Bagian Dua

18 1 0
                                    

Layaknya sang Samudera Hindia, aku telah melalui banyak masa pasang surut. Kadang penuh dengan rasa syukur akan makna hidup, kadang surut menampakkan keresahan yang mengeras layaknya membatunya sang karang.

Kau tahu? betapa bahagianya Sang Samudera Hindia ini ketika menemukanmu Pria bertutur kata istimewa. Selayaknya seorang pelaut kau memasuki samuderaku. Meski hanya dengan cara yang begitu sederhana, namun tak pernah kuterima sebelumnya dari Pria yang kupercaya akan melakukannya.

Hei... terbentuk dari apa dirimu? aku sedang memikirkan itu saat ini. Tak peduli aku menyerangmu dengan ombak kenyataan masa lalu yang buruk, kau masih tegar disana, mendengar lirih suara ombakku yang bisa membuat siapa saja memilih untuk bunuh diri seketika.

Dengan ketegaran yang kau tunjukkan. Memilih bertahan untuk mengenalku lebih jauh, tanpa sekalipun menyakiti rasaku. Kau tahu apa yang ingin kulakukan? Aku ingin berlari menghampirimu, memelukmu dan berlindung di tulang belikatmu. dan akan kukatakan

"Lindungi aku... kumohon... Lindungi aku dari kejamnya hidupku sekarang"

Namun aku masih menahan diriku untuk tak melakukan hal paling ceroboh seperti itu. Aku tak ingin memberi beban yang begitu berat dalam waktu dekat. Sebaik-baiknya manusia sepertimu, akan menemukan titik jenuh jua. Setegar-tegarnya dirimu, pasti ada ego yang menyelip dalam dada, berontak, ingin lebih di utamakan.

Cukup lama, diriku melewatkan kehidupan paling sia-sia bersama orang yang tak layak untuk diberikan cinta. Cukup lama pula diriku tak pernah merasakan sebuah perhatian kecil. Sepele memang, tapi tetap menumbuhkan bahagia.

Seperti yang kau lakukan tadi malam

"Masih lembur? Malam ini lembur juga? Hati-hati, jaga kesehatanmu"

Aku tak tahu lagi, berapa kali kubaca tulisanmu. Belum sempat membalasnya saat ini, karena diriku masih menikmati semua perhatian kecil yang kau berikan. Kalau kau tahu apa yang kulakukan saat ini, kau akan melihat aku seperti seorang pengemis lapar, merasa begitu bahagia ketika seseorang memberinya sekarung uang secara cuma-cuma. Ya... akulah pengemis itu, aku rindu seseorang memperhatikan diriku seperti kau memperhatikan aku saat ini.

Tak bisa kubayangkan sebelumnya, Samudera Hindia-ku, berhasil di takhlukan oleh pelaut kecil seperti dirimu. Kau menenangkan ombakku, meski hanya dengan kail kecil juga umpan yang kau sebar. Namun maaf, aku tak akan menunjukkan rasa cintaku saat ini. Aku tak ingin kehilangan kau begitu cepat. Kalau saja kuungkapkan itu sekarang, aku takut perahumu akan di gulung ombak rasaku, dan kau pergi menepi ke samudera yang lain.

Lagipula diriku yang memasuki awal senja ini, terkadang bosan bila bicara tentang cinta. Kehidupan yang kulalui sebelumnya mengungkapkan, bahwa cinta tak pernah nyata. Mereka hanya di ungkapkan oleh orang-orang yang membutuhkan sesuatu dari orang lain. Cinta hanya alat kehidupan tuk raih segala yang diinginkan seseorang. Dan aku tak ingin kau menjelma menjadi salah satu dari mereka. 

Ay-Nana. Banjarmasin. Dini hari yang hangat

Jatuh Cinta Di Awal SenjaWhere stories live. Discover now