"Kematian terlalu dekat denganmu"
🦇🦇🦇
"Ivan, demi Tuhan apa..." Natalia terdiam kemudian matanya membelalak. "Ya Tuhan..."
"Chantal Devune." ujar Ivan pelan.
Ia seolah-olah kembali melihat Antonio menahan Chantal dibawah permukaan air. Melihat Chantal menjerit tanpa suara meminta pertolongan.
"Ivan, bawa anak-anak pergi dari sini. Sementara aku mengurus Chantal." perintah Natalia.
Ivan mengangguk, berusaha mengenyahkan bayangan itu dari pikirannya. Ia berpaling dan merentangkan tangannya lebar-lebar, mengusir anak-anak di depannya seolah-olah mereka sekumpulan ayam. "Ayo pergi." ujarnya. "Tak ada yang harus dilihat disini. Ayo kita lihat makanan apa yang di bawakan ibu kalian." lalu kedua anak itu berlari di depannya.
Ivan yakin sekali dia takkan bisa makan lagi. Mata Chantal....
Dia menarik napas dalam-dalam dan menoleh memandang Natalia. Sebentar. Apa yang dilakukan wanita itu? Ivan menalan dengan susah payah. Natalia membungkuk di atas tubuh Chantal menyumpalkan saputangannya kedalam lubang mata Chantal yang berdarah. Di perhatikannya saat Natalia dengan hati-hati melipat saputangan itu dan menyelipkannya ke balik korsetnya. Ivan buru-buru berpaling dan mengikuti anak-anak. Ia tak ingin Natalia tahu ia telah memergokinya.
Natalia melakukan hal yang sama pada Carlota dan Alex, Ivan teringat. Hal yang sama persis. Dia mengusap darah dari wajah Carlota dan Alex, kemudian dia menyimpannya.
'Bisa-bisanya dia! Dan kenapa dia melakukannya? 'Benarkah?' Natalia mempraktekkan ilmu hitam? Apakah dia, entah bagaimana, ia menggunakan darah itu untuk meningkatkan ilmunya? Atau mungkin,' pikir Ivan. 'Kematian itu sendirilah yang menjadi makanan untuk ilmu Natalia. Mungkin Ntalialah yang membunuh Chantal?'
Tapi bagaimana penglihatan Ivan? Dalam penglihatannya, Ntalia tidak membunuh Chantal. Tidak, dalam penglihatannya, Antoniolah pembunuhnya. 'Mungkinkah?' entah bagaimana pikiran Ivan berhubungan dengan Chantal saat gadis itu terbenam. Mungkinkah Antonio yang...
Bongkahan yang keras dan dingin menekan perut Ivan. Antonio tidak datang semalam. Kemana dia? Bersama siapakah dia? Dan mengapa dia mengingkari janji untuk bertemu dengannya? Lalu muncullah pikiran yang jelek, paling jelek dari semua pikiran paling jelek. Tiga wanita telah mati, bahkan tiga pria pun telah mati. Dan Antonio mengenal ke enamnya.
Terutama ketiga wanita yang mati dengan mengenaskan. Berawal dari Carlota yang ingin memberitahu Ivan sesuatu tentang pemuda itu. Bernice bersamanya tepat sebelum gadis itu tewas. Chantal menginginkan perhatian Antonio.
"Oh, Antonio." bisik Ivan.
Mungkinkah dia pembunuhnya? Mungkinkah Ivan benar-benar salah menilainya? Sejak pertama kali bertemu dengan Antonio, dia begitu terpikat padanya. Kenangan demi kenangan berkelebat di benaknya, perhatian Antonio terhadap ibunya, kelembutannya kepada Ivan saat Carlota tewas, senyum hangatnya ketika mereka berbicara di pesta dansa itu. Tak mungkin Ivan salah tentangnya. Atau justru sebaliknya, mungkinkah?
Kenangan demi kenangan yang lebih buruk membanjiri benak Ivan. Peringatan Natalia bahwa Antonio senang membunuh dan menikmatinya, Antonio yang dengan marah mengatakan untuk tidak mempercayainya. Dan pengelihatannya yang mengerikan.
