Chapter 8

3K 400 89
                                    

Pria berkacamata itu tersenyum

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pria berkacamata itu tersenyum. "Semuanya akan baik-baik saja. Ini sama seperti kasus-kasus sebelumnya dan kita akan berhasil memecahkannya."

"Semoga saja," ucap Eleven seraya menyalakan mesin dan menggerakkan mobilnya keluar dari parkiran morgue.

"Semoga saja," ucap Eleven seraya menyalakan mesin dan menggerakkan mobilnya keluar dari parkiran morgue

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Oh, come on!!!" desah Eleven pada bayangannya di depan cermin lantai. "Aku tidak butuh semua ini!"

"Tentu kau butuh," balas Spade terus mengutak-atik telepon selular canggih di tangannya. Pria berambut pirang itu duduk di sofa ruang tamu miliknya dengan santai, tidak memedulikan Eleven yang menghadapi seorang pengepas jas yang mengukur tubuh besarnya. Untuk sementara, Spade harus tinggal di salah satu kamar hotel sementara suite tempat penembakan tadu siang ditutup untuk penyelidikan.

"Aku seorang polisi, Spade!" gerutu Eleven putus asa ketika pria berpostur kaku memintanya mengangkat tangan untuk bisa mengukur lingkar dada. "Aku tidak butuh jas buatan tukang jahit."

"Seorang polisi dan pengawalku." Spade mengangkat kepalanya memandang bayangan Eleven di cermin. "Kau pikir aku akan membiarkan dirimu memakai jas butut itu? Apa kata relasi bisnisku? Lagipula kau harus melakukan sesuatu dengan penampilan polisimu agar tidak menakuti tamu-tamuku."

Eleven berdecak tidak suka tapi lagi-lagi dia hanya menurut ketika penjahit meminta dia membalikkan badan, membuatnya berhadapan dengan Spade yang balas memandang sambil tersenyum miring. Sekali lagi pria itu merasa Spade memiliki aura kepemimpinan yang tidak bisa dibantah, hal yang hanya dia rasakan dari komisaris polisinya. Namun, berbeda dengan tua bangka penuh politik itu, aura kepemimpinan Spade sepertinya muncul bukan dari sekedar jabatan. Seluruh gerak gerik pria itu memiliki makna dan tindakannya sanggup menyeret orang lain untuk ikut membantu dia mencapai tujuan. Eleven benci efek itu juga berdampak padanya.

"Sudah selesai, Sir," ucap si penjahit seraya memasukkan perlengkapan ke dalam tas hitam dari kulit mengkilat. "Saya akan mengepas satu jas untuk malam ini sedangkan sisanya akan saya kirim dalam waktu dua hari. Senang berbisnis dengan Anda, Tuan Spade."

"Sama-sama." Spade bangkit dan menyalami pria ber-vest rapi sebelum membukakan pintu. Penjahit pribadinya itu keluar bersama seorang pegawai yang membawa cermin.

[END] Eleven SpadeWhere stories live. Discover now