Prolog

255 3 0
                                    

Hai, selamat datang di work aku yang ketiga. Untuk cast, bisa ganti-ganti karena aku belum nemu cast yang tepat. Kalau kalian ada rekomendasi cast yang bagus buat cerita ini, komen aja, ok? Jangan malu-malu :)

_____


Hai, aku Zahra, tapi biasanya orang-orang memanggilku Rara. Lebih akrab plus memang itu panggilan kecilku. 21 tahun dan akan segera berubah menjadi 22 awal tahun nanti. Yep, aku lahir bulan Januari. Dan seperti kebanyakan manusia berumur 21 tahun lainnya, aku sedang menempuh pendidikan perkuliahan jurusan manajemen.

Kenapa aku tiba-tiba membahas tentang diriku? Karena jurusan yang aku ambil berhubungan dengan tempat tujuanku nanti.

Just kidding.

Saat ini aku sedang dalam misi mengantarkan makan siang untuk ibuku yang bekerja sebagai guru di sebuah bimbingan belajar. Sebenarnya tempat itu miliknya, tapi kecintaannya terhadap mengajar membuat ibuku ikut mendedikasikan ilmunya di sana. Kalian mungkin berpikir bahwa suatu saat bimbingan belajar tersebut akan diwariskan kepadaku dan karenanya aku mengambil jurusan manajemen?

Tidak juga.

Sejujurnya saat aku mendaftar dulu-hmm, tiga tahun yang lalu?-aku hanya ikutan teman-temanku. Bahkan, saat SMA aku mengambil jurusan IPA. Seperti kata pepatah, kamu tidak akan tahu ke mana hidup akan membawamu. Dan aku penganut faham itu. Go with the flow.

Aku bukan tipe orang yang rajin belajar dan menghabiskan waktunya di depan buku pelajaran, bukan juga jenis yang menghabiskan waktu seharian nongkrong di sana-sini haha-hihi tidak jelas dan baru pulang setelah malam larut. Aku golongan yang belajar semampuku, dan menyeimbangkan pikiran dengan sesekali pergi keluar bersama kawan. Bagiku, keseimbangan pikiran harus dijaga. Tidak boleh sampai stres. Stres itu buruk dan menyebabkan keburukan, bagi diriku sendiri ataupun sekitarku.

Ada pesan masuk.

Ibu: Nasi padangnya 10 aja. Lauknya ayam goreng 5 dadar 5.

Rara: Ok

"Mbak, nasi sayur lauk ayam goreng lima, dadar lima," kataku ke Mbak penjual nasi padang, dan tanpa membalas ucapanku Mbak tersebut bergerak cepat membuatkan pesananku hingga lima menit kemudian seplastik besar berisi pesananku pun sampai ke tanganku.

Setelah membayar, aku menggantungkannya di motor matic-ku. Oh, hampir lupa meminta kuitansi. Bukan berarti ibuku pelit sehingga tanpa kuitansi aku tidak akan diganti uangnya, hanya saja sudah menjadi kebiasaanku menyimpan struk pembelian. Apapun. Kecuali aku memang benar-benar lupa atau memang toko tersebut tidak memberi struk. Atau saat belanjaanku dibayarkan oleh orang lain, alias ditraktir. Seperti nanti setelah aku mengantarkan pesanan ibuku.

Esa: Hari ini selesei lebih cepet. Ketemuan jam 3 di Ocha?

Rara: Ok

Esa adalah... hmm, bagaimana aku menjelaskannya? Begini, kami berdua sama-sama tahu kami saling suka. Hanya saja ada beberapa hal yang membuat kami tidak bisa melabeli hubungan kami dengan 'pacaran'. Sebut saja, kami berbeda. Bukannya bila kami pada akhirnya pacaran maka hubungan kami menjadi terlarang, hanya saja... yah, begitulah. Kalian akan tahu nanti.

Sebaiknya kita membahas nama Esa di kontakku saja. Bisa diketahui, aku bukan jenis orang yang menyimpan nama seseorang secara spesial. Aku akan menyimpan nama mereka dengan nama asli. Embel-embel... mungkin sejenis nama komunitas, nama UKM, atau lainnya. Selebihnya tidak ada. Lagipula semakin aku menambah nama-nama aneh, semakin ketahuan oleh orang lain.

Oh, apa aku baru saja bilang 'ketahuan'? Yah, untuk hubungan tanpa label kami ini, memang sebaiknya tidak diketahui oleh banyak orang atau akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti diinterogasi, dicurigai, dan dipisahkan. Hell, yeah, jelas aku tidak mau dipisahkan dari Esa. Sebisa mungkin akan aku jaga hubungan kami tetap awet.

Apakah ini berarti aku dan Esa akan awet menjalin hubungan tanpa nama seperti ini? Jujur saja, aku tidak tahu. Aku belum tahu kapan akan memberitahukan dunia tentang kami. Semoga saat itu tiba, ketika datang waktunya aku mengumumkan pada dunia aku punya seorang pacar yang baik, ramah, dan perhatian seperti Esa, semua berjalan lancar dan tanpa hambatan, seperti jalan tol.

Tapi sepertinya memang benar kata orang, hidup tak semudah jalan tol.

Ayah: Esa siapa Ra?


_____

Okesip. Segini dulu, aku tunggu komen dan vote nya. Sampai jumpa di chapter berikutnya!

Coffee BreakWhere stories live. Discover now