MPL-27

19.5K 1.2K 9
                                    

Dret..dret..!!

Ponsel Rora bergetar, ada panggilan masuk untuknya. Nama Sterli tertara di sana. Mengapa Sterli menelponnya? Bukankah hari ini dirinya libur? Tak menunggu lama Rora segera mengangkat telpon tersebut.

"Apa?!" Mata Rora membulat mendengar apa yang teman kerjanya itu katakan di seberang sana. Apakah semua yang ia dengarkan itu benar? Semoga saja tidak. Itulah harapan Rora saat ini.

Usai memutus telponnya, Rora segera mengganti baju dan merapikan dirinya dengan cepat.

Setelah mengunci pintu Rora berlari menuju halte. Ia harus sesegera mungkin sampai disana. Ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Pikiran Rora kacau. Bus tidak kunjung datang. Ia terus memikirkan bagaimana keadaan pria itu sekarang. Jika bukan karena dirinya, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

Lima belas menunggu akhirnya bus pun datang. Rora segera memasukinya dan berharap semoga ia dapat cepat sampai di sana.

*****

Bruk..! Bruk..! Bruk..!

Suara langkah kaki terdengar di loring-lorong rumah sakit. Seorang wanita berlarian tak peduli sekarang ia berada dimana.

Brak..!

"Juan, lo nggak papa." Rora berhenti dengan napas terengah-engah. Ia menatap seseorang di depannya itu getir. Wajah yang dipenuhi lebam dan salah satu tangan yang diperban.

"Gue nggak papa kok. Masuk!" Juan memberikan Rora senyuman tulusnya yang membuat Rora semakin merasa bersalah.

"Jangan sedih gitu, gue nggak apa-apa. Jangan berlebihan gitu deh." ucap Juan sembari tertawa.

"Nggak apa-apa gimana? Lebam banyak banget gini lo bilang nggak apa-apa? Terus nih tangan, kalau nggak apa-apa kenapa diperban?" balas Rora mulai kesal. Ia mengambil kursi dan duduk di samping ranjang Juan.

Juan yang mendapatkan omelan itu hanya tertawa. Ia sudah lama tidak mendengar omelan Rora. Ia senang wanita itu kini menghawatirkan dirinya.

"Maaf," ucap Rora sangat bersalah.

"Kenapa lo minta maaf?" tanya Juan penasaran. Ia memeng tak tau apa-apa sekarang ini.

"Gara-gara gue lo jadi kayak gini." Juan mengerutkan darinya. Ia tak tau apa maksud dari perkataan Rora.

Rora membuang napas berat. Ia tak tau harus bagaimana menjelaskannya kepada Juan. "Ini semua pasti ulah Devan."

"Devan? Cowok yang di mall itu?" balas Juan mengingat. "Apa hubungannya sama lo?"

Hening. Rora tak menjawab sedikitpun. Ia tak tau harus menjawab apa sekarang ini. Pacar? Suami? Manatan suami?

"Biar gue tebak. Cowok itu mantan pacar lo yha? Terus cewek yang tadi tunangannya. Berarti dia udah putus sama lo. Terus kenapa cowok itu cemburu liat gue jalan sama lo?"

Lagi lagi Rora terdiam. Ia sendiri juga tidak tau mengapa Devan melakukan semua itu. Apakah pria itu tidak mau dirinya bahagia?

"Sory, gue buat lo inget kejadian semalem yha?" ujar Juan melihat Rora terdiam. Apakah ia membuat kesalahan?

*****

Hari semakin sore. Suasana caffe, semakin ramai. Tak ada waktu yang dapat digunakan Rora untuk beristirahat. Dirinya bagitu lelah hari ini.

"Rora!" Baru saja Rora akan menjatuhkan tubuhnya, ia kembali dipanggil oleh salah satu teman karyawannya. Mengkin ia benar-benar tidak dapat istirahat sebelum malam nanti.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now