20 ǁ Melempar Umpan

917 106 25
                                    

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Melempar Umpan

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Ketika Simfoni dan Beryl sampai di SMA Nusa Raya—tempat di mana turnamen basket antar pelajar se-kota dilangsungkan, babak pertama hampir selesai. Pertandingan tampak seru di lapangan sana, sedangkan gemuruh antusiasme dari penonton tidak dapat dielakkan. Seluruh sudut stadion seolah penuh oleh teriakan mereka.

Simfoni merasakan pengang di telinganya, suara-suara teriakan itu seakan tumpang tindih memasuki gendang telinga. Stadion yang tidak terlalu besar ini sesak dipadati penonton dari berbagai sekolah. Simfoni tidak tahu ada berapa tim yang akan bermain hari ini, dia juga tidak tahu sekolah mana yang sedang bermain sekarang. Dia benar-benar buta dengan pertandingan yang sedang berlangsung. Jika bukan karena Beryl, Simfoni jelas tidak akan berada di sini.

Ketika melewati pintu masuk, Beryl yang berjalan satu langkah di depan Simfoni berusaha meraih tangannya, tetapi perempuan langsung menghindar.

Beryl menoleh, bertanya-tanya melalui tatapannya.

"Aku bisa jalan sendiri."

Beryl terkekeh dan kembali meraih tangan Simfoni. Menggenggamnya erat, seakan perempuan itu bisa hilang jika ia lengah sedikit saja. "Nanti lo hilang."

Simfoni kembali berusaha menarik tangannya, tetapi genggaman Beryl terlalu kuat walau tidak menyakitkan. Perempuan itu cemberut. "Aku bukan anak kecil."

"Yang bilang lo anak kecil siapa?" Beryl berujar dengan sorot jenaka, tampak terhibur dengan ekspresi yang perempuan itu tampilkan. "Udah, deh, nggak usah ngeyel. Kalo lo hilang, gue juga yang repot."

Tanpa ingin dibantah lagi Beryl menarik Simfoni menuju kumpulan anak SMA Harapan Nusantara, melewati orang-orang yang masih berteriak penuh antusiasme. Kedatangan Beryl dan Simfoni tentu mengundang ledekan panjang dari mereka. Beryl yang memang tidak peduli hanya tertawa seraya menyahuti tak peduli ledekan teman-temannya itu, sedangkan Simfoni langsung menunduk dengan pipi mulai merona.

Beryl mendudukkan Simfoni di sebelah Cyrin. Perempuan itu langsung menyambut Simfoni penuh suka cita dan mulai mengoceh menjelaskan secara singkat pertandingan yang kini sedang berlangsung. Simfoni tersenyum. Entah kenapa ia justru senang karena Cyrin seakan menerima kehadirannya. Padahal setahunya, Cyrin bukan tipikal orang yang mudah akrab dengan orang lain meski ia masuk dalam kategori siswi populer di Hanusa. Bisa dibilang, ia cukup pilih-pilih dalam berteman.

Beryl duduk di samping Gerhan di belakang Simfoni. Ia melakukan tos dengan teman-temannya sebelum memaku pandang ke lapangan. Dua tim basket yang sedang bertanding berusaha menguasai bola. Berlari ke sana-ke sini guna mencetak skor tertinggi.

Pertandingan pertama di turnamen ini adalah SMA Cendana dan SMA Galapatih. SMA Harapan Nusantara sendiri baru akan bermain beberapa jam lagi. Untuk itulah mereka belum bersiap-siap dan justru menghiasi bangku penonton guna menyaksikan jalannya pertandingan.

Mata Beryl tampak jeli mengikuti gerak setiap orang di lapangan sana. Mencoba menilai kelihaian dan kekuatan setiap pemain. Meski setiap grup memiliki kelasnya masing-masing, tetapi Beryl tidak bisa memungkiri jika permainan ini tidak imbang. Bukannya mau meremehkan Galapatih, tetapi Cendana memang bukan lawan sepadan untuk Galapatih. Kemampuan serta kerjasama tim Galapatih masih kalah mumpuni dibanding Cendana. Lihat saja perbedaan skor yang kedua tim dapatkan. Galapatih tertinggal delapan poin, padahal pertandingan belum genap berjalan satu babak.

Untuk beberapa orang—khusunya Hanusa, Cendana dikenal licik. Oh, oke, bukan keseluruhan anak Cendana, tetapi ada salah satu pemain inti basket SMA Cendana yang memang memiliki sifat licik. Dia kerap kali melakukan cara-cara curang untuk menjatuhkan lawan-lawannya hanya supaya bisa menang. Beryl dan teman-temannya beberapa kali sempat dicurangi. Cedera yang Xylo dapatkan beberapa bulan lalu menjadi salah satu bukti kecurangan mereka.

Moonstruck | √Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz