2 - Ocha

106 1 0
                                    

Majukan bibir, lepas. Gembung pipi kiri, lepas. Gembung pipi kanan, lepas. Gembung kanan, kiri, kanan, kiri, kanan... Hm? Dia datang.

"Sori, jadi nunggu kamunya," sapanya sambil menarik kursi di depanku lalu mendudukinya. 

Hari ini dia pakai kaos hitam pudar dengan logo merk terkenal dan celana panjang abu-abu. Tidak lupa ransel hitam di salah satu pundak. Rambut lurus dan lebat yang mencuat ke mana-mana. My type. Kalau kayak gini, gimana aku bisa marah?

Aku gelengkan kepala sambil tersenyum imut. 

Jadi, walaupun memang dia duluan yang sampai di Ocha, tapi aku duluan yang cari tempat duduk karena dia sedang ngobrol dengan temannya. Akhirnya aku nungguin sambil nggak ada kerjaan. Terlebih aku kemari hanya membawa dompet dan hp yang sedang aku hemat baterainya.

"Belum pesen?" tanya Esa.

Aku pun menggeser menu di meja lebih dekat denganku, dan karena menunya hanya ada satu, Esa pun ikut mendekat sampai setengah berdiri. Aku tertawa sedikit lihat dia begitu. Gemes!

Karena Ocha adalah tempat nongkrong yang menu utamanya adalah minuman teh, jadi ada berbagai macam olahan teh di sini. Mulai dari yang warnanya bening, coklat, merah, sampai hijau ada semua di sini. Nggak heran, karena Ocha sebenarnya dikhususkan untuk para pecinta teh. Tapi selain teh, disediakan juga minuman olahan lainnya, seperti kopi, susu, coklat, dan air mineral yang tentunya hanya terdapat beberapa varian.

Semakin aku bolak-balik menu, semakin bingung akunya. Banyak yang aku ingin pesan, tapi apalah daya dompet tak mampu. Aku harus hemat karena sudah semester pertengahan-akhir yang berarti butuh biaya fotokopi, jilid, dan lainnya. Apa aku pesan makanan aja trus minumnya air putih? Hmmm...

Aku bisa dengar Esa sudah mulai pesan, "Matcha latte satu, pisang keju satu. Kamu mau pesen apa?"

"Es teh manis," jawabku sambil nyengir.

Alis Esa terangkat, wajahnya heran. "Udah itu aja?" Aku mengangguk. "Nggak laper emangnya?"

Laper sih...

"Mau yang biasa atau yang light?" tanya Esa lagi. Perbedaan yang light dibanding yang biasa terdapat pada rasanya yang manis dan lembut karena rasa pahit yang dihilangkan oleh baking soda.

"Light," jawabku cepat. Aku pun menoleh pada mas-mas waiter yang sebentar lagi akan mengulang pesanan kami.

"Saya ulangi pesanannya, ya?" kata si waiter. "Matcha latte satu, light iced tea satu. Untuk makanannya, pisang keju satu. Ada tambahan lagi?"

"Nggak, mas. Makasih," balasku dengan tangan mengembalikan menu. Jangan lupa senyum.

"Baik. Mohon ditunggu sebentar."

Aku melihat ke luar jendela dan memerhatikan cuaca yang sangat cerah ini sampai membuatku berkeringat parah. Rambutku lepek, wajahku berminyak, bajuku sepertinya setengah basah. Pandanganku beralih pada baju Esa yang tidak terlihat basah. Apa karena warnanya hitam? Atau karena dia sudah duluan sampai di sini jadi bisa duluan ngadem?

"Kayaknya seneng banget ya, ketemu sama cogan."

Hm? Mataku jelas langsung bergerak ke arah Esa yang duduk sambil melipat tangan dan tubuh sedikit condong ke arahku. Sayangnya pandangan matanya datar. Dia cemburu? Eii... nggak mungkin, dia kan lebih cakep dari mas-mas waiter tadi.

Tapi nggak papa kali, ya, kerjain dikit?

Aku mengangguk-angguk sok imut, bahkan mengerucutkan bibir juga. Kedip sekali, dua kali.

Esa mengubah posisi duduknya menjadi bersandar ke punggung kursi dengan tangan terlipat dan pandangan yang mengarah ke luar jendela. Aku gagal, ya?

"ESAAAA!!! KAMU KOK DI SINI??" teriak seseorang. Aku dan Esa otomatis langsung menoleh ke asal suara. Bahkan secara tiba-tiba seorang perempuan menubruk memeluk leher Esa dan mencium pipi kanan-kiri Esa membabi buta. Oh my!!! Lebih parahnya lagi, dia mendadak menoleh padaku dan bertanya dengan nada nggak nyantai. "Kamu siapanya Esa??"

Eh? Otakku mendadak blank. Aku siapanya Esa, ya?

Aku (berusaha) memasang senyum dan menyipitkan mata agar terlihat tulus. "Ah, aku cuman kebetulan duduk sini soalnya meja yang lain penuh."

Kepala gadis itu miring ke kanan, kulirik tangannya yang masih bertengger di leher Esa. "Masih banyak yang kosong, tuh?"

"Eh?" Aku mengedarkan pandangan. Benar juga. Aku pilih kemari kan karena kafe ini masih baru, jadi masih sepi pengunjung. Apalagi ini kafe khusus pecinta teh.

Ini karma karena aku ngerjain Esa atau gimana, sih?


_____

Setelah setahun lebih dua bulan, akhirnya aku kembali membawa chapter selanjutnya! Untuk yang udah masukin ini cerita absurd ke reading list atau library, terima kasih banyak!!

Jadi aku mau curhat dikit nih, sambil minta pendapat kalian. Udah lama banget sejak aku pertama nulis cerita ini, jujur aja aku udah lupa mau dibawa ke mana cerita ini. Bahkan aku gatau ini inti di chapter 2 apaan :')

So, buat temen-temen yang punya ide atau mungkin request ini cerita baiknya digimanain story line nya, boleh kasih masukan ke aku di kolom komentar atau message ^^

Sip, segini dulu ya teman-teman. Sambil tunggu chapter selanjutnya, boleh dong kasih vote nya juga!

Sampai jumpaa~

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 04, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Coffee BreakWhere stories live. Discover now