01. Wawancara

8.6K 1K 65
                                    

"Kak Arjuna tanding basket, gue nggak nonton."

"Tiketnya habis, gue aja gak kebagian."

Suara itu terdengar sedih, mungkin juga mengandung kekecewaan. Bagi Aruna sendiri suara itu terasa sangat menyebalkan di teinganya. Maka dari itu dengan malas dan sangat terpaksa ia berjalan menuju kantin.

"Kak Aruna!" panggilan untuknya terdengar.

Aruna berdecak samar, memutar bola matanya kemudian berbalik dengan senyum yang tersungging dan tentunya terpaksa, "Kenapa?"

"Kak Aruna nonton Kak Arjuna tanding?" salah satu adik kelasnya bertanya. Aruna tidak mengenalnya.

Well, tidak penting juga. Namun yang pasti, adik kelas itu salah satu dari ratusan fans Arjuna yang membuatnya muak.

"Iya."

"Jurnalis ya, Kak?" adik kelasnya yang lain bertanya, membuat dahi Aruna berkerut samar.

"Iya." singkatnya.

"Aku pengen nonton, Kak. Tapi tiketnya habis dan-"

"Gue buru-buru, duluan ya." Aruna menyela, langsung berlari tanpa menghiraukan tatapan kesal dari adik kelasnya.

Lagipula ia sudah tahu perkataan selanjutnya dari sang adik kelas. Dan Aruna jengah, muak. Tidak cukupkah orang memanfaatkan dirinya?

Memasuki kantin disambut suasana sesak yang menghampirinya. Aruna berdecak jengkel, memutuskan menyalip diantara banyaknya orang yang mengantri.

"Makasih, Bu."

Aruna hanya butuh air mineral dingin, maka dari itu tak ada alasan untuknya berlama-lama diantara banyaknya orang yang mengantri. Sesampainya di kelas ia bergegas merapihkan barangnya, menggendong tasnya, dan hendak keluar kelas jika seseorang tidak menghadang langkahnya.

"Arunaaaa, lo dispen?" Arsy, teman sebangkunya bertanya.

"Iya."

"Mau nonton Kak Arjuna?"

"Jurnalis, bikin artikel." sahutnya acuh. "gue duluan." Aruna bergegas keluar kelas, setelah sebelumnya memastikan ada tidaknya surat dispennya.

Bersama rombongan eskul jurnalis yang lain, mereka menuju GOR tempat dilaksanakan pertandingan basket antar sekolah dilaksanakan. Sebenarnya Aruna harap-harap cemas. Mereka telat berkumpul, hanya 15 menit. Namun 15 menit itu mungkin bisa merugikan dirinya.

Suasana GOR ramai, tentu. Semua tiket habis terjual. Ini jam sekolah, namun anehnya Aruna merasa tidak ada bedanya dengan hari libur.

Well, mungkin banyak yang membolos.

Karena Arjuna.

Aruna mendengus. Berusaha mendengarkan instruksi adik kelasnya yang menjadi salah satu pengurus eskul jurnalis.

"Nanti Kak Aruna, Kak Mahesa, sama Kak Cecil bagian nulis artikel. Kalau Bobi, Fatih, Malik, dan Rendi bagian wawancara pemainnya." Arfan menjelaskan, Aruna menguap bosan mendengarnya.

Tugasnya dikerjakan tiga orang, namun Aruna tak berharap banyak. Pasti semua dilimpahkan padanya. Untuk alasan tertentu ia mendengus, adik kelasnya terlalu banyak bicara, padahal pertandingan tinggal beberapa menit lagi.

"Oke, nanti pulangnya bareng. Tunggu di parkiran tadi ya." mendengarnya Aruna bergegas menuju salah satu tribun penonton, paling depan dan anehnya kosong.

Selalu seperti ini. Tribun depan, kosong, untuk satu orang, seperti sudah diatur oleh seseorang.

Aruna tak peduli dua orang yang ditugaskan bersamanya duduk dimana, lagipula ia tak mengenalnya.

D e s i r e dTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang