Aku, Canala, Panggil Nala saja. Aku berumur 16 tahun, memang sudah sangat tua, tapi aku selalu saja bersikap kekanak-kanakkan.
"Canala!!" seru seseorang. Aku menoleh dan tersenyum melihat si kembar datang dengan ekspresi yang berbeda-beda. Si kembar itu adalah Zio dan Zie.
Zio memang terkenal dengan sikap dinginnya sejak dulu, mungkin karena dia seorang laki-laki sedangkan Zie, dia sosok periang, humoris dan pandai bergaul.
"Zie!" sapaku pada Zie tapi tidak pada Zio, karena mukanya terlihat sangat kusut pagi itu. Zie tersenyum lalu matanya melihat ke arah leherku, aku heran lalu menyentuh leherku.
"Nal, kayanya kalung lo lebih berkilau dari terakhir gue liat deh." ujar Zie sambil menatap lekat-lekat kalungku. Kalung yang Zie maksud adalah kalung keluargaku, dengan huruf CCA yang entah berarti apa.
"Aneh-aneh aja lo!" ujarku sambil tertawa ringan, Zie tampak ikut tertawa. Tapi tiba-tiba Zio, kembarannya pamit ke kelas duluan. Aku tertawa karena ekspresi Zio yang datar seperti tembok. "Zio kenapa?" tanyaku. Zie tertawa, "Dimarahin, dia membuat sarapan pagi ini gosong!" ujar Zie sambil cengengesan. Aku pun ikut tertawa, lalu kami akhirnya masuk ke dalam kelas.
Siang ini, sekolah memulangkan kami lebih cepat. Karena besok, libur musim panas akan datang hingga beberapa minggu ke depan.
Siang ini, aku, Zie dan Zio, kami pulang bersama. Rumah kami memang agak jauh, tapi tetap satu arah, jadi setiap pulang sekolah kami selalu menyempatkan untuk pulang bersama.
Zie, dia tampak paling senang mendengar bahwa sekolah akan libur beberapa minggu ke depan.
"Gimana kalo gue nginep di rumah lo?" usul Zie padaku. Aku terdiam, Ayah pasti tidak akan selalu berada di rumah, dan pasti tidak menyenangkan jika hanya bisa menonton tv hingga malam tiba.Aku mengangguk, "Boleh, Ayah pasti akan selalu pergi sepanjang hari. Mungkin juga tidak akan pulang." jawabku. Akhirnya, malam nanti Zie dan Zio akan menginap dirumahku dalam beberapa hari ke depan.
Tentulah aku senang, karena jujur aku sangat kesepian di rumah. Ayah yang menjadi polisi, selalu pergi dan jarang berada di rumah selain itu, aku memang tidak punya siapa-siapa lagi.
Aku sampai di rumah, mengetuk pintu dan masuk tanpa menunggu jawaban karena aku tahu, Ayah pasti sedang sedang sibuk menelpon banyak orang. Aku datang ke dapur, menemukan Ayah dengan gagang telpon yang berada di telinga kanannya.
"Ayah!" sapaku padanya. Ayah menoleh, tersenyum, lalu melanjutkan obrolannya. Selalu seperti itu, Dasar orang sibuk! Aku menuju kamarku, kamar yang cukup luas. Segera mengganti baju dan kembali turun ke bawah karena sebentar lagi akan ada film drama kesukaanku di TV.
Tertidur di depan TV sambil bermalas-malasan, sesuatu yang selalu diinginkan setiap remaja. Tiba-tiba Ayah datang dengan seragam kebanggaannya,
"Ayah harus patroli sebanyak 2 malam, teman Ayah baru saja mengalami kecelakaan! Ayah harus menggantikan tugasnya saat ini!" ujar Ayah dengan tampang menyesalnya.
Aku mengangguk, "Oke." Ayah kembali bertanya, "Apa kamu tidak apa-apa jika sendirian di rumah?" tanyanya. Aku menatapnya, "Zie dan Zio akan menginap disini selama 3 hari, aku tidak akan merasakan kesepian!" ujarku. Ayah tampak tersenyum senang, "Baiklah, Selamat bersenang-bersenang, nak!" ujarnya lalu pergi keluar rumah, membawa mobilnya.
Sore pun datang, tepat pukul 5, Zie dan Zio datang dengan tas mereka. Zie paling gembira dibandingkan Zio, dia memang ekspresif sekali. Tetapi perubahan rencana, acara menginap tidak jadi di kamarku, melainkan di luar rumah, seperti sedang berkemah dengan sebuah tenda.
