Part 12 A Story

24 6 0
                                    

Allegra Danish memandangku ragu, "Kau yakin ingin menceritakannya?"

"Ya." jawabku tegas. Allegra Danish hampir mengatakan sesuatu ketika aku memotongnya, "Aku yakin, Allegra. Jangan mencoba menghentikanku! Aku hanya ingin kau mendengarkan."

Dia menutup mulutnya, mengangguk, "Okay."

Menceritakan ini merupakan sesuatu yang berat untukku. Tapi aku ingin melakukannya.

Kau sebaiknya ikut mendengarkan karena aku tidak akan mengulang cerita ini kembali.

Aku hanya akan menceritakannya satu kali.

Pada kau dan Allegra Danish.

"Aku punya seorang sahabat." mulaiku, teringat Hayley yang fiery, "Namanya Hayley Rogers. Aku sudah bersahabat dengannya sejak di sekolah dasar. She's like a little sister that I never have."

Tanganku mulai gemetaran. Selalu begini. Aku tidak pernah tidak menjadi panik ketika membicarakan Hayley.

Aku mengepalkan tanganku, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya.

Yeah, aku pasti bisa melakukan ini.

"Dimana dia sekarang?" tanya Allegra Danish.

"Dia sudah tiada. Dia meninggal karena bunuh diri."

Allegra Danish tampak terkejut beberapa saat, lalu mengangguk paham, "Oh. Apakah dia—"

"Ya." potongku cepat.

Aku tahu apa yang akan ditanyakan Allegra Danish.

Apakah dia yang membuatmu menjadi depresi?

Yeah. Benar.

Sekali lagi Allegra Danish mengangguk, "Okay. Maaf, aku tidak akan menginterupsimu lagi."

Aku melanjutkan ceritaku.

Hayley Rogers adalah sosok paling extrovert yang pernah kutemui. Pembuat onar, tidak bisa diam, sangat jahil, dan memiliki banyak teman.

Walaupun begitu, hanya aku-lah sahabatnya.

Suatu hari di musim panas sebelum kami memasuki tahun senior di high school, Jeanne Finch mengadakan sebuah pesta di rumahnya.

Kami semua diundang.

Namun aku sedang tidak mood. Aku baru saja bertengkar dengan Hayley karena suatu hal yang benar-benar sepele sehingga dia marah padaku dan tidak mengajakku ke pesta tersebut.

Aku tidak mempedulikannya.

Tetapi satu jam kemudian, Hayley meneleponku. Aku sempat mempertimbangkan untuk tidak mengangkatnya. Namun tidak jadi.
Seberapapun kesalnya aku dengan Hayley, aku tidak bisa menghiraukannya begitu saja.

Hayley memintaku menjemputnya. Dari nada suaranya, aku tahu dia sedang panik.

Maka, aku segera datang.

Ternyata ada mobil polisi di rumah Jeanne Finch. Pesta tersebut dihentikan karena dianggap mengganggu.

Ini sangat tidak biasa. Jeanne Finch sudah sering mengadakan pesta dan baru kali ini ada tetangga yang menganggapnya mengganggu.

Aku menemukan Hayley di samping rumah Jeanne Finch.

Dia berlari ketika melihatku, menarikku dari sana sebelum aku sempat mengatakan apapun dan memohon, "Let's get out of here, please."

Aku kebingungan.

Tapi aku sempat menangkap pandangan penuh dengki yang diberikan oleh anak-anak yang ada di pesta itu pada Hayley.

"Tunggu. Mengapa mereka memandang Hayley dengan dengki?" Allegra Danish memotong ceritaku.

Aku baru saja akan menjelaskannya.

"Hayley yang menelepon polisi."

"Apa?" Mata Allegra Danish melebar, "But why? Bukankah dia datang ke pesta itu atas keinginannya sendiri?"

Itulah. Aku tidak tahu.

Aku mengangkat bahu, "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Hayley hanya menceritakan bahwa dia yang menelepon polisi. Ketika aku mendesaknya, dia justru membentakku dan menyuruhku untuk mengurusi urusanku sendiri."

Dan meskipun berminggu-minggu kemudian aku memohon padanya untuk mengatakan padaku apa yang terjadi dan apa yang bisa aku lakukan untuk membantunya, Hayley tidak mau membuka mulut.

"Apa yang terjadi setelah itu?"

"Hayley menjadi sangat pendiam. Anak-anak di sekolah memusuhinya. Aku tidak tahu gosip apa yang mereka sebarkan tentang Hayley. Yang jelas, sekolah saat itu adalah mimpi buruk. Aku sering mendapat detensi karena berkelahi dengan beberapa anak yang meneriaki Hayley dengan macam-macam hal yang kurang ajar."

"Oh, Logan." Allegra Danish menggelengkan kepalanya bersimpati, "Pasti berat sekali."

Tentu saja.

Semua bully-an tersebut menjadi tidak tertahankan bagi Hayley. Dia masih tidak mau mengatakan apapun padaku.

Dia benar-benar berubah.

Aku sudah putus asa mencari cara untuk mengajaknya bicara.

Orang tua Hayley juga mengkhawatirkannya.

Tapi Hayley menolak segala bantuan yang kami berikan untuknya.

"—kemudian dia berhenti bicara."

Allegra Danish mengerutkan kening, "Sama sekali tidak bicara?"

"Yeah. Dia tetap melakukan kesehariannya tapi dia berhenti bicara. Dia menghindariku. Lalu dia berhenti bersekolah juga. Aku berkali-kali datang ke rumahnya, dia tidak mau keluar. Orang tua Hayley sama putus asanya seperti diriku."

Lalu suatu hari aku sudah tidak tahan lagi. Apapun cara yang harus kutempuh, aku harus menemuinya.
Entah aku harus mendobrak pintu kamarnya atau memecahkan kaca jendelanya.

Tentu saja aku akan melakukan usaha pembobolan tersebut ketika orang tua Hayley tidak ada di rumah.

"Kau benar-benar melakukannya?" tanya Allegra Danish tidak percaya.

Aku menatap ke bawah, ke arah tanganku yang terkepal.

Aku membuka kepalan tanganku, yang ternyata semakin gemetar tak terkendali, "Aku menyesali perbuatanku itu."

*****

Don't forget to click the follow and the vote buttons! Komen ya bagaimana pendapat kalian:) See you in the next chapter.

ALLEGRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang