin akan sulit untuk menghapal tempat yang tidak dia ketahui.

Semenjak kejadian hari itu, tidak ada yang memasuki kamarnya, hanya perawat yang kadang memberikannya makanan, dan juga perawat itu tidak akan berbicara padanya.

Entahlah, Langit juga tidak akan menanggapi jika seperti itu.

Langit mencoba membuka matanya, gelap, berkali-kali dia mencoba hanya kegelapan yang bisa ia rasakan, hal itu membuat Langit selalu menutup matanya saja agar dia bisa mengatakan pada dirinya jika dia bukan buta tapi hanya sekedar menutup mata.

Bunyi pintu terbuka membuat Langit menebak siapa yang datang.

Biasanya perawat akan mengantar makanan tapi ini belum waktunya, Langit tahu jika perawat akan mengantarkannya makanan perkiraan jam berapa.

Aneh sekali, kenapa tidak ada langkah kaki lagi, apa mungkin orang itu sudah pergi, tapi Langit tidak mendegar jika pintu kembali ditutup.

"Langit?"

Sepertinya suara laki laki, Langit mencoba mencari sumber suara yang dia dengar.

"Lo nggak bisa liat gua?"

Langit mengerutkan keningnya, dia tidak bisa menebak siapa yang berbicara.

"Apa mungkin ini teman Langit?"Pikirnya.

"Lo beneran buta?"

Laki laki itu mengarahkan tangannya pada wajah  Langit, dia melambaikan tangannya kekiri dan kekanan.

"Keknya Langit bener bener buta."Pikirnya.

Lama berdiam dengan rasa penasaran, akhirnya Langit bertanya."Siapa?"

Laki laki itu tertegun, dia seperti tidak mengenal Langit yang ada didepannya ini, biasanya Langit akan berbicara kasar dan suka marah marah tidak jelas.

Tapi Langit dihadapannya ini sangat tenang.

"Lo nggak inget suara gua?"

Langit mencoba mengingat suara orang didepannya ini, tapi sepertinya sangat sulit, kepalanya sedikit berdenyut karena terlalu keras berpikir, tidak tahu kenapa tapi yang jelas dia tidak ingat.

"Nggak usah dipaksa kalo nggak inget."Ucapannya pada Langit, tidak tahu apakah kecelakaan waktu itu membuat Langit amnesia atau tidak tapi yang pasti dia tahu jika Langit sekarang tidak berpura-pura.

"Gua Samuel, temen Lo."

Samuel Federer Robert, tidak tahu cara mendeskripsikannya seperti apa tapi yang pasti Langit tidak pernah menganggap jika Samuel adalah temannya, setiap Samuel akan mendekati Samuel maka Langit akan memarahinya tak jarang jika Samuel menasehatinya dia akan babak belur akibat tindakan Langit.

Tapi Samuel tidak pernah menyerah, dia merasa jika dia ingin menjaga Langit, dulu dia sempat mengira jika dia gay karena suka  berdekatan dengan Langit, tapi setelah dia pahami ternyata bukan itu, dia menyayangi Langit seperti adik sendiri, memang benar jika umurnya lebih tua setahun dari Langit.

Dia juga tidak tahu kenapa bisa seperti itu.

Tak jarang  Samuel akan marah atas tindakan Langit yang diluar nalar.

Itulah kenapa alasan Langit tidak suka padanya, padahal Samuel bukan siapa siapanya tapi malah mencampuri urusan pribadinya.

Tapi Samuel senang sekarang Langit tidak marah saat dia mendekatinya, apa ini akibat dari kecelakaan? Jika iya maka dia sedikit bersyukur tapi juga tidak sepenuhnya, dia juga sedih atas kondisi Langit.

LANGITWhere stories live. Discover now