Aku dan Zie mengambil tenda milikku di gudang samping rumah, gudang berdebu lebih tepatnya. Saat aku membuka pintu besinya, debu langsung berterbangan dimana-mana. Zie yang memang alergi debu, langsung menolak ikut denganku dan memilih menunggu di depan pintu. Aku menyetujuinya dan akhirnya masuk.
Aku mengambil gulungan tenda yang ada di rak kayu, tapi tiba-tiba kakiku tersandung oleh sebuah kotak. Aku memungut kotak itu, meniupnya hingga debu yang menempel itu berterbangan. Kotak itu terlihat tidak memiliki kunci namun saat aku mencoba membukanya, sangat sulit. Mungkin karena sudah terlalu lama tertutup, pikirku.
Aku pun akhirnya memutuskan membawa kotak itu dan akan kubuka bersama Zio dan Zie.
~••~
Hari sudah mulai larut, Aku, Zie dan Zio, saat ini sedang duduk di depan api unggun buatan kami sambil memakan cemilan yang kami ambil dari dalam kulkas milikku.
Saat ini kami sedang bermain TOD, dan pertanyaan serta suruhannya mengenai apa saja.
Dari permainan itulah, aku dan Zie akhirnya tau bahwa Zio menyukai seorang cewek di kelas kami, tapi ia tidak memberitahukan namanya.
Dan aku juga akhirnya tau bahwa Zie menyukai teman satu kelompokku, Tony. Ia memang seorang idola di sekolah sejak MOS.
Permainan itu berlanjut cukup seru, ada banyak hal yang membuat kami saling mengenal. Hingga tiba saatku, aku kini memilih Truth. Zie dan Zio tampak saling memandang lalu menyeringai secara bersamaan. Seringaian yang sama persis, tapi apa mereka juga memiliki pertanyaan yang sama?
"Kalo misalkan lo itu superhero, kekuatan apa yang mau lo miliki?" tanya Zie dan Zio bersamaan. Aku tampak melongo, lalu berpikir keras.
"Mengendalikan sesuatu." ucapku.
"Dengan?" tanya Zio. Aku menoleh ke arah si kembar, "Pikiran atau hati," jawabku. Mereka mengangguk sekali namun secara bersamaan, lagi-lagi aku terperangah, dan tiba-tiba terlintas sebuah keinginan memiliki seorang kembaran.Belum sempat aku berpikir lebih jauh lagi, Zio langsung menegurku,"Ini udah malem, mendingan kita tidur." usulnya yang langsung kusetujui.
Saat ini, aku dan Zie sudah ada di dalam tenda, mencoba tidur tentunya. Sedari tadi kami mengobrol, tentang gosip-gosip yang sedang hangat di sekolah.
"Zie, enak gak sih punya kembaran?" tanyaku. Zie tampak berpikir, "Ada enaknya, ada ngga enaknya juga." jawab Zie. "Enaknya apa? Gak enaknya apa?" tanyaku lagi. "Enaknya, kalo ada tugas bisa minta tolong ngerjain tapi gak enaknya, selalu dapet barang yang sama." jawab Zie lagi.
"Ya, setidaknya jika aku punya kembaran, aku memiliki teman, tidak selalu kesepian di rumah!" ucapku dalam hati.
Tiba-tiba Zie menoleh, "Eh ada satu lagi enaknya, kembaran itu selalu bisa jadi teman buat kita, teman apapun!" ujarnya. Aku terperangah, mirip sekali seperti yang barusan aku ucapkan di dalam hati.
"Nala," panggil Zie. Aku menoleh lalu menggumam, "Lo, pernah berniat suka sama, Zio gak?" tanya Zie pelan.
Aku mendengarnya, lalu memalingkan muka, aku mengangguk, "Tapi gak jadi, karena dia suka sama cewek lain kan." jawabku. Zie menghela nafas berat. Raut mukaku berubah total, aku berbohong pada Zie.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN MY WAY
FantasyTak pernah Nala bayangkan, bahwa dunianya sejak dulu telah terbagi dua. Bahkan ketika ia terlahir ke dunia sekarang yang ia kenal. Dahulu, dia hanya melihat orang-orang dengan kekuatan super di tv yang ia tonton setiap paginya, tapi sekarang, ia ter...