"Aku takkan percaya. Tak akan," gumam Ivan.
Tapi tak ada lagi yang masuk akal. Air matanya yang hangat mengalir begitu saja membasahi pipinya. Penglihatannya masih jelas. Ia bisa melihat Antonio menahan Chantal di bawah permukaan air. Sampai gadis itu mati. Tidak, tak ada lagi yang masuk akal. Pembunuhnya pasti Antonio.
•~o0o~•
Malam itu, Ivan menunggu semua sampai tertidur lelap. kmudian ia menyelinap keluar dari kamarnya. Ia harus menanyai kartu Natalia apa yang akan terjadi berikutnya. Ia harus tahu apakah akan ada lebih banyak kematian lagi. Sandalnya tidak menimbulkan bunyi diatas anak tangga kayu ek saat ia naik ke lantai atas. Birai tangga itu terasa dingin di bawah tangannya. Apa yang akan di katakan kartu-kartu itu padanya malam ini?
Perasaan dingin yang tiba-tiba bagai menusuk punggungnya. Bulu kuduknya meremang. Seseorang telah mengawasinya. Natalia kah? Ia memandang tangga yang gelap, namun tidak melihat apapun. Jantungnya mulai memukul-mukul dadanya saat ia teringat kisah mengerikan Anna tentang tiang asap. Tiang asap itu Menangkap Marcus supirnya, menelan dagingnya, darahnya, dan tulangnya.
"Itu cuma cerita," ia berbisik.
Benarkah? Banyak sekali kejadian aneh di mansion Vanholtent. Sebulan yang lalu dia akan mengganggap semua itu tak mungkin terjadi. Ia menahan napas, mendengarkan. Apakah sekarang gumpalan tiang asap itu sedang membuntutinya? Lalu ia meluncur menaiki tangga. Akhirnya Ivan berlari menaiki sisa anak tangga dan segera masuk keruang baca Natalia. Ia menutup pintu ruangan itu. 'Aman!' Ia menempelkan telinganya pada daun pintu itu, tapi yang ada hanya keheningan.
Ia mendesah lega. Semua itu hanya imajinasinya. Tak ada seberkas pun cahaya menembus lewat jendela. Namun dalam kegelapan pun Ivan dapat merasakan kartu-kartu itu memanngilnya. 'Datanglah kepada kami,' kartu-kartu itu sepertinya berkata. Ivan maju selangkah. Perasaan dingin membungkus di sekelilingnya. Tangan dan punggungnya merinding. Ia maju selangkah, sesuatu sedingin es bagai membungkus kulit sampai ketulangnya.
"Ini bukan rasa dingin yang biasa," gumamnya. Sesuatu, sesuatu kekuatan tidak menginginkan dia menyentuh kartu-kartu itu.
"Aku harus tahu apa yang akan terjadi selanjutnya." ia berbisik. "Aku harus tahu!" ia kembali melangkah.
Sangat dingin, sedingin es. Dengan sekuat tenaga ia mencoba maju terus. Kalau ia berhenti ia tak yakin dirinya bisa bergerak lagi. Perlahan-lahan, ia kembali maju selangkah demi selangkah. Kakinya terasa seperti mati. Ia berhenti, dadanya sesak. Ketika ia mencoba mengangkat kakinya lagi, tubuhnya tidak mau menuruti perintahnya. Ia mencoba berteriak, tapi rasa dingin itu membekukan suaranya didalam lehernya. Ia tak bisa bergerak. Ia sama sekali tak bisa bergerak.
Bersambung.....
Hai jangan lupa vote dan komennya ya...
Maaf bgt part ini sedikit. Aku lagi gak bisa konsen.....
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL]-THE MANSION VANHOLTEN (End)
Mystery / ThrillerIvan Sastra Wiguna adalah mahasiswa fakultas Ekonomi yang terjebak dalam situasi yang sulit. Sejak dia pindah ke Paris pasca meninggalnya kedua orang tuanya. Kehidupannya hancur, kondisi Ekonomi yang semakin sulit membuatnya rela melakukan pekerjaan...