🌙04 - Permulaan

87 8 1
                                    

Melibatkan perasaan dalam persahabatan adalah sebuah kesalahan.
S E M E S T A

"Lima hari lagi."

"Cuman lo doang utusan dari sekolah?"

Semesta menoyor pelan pipi Lentera. "Kan lo juga, bocil."

"Yeu, gue lupa tau."

Sudut bibir Semesta tertarik membentuk sebuah sudut yang membuat Lentera ikut tersenyum melihatnya. Lima hari lagi, olimpiade nasional itu akan segera dimulai. Mereka berdua adalah kandidat tetap setiap kali olimpiade tahunan diadakan. Tak heran, prestasi mereka membuat nama mereka semakin menjulang dan menjadikan mereka dikenal tanpa perlu memperkenalkan diri.

"Kali ini, lo harus jadi juara pertama, Tera. Janji deh, kalo lo bisa dapetin itu, lo gue anterin kemana pun lo mau."

Lentera memicingkan matanya. Ia tersenyum tipis -licik. "Nggak ada tawaran lain?" tanya gadis itu. Jadi pacar misal, batinnya menambahi.

"Belum waktunya."

"Hm?"

"Nanti, suatu saat kalau gue udah yakinin hati gue."

Lentera terkejut. Bahaya jika Semesta mampu mendengarkan batinnya. Gadis itu kemudian melemaskan bahunya yang menegang. "Oh," jawabnya singkat. Lentera tak ambil pusing dengan pikiran gilanya. Ia yakin Semesta tak akan mendengarnya. Tetapi, dugaannya tak terbukti. "Lo nggak perlu jadi pacar gue. Gue nggak mau punya pacar macam lo."

Lentera tersenyum kecut, kemudian ia melangkahkan kakinya terlebih dahulu meninggalkan Semesta yang tengah tersenyum tipis.

Tanpa ia tahu, Semesta tengah membayangkan sesuatu.

Tentang Lentera, gadisnya.

- S E M E S T A -

Semesta sampai di kelasnya, ia kemudian melangkah menuju bangkunya. Di sana ia disambut oleh Bima, teman sebangkunya sekaligus sahabatnya.

"Asem banget muka lo, habis ngapain?" Semesta tak menyahutnya, ia asyik memainkan ponselnya.

"Ngomong-ngomong, udah dapet orang yang pas buat prom?" tanya Bima lagi.

"Belum."

"Lentera?"

"Gue nggak tau."

Bagi Bima, susana sangat canggung. Ia tak tau harus bertanya apalagi kepada Semesta. Ia kemudian hanya memainkan ponselnya, sama seperti yang Semesta lakukan.

"Gimana sih rasanya punya pacar?"

Bima memutar kepalanya sambil terkejut, "Enak. Mau makan ada yang ngucapin, mau futsal ada yang nyemangatin."

"Mama gue, tuh."

Bima menatap Semesta malas, temannya yang memiliki wajah tampan itu ternyata awam masalah cinta. "Gue pengen banget deh, suatu saat punya pacar yang lucu," Semesta menatap plafon kelas dengan senyum mengembang.

"Pacaran sama lutung aja."

Semesta memutar bola matanya. Bima benar-benar tidak paham yang dimaksud olehnya. "Maksud gue, yang nggak pecicilan, pendiem, nggak banyak omong lah."

Pada saat bersamaan, Lentera berniat memasuki kelas Semesta. Mendengar perbincangan Semesta dan Bima, Lentera mengurungkan niatnya. Ia bersembunyi di balik pintu.

S E M E S T AWhere stories live. Discover now