BAB 1

788 163 18
                                    

A/N: Seperti biasa, saya update dua bab <3 

***

"Hello, Inggrid here! Sekarang aku lagi di tempat kerja baru aku." Seorang perempuan berjalan di area parkir basement TC sambil mengangkat ponselnya. Seperti sedang melakukan vlog, ia merekam dirinya sendiri yang sedang melambai ke kamera. "Udah hampir sebulan aku di sini, tapi sorry, aku nggak bisa nunjukin bagian dalam perusahaan karena kantorku strict banget-banget, nggak kayak perusahaan lain pokoknya. But don't worry, aku bakal terus update—"

"Hi, there."

"Argh!" Inggrid nyaris saja melempar ponselnya begitu mendengar sapaan lembut dan sebentuk wajah yang tiba-tiba ikut muncul di videonya. Akibat terlalu fokus memandangi wajahnya sendiri di dalam layar, ia sampai terlambat menyadari ada seseorang yang berdiri di belakangnya.

"Mbak, saya bukan setan. Jangan terlalu histeris gitu dong."

Inggrid kontan memelototkan mata. Selama beberapa detik diamatinya pria berkemeja hitam yang kini sedang mengusap-usap telinga akibat mendengar jeritannya. Dengan tinggi mencapai 184 cm, gaya rambut curtain cut yang terkesan kasual, serta setelan yang seolah meneriakkan kata mahal—pria berkulit kuning langsat itu berhasil membuatnya nyaris tak berkedip. Tak hanya satu orang, di belakang pria itu ada pria lain yang juga berpenampilan rapi dengan kacamata dan jas abu-abu.

"Excuse me." Selagi ia masih bergeming, si kemeja hitam dengan santai merampas ponsel di tangan kanannya. "Oops." Pria itu refleks mengangkat tangan lebih tinggi ketika Inggrid berniat merebut kembali gawainya.

"Hei!" Inggrid tak bisa menyembunyikan getaran dalam suaranya ketika menyaksikan pria itu mengutak-atik ponselnya. Meski diliputi rasa takut, ia jelas tak mau mengalah. Toh, ia sedang berada di lingkungan TC yang memiliki pengamanan tingkat tinggi. Ia bisa menjerit atau berlari minta tolong jika dua orang ini berniat mencelakainya. "Anda siapa? Kenapa seenaknya mengambil hape saya?!"

"Bad, we're lucky." Tanpa merespons pertanyaan itu, Lakhan menoleh pada Badi dengan seringaian tipis. "Ini cuma rekaman video biasa, bukan live streaming."

"Kalian apa-apaan? Saya akan laporkan tindakan—"

"Inggrid Ayu Radipta." Begitu Lakhan memanggil nama lengkapnya, Inggrid seketika membatu. Alih-alih terpesona dengan wajah tampan yang dihiasi senyum segar dan tatapan semanis madu itu, bulu kuduk di tengkuknya justru meremang. "Kamu tahu tindakan yang seharusnya nggak kamu lakukan di The Capital?"

"W-what?" Mendapati Lakhan mengulurkan tangan dan berniat mengembalikan ponselnya, Inggrid malah mundur selangkah. Dari kalimat singkat maupun gerak-gerik pria itu, ia akhirnya memahami kesalahan yang tanpa sengaja telah diperbuatnya. "Saya cuma merekam di parkiran ini d-dan .... itu cuma buat dokumen pribadi aja! Sumpah, saya nggak punya niat menyebarkan ke siapa-siapa!"

"Oke, oke, Mbaknya tenang dulu." Bukannya simpati dengan kepanikan lawan bicaranya, Lakhan malah terkekeh heran. "Kami cuma mau bicara sebentar kok, bukan mau niat jahat. Ini hapenya saya kembalikan."

Dengan hati-hati Inggrid meraih ponselnya. Menyadari dua video terakhir yang barusan diambilnya sudah hilang dari galeri, keningnya langsung berkerut. Ingin sekali ia memprotes kelancangan Lakhan, tapi sayang mulutnya hanya bisa terkatup rapat. Meski baru pertama kali bertemu muka dan bahkan tak mengetahui nama Lakhan, ia yakin pria misterius di hadapannya bukan sekadar orang biasa.

"Terima kasih untuk dedikasi Mbak Inggrid selama 27 hari ini." Bersamaan dengan ucapan Lakhan, Badi maju untuk menyerahkan amplop berwarna cokelat pada Inggrid. "Hari ini akan menjadi hari terakhir Anda bekerja di TC."

Silma BridgeWhere stories live. Discover now