BAB 2

797 195 24
                                    

Why is the situation just getting worse and worse? Kembali berdiri di samping kursi Lakhan, Badi tanpa sadar mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangan. Matanya bergantian melirik bosnya, kemudian Rinel yang duduk di seberang.

Hanya dengan sekali lihat, ia bisa tahu kalau Lakhan sedang kesal setengah mati. Raut muka yang biasanya dihiasi senyum jail itu tampak merengut. Di sisi lain, Badi sedikit mengagumi keberanian Rinel yang tidak terpengaruh dengan mood buruk Lakhan. Meski wajahnya memperlihatkan kebingungan atas sikap aneh calon atasannya, gadis itu masih mempertahankan senyum profesionalnya.

Astaga, first impression Rinel di depan Bos jelek banget. Terjebak dalam atmosfer berat itu, Badi sekali lagi memeriksa profil Rinel di iPad-nya. Riwayat pendidikan, pengalaman kerja, dan kemampuan gadis itu sudah memenuhi syarat sebagai kandidat penggantinya. Saat melakukan background check, ia juga tak menemukan catatan yang menunjukkan ketidaksukaan Rinel terhadap gim, oleh karena itu ia sama sekali tak menduga Rinel akan memasang ekspresi dingin saat melayangkan pandangan ke sekeliling ruang kerja Lakhan.

Sial! Seandainya tahu akan berakhir begini, Badi pasti tidak akan meloloskan Rinel, tak peduli sekompenten apa pun gadis itu. Sekarang, harapan gue tinggal kandidat terakhir.

Sementara sekretarisnya menggeleng-geleng pasrah, Lakhan masih belum mengucapkan sepatah kata pun. Reaksi Rinel ketika melihat jajaran arcade games kesayangannya sungguh tidak bisa ia terima. Apa-apaan ekspresi lempengnya yang kayak talenan sayur itu? Apa dia nggak sadar sespektakuler apa koleksi gue?

Rinel yang tentu saja tak bisa membaca isi pikiran Lakhan terlihat mengerjapkan mata. Menyembunyikan rasa bingung dengan sambutan tidak bersahabat dari pria itu, ia memandang sekilas papan nama di atas meja.

Lakhan Labiru Bastaraja. Begitu mengetahui nama belakang Lakhan, Rinel spontan menarik napas pendek. Tidak ada satu pun orang di TC yang tidak mengenal nama Bastaraja. Keluarga konglomerat itu adalah pendiri The Capital dan beberapa kerajaan bisnis lainnya. Dengan menyandang nama Bastaraja, sudah bisa dipastikan bahwa orang itu adalah bagian dari pemangku kekuasaan tertinggi.

I have to be more careful. Berusaha mengabaikan tatapan tajam Lakhan padanya, Rinel perlahan melebarkan senyum. "Selamat pagi, saya Rinel Nawangi—"

"Rinel Nawangi." Memutus sapaannya, Lakhan mencodongkan tubuh sambil melebarkan kedua tangan ke udara. Ekspresinya tampak serius. "Bagaimana pendapat kamu tentang ruangan ini?"

Huh? Rinel otomatis menoleh ke belakang. Sesaat dipandanginya lusinan mesin permainan dengan lampu yang berkedip-kedip itu. I don't have any opinion though. Sejujurnya, itulah respons pertama yang terbesit di kepalanya. Namun, ini jelas bukan saatnya ia mengutarakan pendapat pribadinya dengan jujur.

"It's good, Sir." Kembali menatap Lakhan dengan anggukan sopan, Rinel memberikan pujian tanpa pikir panjang.

Ruangan Lakhan mungkin akan tampak normal seandainya pria itu bekerja di industri gim atau sejenisnya, tapi berhubung ia menjabat sebagai kepala divisi pengawasan dan pengendalian sebuah perusahaan jasa, penataan ruang kerjanya pun jadi terkesan mencolok sekaligus anti-mainstreamwell, itu hanya pendapat secara objektif. Namun, secara subjektif Rinel sama sekali tak menganggapnya sebagai sesuatu yang menarik.

Salahkan dua adik laki-lakinya yang suka sekali memainkan berbagai jenis gim video, Rinel jadi merasa jenuh dengan pemandangan di ruangan Lakhan. Bukan hanya melihat, sejak kecil dua adiknya bahkan selalu memaksanya ikut bermain bersama. Dan, berbeda dari saudaranya yang merupakan gamers sejati, ia hanya mau menemani mereka bermain saat benar-benar tidak memiliki aktivitas lain untuk dikerjakan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 28 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Silma BridgeWhere stories live. Discover now