[3]Prolog • Na Jaemin

497 45 2
                                    

Na Jaemin, lelaki berumur 17 pada tahun ini. Memiliki seorang adik yang paling dia sayang, Park Jisung. Ya, bukan adik kandung. Karena sebenarnya aku memiliki posisi seorang adik, bukan kakak. Kecelakaan itu menggeser posisiku sebagai adik. Kecelakaan yang merupakan kesalahan terbesarku.

Aku pergi dari mereka, aku pergi jauh, disaat mereka fokus pada Jeno hyung. Hingga aku ditemukan oleh sebuah keluarga, dibawa, dan dirawat sampai aku berumur 7 tahun. Keluarga Jung. Mereka harus pergi ke Amerika, meninggalkanku. Aku pun memutuskan untuk kembali ke rumah, berharap menemukan keluargaku, namun nihil. Kosong. Hingga saat ini aku tinggal di rumah yang sama, dengan Park Jisung yang kutemukan di jalanan. Beruntung ada beberapa uang sisa berserakan di rumah, tabunganku dan tabungan ayah. Aku menghemat. Uang itu kugunakan untuk menyekolahkan Jisung. Aku hanya belajar apa yang Jisung pelajari. Aku tidak sekolah. Saat Jisung sekolah, aku bekerja. Aku bekerja di sebuah cafe. Beruntungnya pemilik cafe itu sangat baik dan mau menerimaku. Johnny hyung.

___

"Ini.."

"Aku tidak menjualnya, hanya menjual sebagian furnitur nya"

Aku masuk ke dalam rumah bersama ibuku, ya.. ibuku. Kami bertemu di depan cafe tempatku bekerja. Aku awalnya tak menyadarinya, tiba tiba dia memelukku dari belakang. Aku kaget. Namun aku juga senang dan bahagia, ia kembali dan juga mendengar..

saudara kembarku itu sehat.

"Jisungie?" panggilku begitu menginjakkan kaki di dalam rumah. Aku meninggalkan mama dan berjalan ke arah kamarku dan Jisung. Iya, kami tidur sekasur, karena Jisung tidak ingin jauh jauh dariku. Ku mengintip kedalam dan dan mendapati adikku itu sedang tidur nyenyak. Aku tidak ingin mengganggunya, jadi aku menyusul mama.

"Maaf ma, tidak rapi. Aku belum sempat beres beres"

"Kau hutang penjelasan, Jaemin"

Aku menghela nafas.

"Maaf.. bunda.."

Ia tercekat. Dapat kupastikan itu. Sudah, mungkin 14 tahun lebih aku tidak memanggil mama dengan sebutan 'Bunda'.

"Jelaskan, Jaemin"

"A-aku hanya merasa bersalah.. karena aku Jeno hyung... harusnya aku tidak lari saat itu. A-aku tidak bisa.. ma.."
Air mataku jatuh. Dan perlahan aku merasakan kehangatan, mama memelukku.

"Shh.. yang penting Jeno sudah sehat.. mau tinggal bersama mama lagi? Kita bisa membawa Jisung, Jeno juga pasti senang bisa bertemu Jisung tapi.."

Aku mendongak.

"Jeno kehilangan ingatannya. Ia sama sekali tidak bisa mengingatmu, dan maaf, mama tidak bisa berbuat apa apa kau tahu- "

"Ia akan semakin tersiksa bila melihatku. Aku tahu itu. Jadi aku lebih mending untuk berdiam disini, jauh dari semua orang. Aku sudah terlanjur memulai hidup baru disini, mama.. jadi maaf. Tapi mama boleh mengunjungiku kapan saja"

"Jaemin.."

"Maaf"

"Biarkan mama membantu perekonomian mu, hm? Sekali ini saja. Mama akan beri kamu dan Jisung uang setiap minggu untuk kebutuhan"
Aku menggeleng menolak. "Maaf, Jaemin memilih buat berjuang lagi. Jisung sudah menjadi tanggung jawab Jaemin, maaf, aku menolak." Baru saja mama ingin berkata, kamar terbuka, menampakkan Jisung yang sudah bangun dari tidur siangnya. Aku langsung menghampiri dan merengkuh badannya. "Hyung, ada siapa?" tanyanya. "Keganggu ya? Maaf, mama kandunh hyung datang" ujarku. Ia membelakkan mata sipitnya. "Mau ketemu dong hyung!!" pintanya. Aku langsung menuntunnya ke ruang tamu, tempat dimana mama berada.

