PROLOG

260 31 7
                                    

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

KLIK VOTE, KOMENTAR, DAN SHARE KE TEMAN-TEMAN KAMU SEBANYAK MUNGKIN

SELAMAT MEMBACA ❤

TERIMA KASIH 🥰

* * *

* * *

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

* * *

"Tarraine Gwenya mendapat peringkat tiga puluh, Pak."

"Dari berapa murid, Miss?"

"Dari tiga puluh murid."

Fokus Khafee teralihkan ketika mendengar nama teman sekelasnya disebut, seorang cewek bernama Tarraine Gwenya atau orang-orang terbiasa memanggilnya Gwenya. Dia sekarang terlihat sedang meringis mendengar ucapan Miss Rin, wali kelasnya itu. Apalagi ayah cewek itu tahu bahwa putrinya sendiri mendapat peringkat terakhir di kelas.

Tetapi wajah ketakutan Gwenya berbanding terbalik dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh ayah cewek itu. Khafee sama sekali tidak melihat pria paruh baya itu menunjukkan ekspresi marah ketika mendengar peringkat yang putrinya dapatkan. Justru dia tersenyum dan berterima kasih kepada Miss Rin seolah-olah apa yang baru saja didengarnya bukan masalah besar.

Khafee semakin terdiam ketika memperhatikan Gwenya dari pintu kelas. Jika posisinya terbalik, apakah Khafee akan mendapatkan perlakuan yang sama? Apakah ia tidak akan dimarahi seperti Gwenya?

Ketika Khafee terlalu larut dengan harapan-harapan yang tidak akan pernah terwujud di hidupnya, ia malah bertambah sengsara ketika melihat kedatangan papanya. Dia datang dengan setelan jas mahal, penampilannya sangat mencolok hingga membuat beberapa pasang mata melihat ke arahnya.

Meski melihat kehadiran putranya, dia bahkan tidak menyapa Khafee lebih dulu. Pria itu berjalan dan langsung saja memotong ucapan Miss Rin yang masih berbicara dengan ayah Gwenya.

"Bisa saya lebih dulu, Miss? Saya sedang terburu-buru."

Gwenya, ayah cewek itu, dan tentu Miss Rin pun menoleh dengan terkejut. Wali kelasnya itu tampak bingung. "Tapi, semua orang tua menunggu sesuai urutan kedatangan, Pak."

"Saya sedang buru-buru. Miss cukup kasih saya rapor Khafee dan katakan apakah dia dapat peringkat satu paralel lagi?"

Miss Rin masih belum menentukan jawaban. Perhatian gurunya itu tiba-tiba saja jatuh pada keberadaan Khafee yang terdiam di pintu kelas. Hanya memperhatikan papanya yang bahkan tidak memedulikan keberadaannya.

"Tapi saya masih memberikan penilaian Tarraine—"

"Tidak apa-apa, Miss. Saya masih bisa menunggu." Suara itu jelas terdengar begitu tulus dikatakan oleh ayah Gwenya.

Miss Rin pun mengangguk. "Maaf ya, Pak," ucapnya pada ayah Gwenya, kemudian dia memberikan rapor Khafee kepada papanya. "Ini rapornya, Pak. Benar sekali, Khafee masih bertahan pada peringkat satu paralel semester ini. Terus tingkatkan lagi belajarnya untuk bisa pertahankan peringkat terbaik."

"Bagus, terima kasih. Saya permisi."

Setelah menerima rapor, Khafee melihat papanya langsung berjalan meninggalkan kelas. Namun, sebelum benar-benar pergi, dia berhenti dan menatap putranya dengan senyuman bangga. Dia tampak senang dengan hasil yang Khafee raih semester ini. Tetapi papanya tetap papanya, dia tidak akan pernah puas dengan hasil yang putranya dapatkan sekarang. "Jangan sampai kamu buat kecewa Papa."

Khafee terdiam seraya memperhatikan langkah papanya yang semakin menjauh pergi. Andai ia memiliki orang tua sebaik orang tua Gwenya, mungkin saat ini Khafee tidak akan pernah merasa kesal pada hidupnya. Meskipun orang tuanya kaya, ia juga bisa membeli apa pun dengan mudah, tapi jelas hidup manusia tidak selalu sempurna. Khafee harus berhadapan dengan orang tuanya sendiri yang terus menekan hidup putranya untuk selalu sempurna.

Mencoba menahan diri untuk tidak terus memikirkan, perhatian Khafee kembali teralihkan, ia menoleh kepada Gwenya dan ayah cewek itu yang sudah selesai mengambil rapor. Mereka berjalan bersama ke luar kelas. Keduanya terlalu asyik dalam obrolan hingga Khafee masih bisa mendengar.

"Aku minta maaf, Yah."

"Gak apa-apa, Yaya. Ayah sama sekali gak marah."

"Jangan bercanda deh! Aku itu peringkat terakhir. Aku murid terbodoh di kelas, Yah."

"Tapi kamu peringkat satu buat Ayah. Dengar ya, asalkan kamu gak buat tindak kejahatan, bagi Ayah semuanya baik-baik aja. Jadi kamu gak perlu takut dan Ayah gak akan marah meskipun kamu peringkat terakhir di kelas."

Tidak akan marah. Khafee tidak pernah membayangkan kata-kata itu akan terucap oleh papanya. Ia sama sekali tidak yakin pikiran itu pernah terlintas dari orang tuanya sendiri.

Suara obrolan Gwenya dengan ayahnya makin tidak terdengar, tetapi pandangan Khafee masih sangat jelas terarah kepada dua orang itu. Khafee baru menyadarinya, pemilik peringkat satu tidak akan menjamin hidup orang itu bahagia dan juga pemilik peringkat terakhir tidak menjamin bahwa orang itu bermasalah.

Khafee tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari cewek itu. Selama ini ia selalu bertanya-tanya, kenapa hidupnya tidak bisa bahagia? Kenapa ia selalu harus sempurna? Kenapa ia harus menjadi yang pertama?

Dan di antara miliaran manusia di bumi ini, kenapa Khafee malah iri dengan hidup si pemilik peringkat terakhir?

* * *

Haiii semuanyaaa

Selamat datang di cerita Khafee dan Juta Pikiran🤩

Gimana sama prolognya? Buat kamu penasaran gak sih?

Akhirnya aku publish prolog dari cerita ini

Nanti ya chapter selanjutnya aku publish. Tapi aku butuh bantuan kamu untuk dukung cerita ini dengan vote dan komentar💗

NEXT?

VOTE!

KOMEN!

SHARE ke teman-teman kamu!

TERIMA KASIH💗

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Khafee dan Juta PikiranWhere stories live. Discover now