Bab 1

41 4 0
                                    

Aku Chloe, seorang anak yang bisa dikatakan beruntung. Entah mengapa aku bisa mengalami semua kejadian ini. Kejadian paling mengagumkan di hidupku. Hanya sedikit orang yang kuberitahu tentang pengalamanku ini. Mengapa? Karena, jika aku menceritakan ke banyak orang, mereka tidak akan percaya. Mereka akan mengatakan jika aku mengkhayal terlalu tinggi, atau menganggapku sudah mulai gila.

Aku akan menceritakan pengalaman paling berhargaku.

***

Pagi ini, kubuka kelopak mataku perlahan. Aku menoleh ke kiri, tepat jam weker disampingku. Pukul empat lewat empat puluh lima pagi. Seperti biasa, aku bangun lima menit lebih dulu sebelum jam weker berdering. Walaupun hari ini jadwal masuk sekolah pukul sepuluh, karena hari ini adalah hari terakhir kami belajar di SMA Mutiara Bangsa. Kebiasaanku bangun pagi tetap saja tidak bisa dihilangkan.

Aku mengucek mata, lalu segera turun dari tempat tidurku dan ke ruang makan untuk sarapan dan belajar sebentar. Aku sangat senang karena satu hari lagi menjelang pengumuman nilai UN siswa Mutiara Bangsa.

Dengan piama biru, akupun tiba di ruang makan. Dari ruang makan, kulihat ayah dan ibuku bersiap – siap untuk pergi ke kantor. Sambil megunyah roti dengan selai stroberi, kubalik satu persatu halaman buku dan menghafalkannya. Walaupun aku akan lulus, tetapi tetap saja, harus menghafalkan materi dan tidak boleh satu katapun terlupakan. Tak lama, ibu dan ayahku berangkat lebih dulu.

"Sampai jumpa, Chloe. Belajar yang baik, ya. Semoga nilaimu bagus. See you"

Kalimat itulah yang selalu mereka katakan setiap hari. Walaupun terdengar bersahabat, tetapi mereka memperlakukanku bagai sebuah robot.

Belajar telah menjadi rutinitasku setiap hari. Seolah ia adalah tempat dimana aku berbagi suka dan dukaku. Di sekolah, di rumah, dimanapun aku berada, selama ibu atau ayah mengawasi. Jujur, sebenarnya aku sangat lelah dengan sistem yang dibuat orangtuaku. Belajar setiap waktu. Tidak ada waktu beristirahat. Waktu adalah sesuatu yang berharga. Itulah yang selalu dikatakan ayah dan ibuku. Tapi, jika aku membantah, salah satu dari mereka akan memanggil guru privat untuk mengajariku tanpa sepengetahuanku.Guru privat yang ayah dan ibu panggil bisa saja datang secara tiba – tiba dan mengajariku hingga ibu dan ayah pulang dari tempat kerjanya. Ibu dan ayah pulang subuh sekitar pukul dua.

Waktu menunjukkan pukul enam. Aku segera mandi dan berangkat sekolah. Aku ingin cepat – cepat sampai di sekolah, walaupun aku tahu aku akan sampai terlalu pagi. Tapi, Kath dan Jac mungkin juga akan datang pagi – pagi. Biasanya aku diantarkan oleh Pak Banu, sopir di rumahku. Dan tebak? Pak Banu juga ditugaskan orangtuaku untuk mengawasiku selama perjalanan ke sekolah, apakah aku belajar atau tidak. Semua pekerja di rumahku ditugaskan demikian.

Aku merasa dimanja oleh kedua orangtuaku dengan harta benda. Sesungguhnya, bukan hal itu yang kuinginkan. Aku hanya ingin ayah dan ibuku selalu ada disampingku dan mengetahui perjuanganku.

