Edited: August, 19th 2019
***
"PERTAMAX sampe full tank Bos," pinta Raka yang dibalas anggukan mengerti petugas pom bensin.
"Dimulai dari nol ya." Lalu ia meletakkan gun-nya pada lubang tangki bensin.
Bau khas bensin langsung menguar, memasuki indera penciuman Raka ketika angka pada argo mulai berjalan dengan cepat.
Biasanya Raka akan mengisi bensin pada pagi hari lantaran katanya kadar liquid uap minyak pada pagi hari masih seimbang, sehingga akan jadi lebih hemat. Tetapi karena satu dan dua hal sehingga Raka baru bisa mengisi bensinnya sepulang sekolah.
Setelah bensinnya selesai diisi dan Raka selesai membayar sesuai dengan yang tertulis di argo, ia segera menaiki motornya lalu berlalu meninggalkan pom bensin.
Raka harus sedikit bersabar ketika akan menyebrang karena keadaan jalan raya saat itu sedang ramai lancar.
Sembari menunggu, Raka memandang ke seberang jalan lalu tanpa sengaja, matanya menangkap dua figur yang ia kenal betul sedang bersama seorang anak perempuan, melewati jalan raya yang terbentang di hadapannya.
Menanggapinya, Raka bergumam, "Kayak keluarga."
***
Rencananya, hari ini Araa akan menepati janjinya untuk menraktir makan Adit, sebagai tanda terimakasih gadis itu karena Adit telah membantunya belajar matematika.
Sebelum pergi, Adit mengajak Araa ke rumahnya terlebih dahulu untuk menukar mobil dengan motor. Biasalah, Adit hanya ingin menghindari kemacetan. Lagipula, nampaknya hujan tidak akan turun seperti tadi pagi.
Tanpa Adit sangka, keponakannya, Cia, merengek ingin ikut bersama Adit dan Araa dengan alasan bosan di rumah. Tentu saja Adit tak kuasa menolak, karena keponakan satu-satunya itu langsung memasang tampang memelasnya.
Tadinya Adit ingin beralih lagi menggunakkan mobil karena Cia ikut. Adit tidak mau Cia masuk angin karena ia tahu gadis cilik itu tidak pernah suka memakai jaket. Tetapi, Cia memaksa untuk naik motor dengan perjanjian ia akan memakai jaket, tapi harus jaket Adit.
Araa merasa cukup senang ketika tahu Cia akan ikut. Karena sudah sejak dulu Araa ingin mempunyai adik perempuan. Dengan begini, ia bisa merasa memiliki adik perempuan walaupun hanya sehari.
Di perjalanan, Cia terus mengoceh menanyakan ini itu pada Araa. Tanpa sungkan atau pun risih, Araa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan itu tak kalah semangat. Araa benar-benar menikmati kesempatan-mempunyai-adik-perempuan-dalam-sehari ini.
"Kak, masih lama?" Ini sudah kelima kalinya Alicia bertanya, tetapi Araa belum juga merasa jengah menjawab.
"Bentar lagi kok. Cia udah bosen ya?" balas Araa ringan, menatap wajah Alicia yang masih terlihat semangat.
Alicia menggeleng lucu, membuat Araa gemas ingin menggigit pipi gembilnya. "Cia cuman pengen buka jaket Om, panas soalnya," jelasnya sambil mengangkat kedua tangan yang tidak terlihat karena tenggelam memakai jaket Adit yang sangat besar. "Atau Cia buka aja ya, sekarang?"
"Eh jangan, kan udah perjanjian tadi mau pake jaket. Kalo dibuka, nanti Cia masuk angin lho," kata Araa reflek, ketika Cia mulai bergerak-gerak mencoba melepaskan jaket berwarna abu-abu itu dari tubuh mungilnya.
"Emang kenapa kalau masuk angin?" Tanya Cia mulai tertarik.
Berpikir sejenak, Araa berhasil mendapatkan jawaban. "Nanti Cia terbang kayak balon gas."
Cia langsung bergidik ngeri, ia bahkan berhenti dari usahanya mencoba keluar dari jaket Adit. "Ih, Cia gak mau terbang," katanya dengan pandangan was-was.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Teen FictionIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite