Dua - Mencoba Menerima

258 1 0
                                    

Nita masih berusaha menenangkan tangisnya, sudah hampir 2 jam dia menangis di dalam kamar. Mamanya pun tak mampu membuat Nita keluar kamar, bahkan untuk makan.

"Ka, ayo makan. Lagi ngapain sih daritadi di kamar terus? Kamu ga lapar?" Mama Nita memanggil anak gadis satu-satunya itu untuk makan.

"Nanti aja ma, kakak belum lapar." Jawab Nita berusaha terdengar baik-baik saja.

"Yasudah, makanannya ada di lemari ya kalau mau makan."

"Iya ma." Jawab Nita sekenanya.

Nita masih membaringkan tubuhnya di kasur, air matanya masih belum ingin berhenti mengalir menangisi kisah cintanya yang baru saja berakhir. Sampai akhirnya dia tertidur karena kelelahan menangis.

Alarm handphone Nita berbunyi, menunjukkan jam 5 pagi. Nita terbangun untuk shalat subuh sambil lebih dulu melihat ke cermin yang ada di kamarnya.

"Ya ampun, mata gue bengkak! Bisa-bisa ditanyain Mama Papa ini kenapa bisa bengkak" gerutu Nita saat melihat wajah dan matanya yang bengkak karena terlalu banyak menangis. Perut Nita berbunyi, tanda bahwa dia sangat lapar karena semalam belum makan sama sekali.

Nita menengok ke layar handphone yang ada di kasurnya. "Dia tidak membalas sama sekali, huft. Ngapain juga gue masih ngarep."

Setelah shalat subuh, Nita berpapasan dengan Mamanya saat hendak mengambil makan.

"Ka, mata kamu kenapa? Kok bengkak? Kamu abis nangis? Ada apa?" Tanya Mama Nita bertubi-tubi.

"Engga apa-apa ma, semalem abis nonton drama korea yang ceritanya sedih. Makanya nangis, jadi bengkak deh matanya." Jawab Nita sekenanya supaya Mamanya tidak khawatir.

"Kamu ini, nonton drama korea terus sampe lupa makan. Awas ya kalau sampe sakit lambung kamu kumat gara-gara telat makan." Omel Mamanya pagi-pagi sekali.

"Siap Ibu Negara, engga bakal sakit kok! Tenang aja." Ucap Nita sambil mencium wanita yang paling disayanginya itu.

Bagi Nita, Mama dan Papa adalah pahlawan dalam hidupnya. Sang Ayah yang hanya seorang Satpam di sebuah pabrik, rela banting tulang menghidupi Mama dan 4 anaknya tanpa kenal lelah. Ayah Nita rela menempuh jarak ratusan kilometer untuk bekerja setiap harinya, dia tidak mau mengontrak atau menetap di kota tempat dia bekerja. Baginya jarak ratusan kilometer tidak ada apa-apanya dibandingkan waktu yang bisa dihabiskan bersama keluarga.

Sang Mama hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sejak Nita lahir, Mamanya memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai pegawai pabrik di kota pinggiran Jakarta. Nita lahir saat Mama dan Papanya masih berjuang untuk hidup layak.

Mama dan Papanya kerap bercerita bagaimana dulu kehidupan mereka sangatlah susah. Mengadu nasib di kota saat Nita dan adik pertamanya lahir, mengontrak di kontrakan yang kecil, berhutang ke sana kemari saat Nita sakit keras tapi mereka tidak punya uang untuk berobat, ditipu keluarga sendiri saat diiming-imingi untuk menjadi PNS hingga rugi sangat banyak. 

Ya, hidup mereka tidak pernah mudah, itulah sebabnya selama ini Nita selalu menyembunyikan masalahnya sendiri. Nita tidak pernah bercerita tentang kesulitannya kepada Mama dan Papanya karena tidak mau menambah beban hidup mereka.

"Maaf ya Ma aku harus berbohong, aku ga mau Mama sedih lihat anaknya disakitin sama orang yang selama ini sudah Mama anggap anak sendiri. Nita bisa laluin ini semua ko Ma, pasti bisa." Batin Nita meyakinkan dirinya sendiri kalau dia akan baik-baik saja.

***

"Kaka berangkat ya Ma, Assalamualaikum." Pamit Nita pada Mamanya sambil mengecup pipi wanita paruh baya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang