2

342 47 5
                                    

Sebuah mobil merek bmw m3 berhenti di sebuah mansion mewah lebih tepatnya di garasi mansion pribadi milik keluarga Erlangga. Sang supir yang mengemudi mobil keluar terlebih dahulu dan membuka pintu penumpang agar tuannya keluar dengan nyaman. Winston menoleh dan tersenyum kecil melihat anak yang tertidur pulas disampingnya. Dengan hati-hati ia membawa tubuh Raden keluar dari mobil. Pria itu memasuki mansion sembari mendekap tubuh Raden dengan wajah datarnya.

Setiap Winston melangkah semakin dekat, ia bisa mendengar suara tawa dari dalam ruang tamu. Ia bisa menduga jika itu adalah suara anaknya bersama teman-teman anaknya yang sering menghabiskan waktu bermain di mansion. Setelah ia sampai di tempat yang ramai itu, suara tawa seketika berubah menjadi hening.

Seorang pemuda yang sepertinya seumuran dengan Raden menatap Winston dan Raden yang tertidur dengan kening mengernyit. "Daddy, dia siapa?"

"Nanti Daddy kenalin. Yang pasti dia akan menjadi adik kamu mulai sekarang..!" Tanpa menunggu jawaban dari putranya, Winston melangkah melewati beberapa anak tangga menuju kamar yang akan digunakan Raden mulai sekarang.

Sementara itu, ruang tamu menjadi heboh sepeninggal Winston. Tapi teman-teman Daren seketika menutup mulut saat melihat raut wajah Daren yang sudah berubah menjadi memerah karena amarah.

"Apa maksudnya? Bukankah selama ini aku adalah anak bungsu Erlangga. Kenapa Daddy datang membawa anak lain?!" serunya dengan raut serius. Ia mengepalkan tangannya sembari menatap dingin ke arah tangga yang sebelumnya Winston pijak.

Sadewa, yang sedari tadi tidak bersuara mengangkat tangannya untuk menepuk bahu Daren guna menenangkan. "Sabar-- mungkin ini cuma salah paham. Om Winston pasti punya alasan kenapa membawa anak itu kesini."

Daren menoleh dan sedikit mengangguk. "Aku akan minta penjelasan dari Daddy."

"Kalau begitu kami akan pulang. Ini sudah terlalu larut," sahut Nando yang di angguki mereka semua.

"Semangat Daren. Apapun yang kamu lakukan kami akan mendukung mu!" ujar Robin menyemangati. Daren tersenyum dan bertos-ria kepada ketiga sahabatnya sebelum mereka pulang.

"Terimakasih."

Setelah ketiga sahabatnya pergi, Daren langsung melangkahi anak tangga mengikuti arah kemana Winston pergi sebelumnya.

Di kamar yang lumayan luas, Winston menidurkan Raden di kasur dengan hati-hati. Ia tersenyum tipis sembari mengelus rambut Raden yang tidak terusik sama sekali.

"Ternyata kamu sudah sebesar ini. Maafin Daddy karena baru punya kesempatan untuk menjemputmu," batinnya merasa menyesal.

"Mas." Suara lembut dari arah pintu terdengar di gendang telinga Winston. Ia menoleh dan menghampiri wanita itu dengan langkah pelan.

"Sayang, kamu disini?"

"Anak itu siapa?" Bukannya menjawab Ranggi malah bertanya balik. Winston tersenyum sembari menarik pergelangan tangan istrinya itu dan membawanya ke kamar mereka yang ada di sebelah.

"Sayang aku bisa jelasin..." Winston menatap Ranggi dan sedikit membasahi bibirnya sebelum melanjutkan. "Dia adalah anak yang terlantar di pinggir jalan. Aku merasa kasihan, jadi aku mengadopsinya. Maaf aku tidak meminta izin terlebih dahulu," ujarnya dengan nada bersalah.

Ranggi masih menunjukkan raut datar. "Itu bukan anak dari selingkuhan kamu, kan?

Winston meraih tangan Ranggi dan menciumnya beberapa kali. "Tidak-- percayalah, aku tidak pernah selingkuh darimu, sayang."

Karena perlakuan itu, Ranggi sedikit luluh. Ia tersenyum sembari mengelus rahang Winston. "Aku percaya."

Sebelum Winston menghela nafas lega, Ranggi menambahkan: "Tapi.. jika kamu ketahuan berbohong, aku tidak akan memaafkan mu sampai aku mati."

ADENWhere stories live. Discover now