Kayu Gung Susuhing Angin: Refleksi Kemerdekaan Dalam Falsafah Tradisional Jawa

306 14 0
                                    

Pengembaraan Bima


"Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun"

- Ir. Soekarno.


Alkisah pada suatu ketika, Bima ingin mencari kesejatian dan kesempurnaan diri. Ia begitu gelisah; begitu singkatnya kehidupan ini dan akan sia-sia saja tanpa adanya arti dan makna. Apa sebenarnya tujuan dari kehidupan ini? Apakah Tuhan telah begitu sembarangan melempar dan bermain dadu atas takdir kita sebagai manusia, sehingga memang kita diciptakan hanya untuk tiga hal semata: makan-reproduksi, ekskresi, dan mati? Apakah memang makna kehidupan antara satu orang dan orang lainnya berbeda? Lantas, bagaimana cara mencari tujuan dan makna kehidupan serta ketenangan batin yang hakiki? Ataukah memang seperti yang telah dikatakan Nietschze dalam tulisannya "Die fröhliche Wissenschaft" bahwa "Gott ist Tott" atau "Tuhan telah mati?" sehingga kita sebagai manusia berkehendak bebas merdeka begitu saja tanpa ada aturan yang menjaga kita?

Maka pergilah Bima yang sedang dilanda kebingungan itu pada gurunya, Begawan Durna. Bagi yang senang dengan cerita pewayangan tentu tak asing lagi dengan sosok kontroversial ini. Betapa tidak, dalam wiracarita Mahabharata, Begawan Durna digambarkan sebagai seorang yang sombong dan tinggi hati. Ia pernah menolak Ekalawya (atau dalam beberapa versi Bambang Palgunadi) seorang pangeran muda yang sangat berbakat dan tulus untuk berguru kepada Durna---menjadi muridnya akibat ia tidak berasal dari warna/kasta Ksatria dan bukan dari kerajaan yang besar, serta menipunya sehingga ia menyerahkan ibu jarinya sebagai hadiah kepada Durna: persembahan agar Durna merestuinya dan tanda bahwa ilmunya telah sempurna diakui oleh Durna. Akibatnya, Ekalawya tak bisa lagi memanah dan sia-sia lah bertahun-tahun latihannya dalam sekejap. 

Durna juga merupakan bagian dari Kurawa, praktis menyebabkan ia memusuhi Pandawa (yang dalam hal ini, Bima merupakan salah satunya) akan tetapi, ia juga merupakan seorang Guru perang yang amat mahir dan bijaksana. Begitu banyak Ksatria yang telah merasakan "tangan dingin" nya--salah satunya Arjuna--yang skill memanahnya tak perlu diragukan lagi. Layaknya anti-hero dalam film, Durna berada dalam zona abu-abu. Tidak hitam, tidak putih. Ia digambarkan menjadi Brahmana yang bijaksana dan sangat amat disegani. Petuah-petuahnya mengenai dharma dan kebaikan selalu dinanti-nanti oleh murid-muridnya. Karena ilmunya yang tinggi dan filsafatnya yang kuat, Durna juga diangkat menjadi penasihat bagi kerajaan Astina. "Kuat nandhang sakening coba lan pandhanaring urip" kira-kira seperti itulah dalam adagium Jawa! 

Akan tetapi ia juga merupakan tokoh yang licik, seperti ketika ia mencoba untuk membunuh Drupada akibat dendam. Maka Arjuna mengingatkan kepada saudaranya itu untuk berhati-hati dan mempertimbangkan lagi pilihannya untuk berguru kepada sang Pandhita. Namun Bima yang telah bertekad untuk mencari kesempurnaan hidup, tanpa ragu mendatangi Durna yang tengah berada dalam pertapaannya. 

Saat ia akhirnya bertemu dengan Durna, Bima langsung mengutarakan mengenai kegelisahannya tentang kesempurnaan hidup dan ketenangan batin. Durna yang waktu itu menjadi tokoh Kurawa, melihatnya sebagai kesempatan emas untuk membunuh Bima. Ia lalu memberikan wejangan kepada Bima untuk mencari terlebih dahulu "Kayu gung susuhing angin" yang apabila diartikan secara kasar menjadi "Kayu yang besar tempat bersarangnya angin"

Sesuai dengan perintah sang guru, berangkatlah ia menuju hutan dan segera mencari kayu yang pas dengan deskripsi tersebut. Kayu yang menjadi pusat angin, pikirnya. Pasti lah kayu besar itu ada dalam hutan. Maka pergi lah ia masuk dalam hutan yang terkenal gelap dan angker itu. Tanpa diketahuinya, tinggal dua raksasa bernama Rukmoka dan Rukmokala. Tentu saja ketika ia ingin melintas lebih jauh, kedua raksasa yang merasa wilayahnya diganggu itu marah. Terjadilah pertempuran antara seorang Ksatria melawan dua raksasa bengis buruk rupa yang, tentu saja pada akhirnya, dimenangkan oleh Bima. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 09, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kayu Gung Susuhing AnginWhere stories live. Discover now