Setelah beberapa menit kubaca buku pelajaran di pangkuanku, tibalah aku di depan gedung sekolah. Aku segera turun dari mobil, di depan gerbang kedua sahabatku sedang menantikanku. Perkiraanku benar, 'kan? Mereka juga senang datang lebih pagi. Kath dan Jac. Mereka melambaikan tangan kearahku dan akupun menghampiri mereka.

"Selamat pagi, semua", sapaku.

"Pagi, Chloe", jawab mereka serentak.

Jac menatap buku di genggamanku. "Masih belajar juga? Kita 'kan udah mau pindah sekolah, alias lulus", ucap Jac. Aku membalasnya dengan senyuman.

Aku sangat senang di sekolah. Bukan karena disana tempatku mencari ilmu, melainkan disanalah tempat pelarianku dari pengawasan kedua orangtuaku. Mereka hanya menitipkanku pada wali kelasku untuk memantauku belajar. Tapi, aku sangat senang dengan wali kelasku. Bu Sari namanya. Ia sangat baik, ia memperbolehkanku untuk memiliki waktuku sendiri. Tidak belajar setiap saat seperti dirumah. Jika ayah atau ibu bertanya tentang pelajaranku, ia akan menjawab bahwa aku belajar setiap saat.

Waktu menunjukkan pukul sembilan. Masih sisa satu jam lagi untuk pengumuman nilai. Aku pergi ke kantin untuk membeli camilan, bersama dengan kedua sahabatku. Setelah itu, aku terdiam, menyendiri di sudut kelas memikirkan tentang rutinitasku sepulang sekolah. Aku terbayang – bayang pusingnya kepalaku nanti. Belajar lagi di tempat les, guru privat.

Kath dan Jac menanyakan apa yang sedang kupikirkan sendiri hingga bel tanda masuk berdering. Tapi, aku mengatakan bahwa aku hanya kecapekan.

Aku melanjutkan pelajaran. Aku tidak begitu memerhatikan pelajaran yang dijelaskan para guru di depan kelas, sebab aku sudah mengerti semuanya, bahkan sebelum mereka menjelaskan kepada murid – murid lain. Aku terlarut dalam pemikiranku tentang ayah dan ibuku. Mengapa mereka selalu menyuruhku belajar? Bahkan, terkadang aku iri dengan teman – temanku yang menghabiskan waktu libur mereka dengan kegiatan bersama keluarga.

Bel tanda istirahat kedua berbunyi. Aku hanya berdiam diri di kelas, dan tertidur diatas meja. Aku akan beristirahat sebentar. Tadi malam, aku terlelap sekitar pukul dua belas karena guru privat yang di panggil ibu.

Beberapa menit berlalu, dan akupun terbangun. Disampingku, Kath dan Jac berdiri. Mereka mengelus bahuku dan memberiku sebotol air. Tingkah mereka yang terlalu mempedulikanku itu terkadang membuatku heran. Aku diperlakukan seperti seorang anak yang mengalami broken home. Ini adalah perjuanganku, tidak perlu memperlakukanku seperti itu. Tapi, aku sangat menghargai simpati mereka. Mereka selalu ada jika aku membutuhkan. Mereka duduk di bangku sebelahku.

"Chloe, minggu ini kau sibuk?" Tanya Kath.

"Ya, aku sibuk belajar untuk olimpiade nanti", jawabku. Dua bulan lagi, aku mewakili kabupaten dalam olimpiade Matematika. Dan karena hal ini, orangtuaku menambahkan jam belajarku.

"Chloe, kau 'kan setiap hari belajar dengan giat, apa kau tidak lelah? Minggu ini kami akan pergi ke desa tempat kelahiran ibuku untuk merayakan kelulusan kita. Suasana disana sangat tenang. Aku akan membayar ongkos dan makanmu. Untuk menenangkan pikiranmu", kata Jac.

"Terimakasih, teman – teman, tapi aku tidak tahu apa kedua orangtuaku akan mengizinkanku", lalu aku memeluk keduanya. Aku sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti mereka.

Petualangan Chloe (REPUBLISH)Where stories live. Discover now