Bab 9

28.4K 2.3K 7
                                    

Langit merasa tubuhnya sangat nyeri, dia mencoba membuka matanya, tapi apa ini dia tetap tidak bisa melihat.

"Apa aku masih belum kembali?"

Bibir Langit kelu, ingin rasanya dia berbicara tapi tenggorokannya sangat sakit, seperti ada sesuatu yang membelit lehernya.

"Langit?"

Samuel yang baru saja keluar dari kamar mandi terkejut melihat Langit yang membuka matanya, Langit sudah tiga hari tidak sadar dan sekarang dia telah membuka matanya.

Samuel segera berjalan ke arah Langit dan memencet tombol untuk memanggil dokter.

"Langit Lo bisa denger gua?"

Langit ingin menjawab tapi tenggorokannya sangat sakit.

Samuel yang melihat itu sedikit khawatir, setelah melihat Langit seperti ingin berbicara dia jadi paham sekarang, Samuel mengambil air dan sedotan di meja yang sudah disiapkan sebelumnya.

"Ini meminum dulu."

Langit membuka bibirnya sedikit, mencoba untuk menghisap sedotan yang membuat lehernya terasa sakit.

"Pelan pelan aja, nggak usah dipaksain."

Langit mencoba melakukannya kembali dengan pelan.

Rasanya tenggorokan sedikit membaik sekarang.

"Tuan muda?"

Samuel melirik dokter yang baru saja tiba."Periksa Langit."

Dokter itu hanya mengangguk dan kemudian memeriksa keadaan Langit.

"Sam?"

Samuel berbalik, ternyata mommynya Senia sudah kembali, tadi mommynya mengatakan ingin pulang kerumah, memasak makanan agar Langit bisa makan.

"Mom."

"Gimana dengan keadaan Langit sayang?"

"Belum tahu mom, baru mau diperiksa, Langit baru aja sadar."

Senia menganggukan kepalanya dan menunggu dokter siap memeriksa keadaan Langit.

"Gimana kondisi Langit dok? "Tanya Senia setelah melihat dokter tersebut telah memeriksa keadaan Langit.

"Untuk itu sedikit bagus, tapi perlu diperhatikan kembali."

Samuel dan Senia memandang satu sama lain.

"Makasih dok."

"Ya, saya permisi dulu."Dokter itu ingin pergi tapi ditahan oleh Senia.

"Dok, Langit bisa makan kan dok?"

"Bisa, tapi untuk saat ini bubur yang tekstur nya agak lembut ."

"Baiklah, terima kasih dok."

"Ya, saya permisi dulu."

Samuel memegang tangan Langit yang dingin, padahal AC diruangan ini sudah dimatikan tapi tubuh Langit seakan tak mempan dengan hak itu.

"Langit, kenalin ini mommy gua. "

Senia sedikit mencubit pinggang Samuel yang membuat Samuel meringis.

"Kenapa mom?"

"Kau ini."Senia mengode Samuel matanya melirik mata Langit.

Samuel menutup mulutnya rapat, lagi dan lagi dia harus lupa jika Langit tidak bisa melihat, bagaimana caranya Langit bisa melihat Senia jika dia memperkenalkan Senia seperti itu.

"Langit, aku mommy Samuel, Senia, kau bisa memanggilku dengan mommy juga."Senia memegang tangan Langit dan mengarahkan pada wajahnya.

"Kau bisa meraba wajah mommy Langit."

Langit terdiam membisu, bukan karena dia tidak mau melakukan itu,"Suara ini..."

"Ibu.."

Tangan Langit bergetar, dia ingat suara ini, suara yang dia dengar setiap hari, suara yang menyuruh dan memarahinya setiap hari.

Ini suara ibunya, Emely.

Setetes air mata Langit jatuh pada pelupuk matanya, "ibu.."

Senia dan Samuel memandang satu sama lain, mereka juga terkejut melihat Langit tiba tiba menangis seperti ini.

Langit tidak tahu, dia bukan orang yang cengeng, Langit itu kuat tapi...

Tapi ini untuk pertama kalinya dia mendengar suara Emely yang begitu lembut, tidak ada bentakan dan cacian yang dia dengar, hanya kelembutan yang mendayu di telinganya.

"Sam panggil dokter, Langit mungkin merasa kesakitan."Senia juga sedikit panik saat melihat Langit seperti ini.

"Ti-dak."Langit memengang tangan Senia yang masih memegang tangannya.

"Aku tidak apa apa."

"Ini bukan ibu, ini ibunya Samuel."Langit tersadar, Semua mengatakan jika dia ibu dari Samuel yang berarti ini bukan Emely, ibunya yang dia kenal."Maaf."

"Kenapa Langit? Kenapa meminta maaf? Langit kan tidak salah apa apa, apa Langit lapar? Mommy akan suapi ok."

Senia membuka wadah yang dia bawa, dia memasak bubur untuk Langit, jika suami dan anaknya melihatnya memasak ini pasti mereka akan menanyakan siapa yang sedang sakit, tapi suami dan anaknya sedang berada diluar negeri sekarang.

Samuel senang ibunya mau menerima Langit, tapi bagaimana dengan ayahnya, Senia mengatakan jika dia harus meminta izin pada ayahnya sebelum membawa Langit kerumah, dia mau saja tapi dia takut ayah dan abangnya tidak mau menerima Langit.

"Gua harus ngomong dulu, belum tentu daddy nggak nerima Langit."

"Bagaimana Langit? Enakkan?"

Langit mengangguk tipis, haruskah dia bersyukur, ini yang dia mau, ibunya memperhatikan dirinya.

Tapi ini bukanlah ibunya, ini ibu Samuel, pasti dia akan pergi setelah ini.

Langit senang, tidak tahu kenapa tapi dia ingin menangis, apa boleh menangis dipelukan ibu Samuel? Sekali saja, ingin dipeluk oleh suara yang mirip dengan ibunya ini.

Dengan ragu dia berkata."Bolehkah aku memeluk mu?"

Senia menghentikan tangannya yang akan menyuapi Langit, dia terdiam sebentar.

"Ti-dak boleh?"

Senia tersenyum lembut, dia memeluk Langit dalam dekapannya dengan pelan, takut infus dan lainnya membuat Langit bisa terluka.

Tangan Langit gemetar, dia dengan ragu memegang tangan Senia yang memeluknya.

"Ibu.."Hangat perasaan hangat yang dia rasakan.

Samuel dan Senia tidak tahu siapa itu ibu, mungkin Langit memangil Senja dengan panggilan ibu.

"Tidak apa apa menangis lah Langit."

Senia mengusap punggung Langit pelan, entah kenapa dia merasa tidak percaya apa yang dikatakan Samuel tentang sikap Langit sebelumnya, Langit yang berada didekapnya ini sangat manis, tidak seperti apa yang diceritakan Samuel.

LANGITWhere stories live. Discover now