1

92K 8.9K 421
                                    

SMA Negri 1 Cempaka Mekar.

Hari pertama kegiatan belajar mengajar setelah satu minggu terakhir diadakan orientasi siswa baru.

Hilir mudik siswa begitu sesak.

Terlihat kontras perbedaan di antara mereka, yang satu berbalut seragam cerah dengan tampang antusias, seperti anak kecil yang pergi ke pasar untuk pertama kalinya, sedangkan yang satu lagi berbalut seragam lecek dengan tampang malas, seperti orang dewasa yang giat bekerja, banting tulang sampai retak, tapi masih saja dikejar hutang.

Chitra, salah satu siswi yang berseragam secerah mentari pagi sedang berjalan di koridor menuju kelasnya yang baru bersama Manda, sohibnya dari jaman SD. Perempuan itu mendapat cubitan.

"Lo kenapa sih nyengir mulu?"

"Hm?" Chitra yang disinggung langsung memperbaiki raut wajahnya, pura-pura tidak merasa, tapi tak lama mulutnya kembali senyam senyum sendiri.

"Dih bukannya dijawab, malah makin parah. Lo stres ya?" Manda menoyor kepala temannya.

"Hehe, emang lo nggak lihat tadi?"

"Apa? Banyak yang gue lihat tadi."

"Itu loh, masa nggak lihat?"

"Iya apa?"

"Itu..."

"Gue hajar lo Chit!" Manda bener-bener jengkel. Manda yakin, kalau ia terus melemparkan pertanyaan, maka sampai kiamat pun pembicaraan mereka akan terus terulang-ulang di sana.

"Ck. Lo bener-bener ya." Chitra mendesah. Sabar akan kebegoan sahabatnya. "Yaudah gue kasih tahu. Sini...."

Manda sebenarnya sudah tidak peduli lagi, tapi Chitra terlanjur menyodorkan bibirnya ke depan telinganya, membisikan dengan napas patah-patah, "Sebenarnya, gue, tadi, jalan, bareng, Angan."

Chitra kembali salting. 

Angin musim semi seolah berhembus kembali menerbangkan bunga-bunga warna warni nan wangi. 

Chitra kembali teringat kejadian tadi pagi. Posturnya yang tinggi, bahunya yang kokoh, tubuhnya ramping, terlihat indah namun juga gagah. Kulitnya yang putih bersih bertemu dengan rambutnya hitam pekat, tatapannya begitu dingin namun juga hangat, seperti malam dengan api unggun di dalamnya.

Chitra sudah sering melewati pagi hari, namun yang tadi itu benar-benar berbeda. Semua kebaikan seolah berkumpul bersamanya. Angin yang membawa kesegaran, sinar matahari yang hangat menyegarkan. 

"Hah?"

Manda keheranan. Tapi reaksi temannya sudah seperti tuan putri yang sedang mabuk kepayang sekarang. Kalau mereka sedang digunung mungkin sekarang Chitra sudah menjerit dengan kaki lompat-lompat seperti menginjak bara api.

Pantesan saja gelagatnya dari tadi seperti orang gila. Ternyata ulah cowok itu.

"Gue seneng banget tahu nggak? Sepanjang jalan dada gue nggak bisa berhenti berdetak."

"Yah kalau berhenti berdetak yang ada lo mati."

Komentar Manda sama sekali tidak diindahkan. Mata Chitra terus berbinar dengan bibir yang tidak henti-hentinya menyunggingkan senyum, meleleh seperti keju panggang. Temannya itu terus mengoceh betapa bahagianya ia bisa berangkat sekolah dengan pujaannya, Angan.

Hanya berangkat loh! Manda yakin itu juga pasti nggak sengaja. 

Manda yang ingin mengintrupsi balas terdiam saat melihat seseorang di balik mereka.

"Hoki gue setaun udah kepake keknya."

Manda melihat Chitra kemudian melihat orang di belakang mereka. Dia mendadak linglung. Ini benar kan mereka sedang membicarakan Angan? Terus orang yang dibelakang mereka...

"Gue-"

"Chit, dari tadi orangnya ada di belakang elo," potong Manda.

Spontan, langkah mereka bertiga langsung terhenti. Chitra langsung bungkam dengan wajah syok bukan main, sedangkan Angan yang di belakang mereka hanya mengerjapkan mata, tapi terlihat kalau laki-laki itu juga kaget. Manda sendiri langsung menutup mulutnya.

Gawat, apa ia malah memperjelas semuanya? batin Manda.

---

"Kayaknya hoki gue bener-bener kepake deh."

Chitra yang awalnya begitu semangat sekarang mendadak lesu tidak bertenaga. Perempuan itu terus saja mengeluh, berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan kalimat tadi dengan penuh kebanggan.

"Nda, coba tampar gue. Bilang kalau semua ini hanya mimpi."

"Dahlah Chit jangan terlalu dipikirin, lagian orangnya juga nggak peduli kan?"

Chitra yang mendengar itu seperti menahan diri untuk tidak menangis. Dia benar-benar terpuruk sampai harus bersandar pada dinding di koridor.

"Maksudnya..."

Manda benar-benar tidak tahu harus menghibur Chitra bagaimana lagi. "Lagian, kita sekelas lagi. Bukannya ini sebuah hoki yang patut disyukuri?"

Chitra menggeleng dengan lemas. "Kayaknya ini hoki lo deh. Hoki gue udah habis, sisa apesnya doang."

"Hm... bisa juga sih. Tapi... ya udah lah, ayo masuk, sampai kapan lo kayak gini?"

Chitra kembali mendesah lelah. Pasrah saja saat diseret Manda ke kelas barunya. Sebenarnya ia sudah tidak peduli lagi dengan sekolah. Untuk apa juga sekolah, malu-maluin. Dari sejak TK Chitra tidak pernah menganggap sekolah untuk cari ilmu, dia sekolah karena orang-orang juga sekolah.

Dan baru kali ini Chitra begitu membenci sekolah.

Bagaimanapun Chitra sudah menyukai Angan dari lama. Dia selalu menganggumi laki-laki itu. Mengamatinya diam-diam. Apa-apa tentang Angan selalu menarik untuknya. Chitra ingin sekali terlihat baik, bukannya malu-maluin seperti tadi.

Dirinya benar-benar tamat.

Chitra sudah tidak punya muka lagi.

Bagaimana kalau mereka bertemu? Membayangkan saja sudah membuat lututnya lemas. Dan entah ini sebuah hoki atau apes, tapi mereka kembali bertemu.

Angan berada di kelas yang sama dengannya.

Angan berada di kelas yang sama dengannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Silence moment dimulai 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Silence moment dimulai 

---

Chitra : Pengen nangis tapi kok bahagia.



Emot untuk menggambarkan antusias part selanjutnya?

Masih pada Napas nggak sihKok diem-diem ae XD

TBC

Angan : Masa Muda [SEGERA DITERBITKAN]Where stories live. Discover now