Tried to ignore, but failed

1.2K 119 13
                                    

Ketika mentari memunculkan eksistensinya, Jaemin masih larut dalam lelap. Sayangnya, cahaya sang surya tak berhasil masuk dalam kamarnya. Atau setidaknya sedikit menyilaukan kelopak mata Jaemin yang masih terpejam agar terbuka. Pria itu tidur tengkurap tanpa atasan, selimutnya hanya tutupi sebagian tubuhnya sampai sebatas pinggang.

Sampai dengan sendirinya ia terbangun, meski berat kelopak matanya tetap ia paksa untuk terbuka. Gerakannya otomatis balik badan, matanya segera tertuju pada jam dinding di atas televisi, periksa pukul berapa sekarang.

Jika sinar matahari pagi gagal menyadarkan Jaemin, maka jam dinding yang ambil alih. Selimut dilepas secepat kilat, ia berlari menuju kamar mandi. Beberapa kata umpatan mengudara dengan sukarela seiring langkahnya yang berlari.

Sedang di ruangan yang lain, si manis sibuk susun isian roti untuk sarapan pagi ini. Omong-omong soal malam di mana Haechan buatkan muffin untuk Jaemin dan berakhir pria itu marah padanya, disebabkan Haechan menambah buah stroberi sebagai topping. Jaemin tidak suka stroberi. Informasi itu diketahuinya setelah melihat catatan kertas bi Ara mengenai apa saja makanan yang Jaemin tidak sukai.

Pun setelah hampir 20 menit bersiap, Jaemin muncul tanpa banyak kata, serobot air putih dalam gelas kaca yang sengaja Haechan siapkan di atas meja sebagai teman roti tawar.

Dia teguk air putih itu tanpa duduk. Tergesa.

"Pagi Jaem. Sarapannya udah aku buatin, tapi tinggal sandwich aja, soalnya bi Ara belum belanja." Sapaan pagi tidak pernah terlewat, Haechan juga jelaskan keadaan sebelum Jaemin menatapnya tajam. Takut-takut Jaemin akan marah karena dia hanya siapkan roti isi. Biasanya, akan ada beberapa menu untuk sarapan biar Jaemin yang pilih ingin makan apa--kecuali Jaemin request menu sarapannya-- tapi pagi ini, hanya ada sandwich.

"Saya udah telat, gak ada waktu buat sarapan." Ya, Haechan juga bisa lihat tanpa perlu Jaemin menjelaskan. Bagaimana pria itu tergesa tanpa duduk dengan tenang sebelum minum, dasi yang melingkar kurang rapi, juga kerah kemeja yang belum dilipat turun.

Itu tadi cuma basa-basi.

Selepasnya Haechan tak lagi menjawab. Melepas Jaemin pergi begitu saja, menuju garasi untuk dia panaskan mesin kendaraan, sekaligus sampaikan kabar kalau dia akan datang terlambat pada sekretarisnya melalui ponsel pintar.

Perhatiannya teralih pada kaca spion di dalam mobil begitu mesin kendaraan dia nyalakan, perhatikan lecet di wajah yang buat Jaemin sedikit kurang nyaman. Tampilannya jadi kurang maksimal hari ini. Beruntung kompresan es bantu semalam bekerja sesuai tujuannya, tak ada bengkak di wajah.

Patutnya dia berterima kasih pada Haechan atas bantuan sosok manis itu. Tapi ini Na Jaemin, mau mengharapkan apa?

Dia masih terus amati setiap lebam di wajah sebelum satu suara masuk indra dengarnya. "Jaem." Kedatangan Haechan mengalihkan Jaemin menatap sosok di sampingnya. Berdiri di luar mobil dengan senyuman dan bekal di tangan.

"Ini sarapannya. Kamu bisa makan sambil jalan, biar fokus nanti pas kerja." 

Bekal disodorkan, Jaemin terima.  

Benar, dia bisa sarapan di tengah perjalanan agar fokusnya bisa terjaga.

Si tampan bawa taruh kotak bekal itu di kursi penumpang samping kemudi. Supaya lebih mudah dijangkau di tengah perjalanannya.

Setiap pergerakannya Haechan perhatikan, si manis tunggui hingga Jaemin selesai meletakkan tas bekal darinya. Tanpa aba-aba, Haechan menuntun pundak Jaemin agar menghadapnya, tangannya lantas bergerak tanpa bicara menuju dasi yang sampulnya kurang rapi. 

Pun Jaemin bisa langsung mengerti. Diam, terima tanpa perlawanan. Sebab tangan dengan jemari lentik itu distraksi kesal dalam kepala, menarik perhatiannya untuk dapat tatapan lebih. Ia menunduk, perhatikan setiap gerak tangan Haechan pada dasinya.

When the day comes | NAHYUCK (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang