Prolog

65 1 0
                                    

"Kita break up dulu ya," ucapku.

"Biar aku jelasin lagi ya, kamu cuma salah paham Ca!" ungkap pria jangkung itu.

Penat. Itu yang saat ini kurasakan. Benar risiko menjalin hubungan pasti ada, cepat atau lambat. Kisah pacaran kami berakhir di Februari. Mungkin ini jalan yang paling dewasa yang kami pilih untuk sama-sama mengendorkan syaraf tegang selama ini. Usia yang menginjak kepala dua ini ternyata benar sudah dewasa, kami dapat menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Meski awalnya disatu pihak masih alot untuk berpisah. Sebenarnya tidak hanya dia yang merasa berat mengakhiri semua ini, karena dipihak lain yaitu aku juga merasakan hal yang sama. Hingga titik terang sebuah keputusan untuk putus dengannya adalah jalan yang paling bak saat ini. Hubungan yang kami jalin selama dua tahun terakhir ini, banyak mengalami pasang surut. Ya, wajar saja. Sifat bosan dan perbedaan pendapat setiap kepala pasti berbeda.

"Baik Ca, mungkin kita sama-sama butuh waktu untuk introspeksi diri." Ujar pria itu pada akhirnya.

Aku menatap mata Bintang berbinar seolah akan meneteskan air sepertiku. Aku yang terus meneteskan air mata mencoba meneguhkan hati. Jodoh tak kan ke mana bukan? Batinku dalam hati.

"Boleh aku memelukmu untuk saat ini?" tanya Bintang dengan suara pelan.

Aku semakin sesenggukan. Aku mendekat dua langkah. Pria itu mendekapku lama sambil membisikkan sesuatu, "mungkin kita hanya butuh waktu untuk pendewasaan diri. Tunggu aku. Jika kita ditakdirkan bersatu, aku akan datang kepadamu lagi."

Setetes dua tetes air jatuh di kepalaku. Pria jangkung nan kurus itu menangis di hari itu.

Perih. Itu yang kurasa. Bagaimana tidak? Aku membuat orang yang kucintai menangis karenaku. Meski sebenarnya akulah pihak yang selalu menitikkan air mata untuknya. Ahhhh aku sakit jika mengingat hal itu!

DONT FORGET TO VOTE!!!

SEMOGA SUKA :*

MY FREAKY BOYFRIENDWhere stories live. Discover now