"Ma.. ini Jisung. Jisung, ini mama kandung hyung" Jisung terlihat antusias.

"Halo... ehm..."

"Bunda saja, lagipula kamu adiknya Jaemin kan?" Ujar mama lalu memeluk Jisung. Jisung sendiri sepertinya nyaman dengan pelukan mama. Aku senang melihatnya, jujur. Adik yang kusayangi, dapat berinteraksi dengan baik dengan ibu kandungku.

___

Aku gugup. Saat ini aku ada di depan kediaman keluarga Lee. Aku, Jisung dan mama. Terpaksa tentunya. "Ayo masuk, papa kamu udah nunggu sama kakak kembar dan tirimu" ujar mama lalu masuk. Kami memberanikan diri untuk masuk.

"Eoh, ini Jaemin?" Tanya seseorang yang kupastikan itu ayah tiriku. Ada juga seorang pemuda disana, Mark hyung, kata mama yang merupakan kakak tiriku. "I-iya" balasku. "Ahh bukannya kau Jisung sahabat Chenle?! Chenle menceritakan tentangmu tadi saat kita bertemu" ujar pemuda itu. Jisung hanya mengangguk. Wajar, ia masih asing dengan lingkungan ini. "Perkenalkan, Mark Lee, kakak tirimu- kalian maksudku. Selamat datang" balasnya ramah. "Terima kasih, Mark hyung" meski gugup, aku tetap bisa berbicara lancar.

"Mark, bisa kau panggilkan Jeno? Dan tolong anggap jika Jaemin itu sepupunya, oke?"

"Baik ma, sepertinya ia sedang belajar untuk masuk ke sekolah barunya"

Ah, sekolah ya.. Meski pernah mencicipi bagaimana sekolah itu, bohong jika aku tidak merindukannya. Sejujurnya aku rindu kedua sahabatku, dulu kami sering sekali bersama. Nama mereka Renjun dan Haechan. Aku, Jeno, Renjun, dan Haechan kerap dibilang saudara sangking dekatnya. "Jaemin, kau sekolah dimana?" tanya papa Donghae. "Aku tidak sekolah, aku memilih untuk menyekolahkan Jisung" balasku. "Baik sekali kamu, tipe kakak idaman semua orang" balasnya mengusak rambutku dan Jisung. "Ah, lalu bagaimana materimu?" Tanya nya lagi. "Aku terkadang ke perpustkaan kota bila tak ada pekerjaan, jadi aku masih bisa mengejar materi meski tidak sekolah" balasku.

"Benar benar rajin, berbeda dengan Mark dan Jeno"

"Apa namaku dibawa bawa?"

Aku tercekat. Itu ia, saudara kembarku, Na Jeno- ah, Lee Jeno.

"Kau siapa?"

Sakit. Itu yang kurasakan. Saudara kembarmu, kakakmu sama sekali tidak bisa mengenalimu. Perlahan aku sadar semua orang mengalihkan atensinya kepadaku, dengan tatapan yang iba. Aku pun memberi tahu mereka bahwa aku tak apa apa, meski hanya dengan tatapan mata.

"Hai Jeno, aku Na Jaemin. Sepupumu. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu"

Kulihat dia bingung.

"Ahh apa kau Nana yang dimaksud mama? Kalau benar senang bisa bertemu denganmu akhirnya! Aku Lee Jeno"

Lee, ya? Seharusnya itu 'Na', Jen. Kita sedarah, lahir dari rahim yang sama. "Ah aku lupa, perkenalkan adikku, Na Jisung" ujarku lalu mendorong Jisung mendekat ke Jeno.

"Kalian sepertinya bisa bergaul dengan baik. Mata kalian sama sama sipit" gurauku. Aku ingat aku dulu sangat sering mengejek Jeno karena matanya yang sipit itu. Siapa sangka adikku ternyata juga bermata sipit. "Ck, baru saja bertemu sudah menyebalkan sekali kau" balasnya. Aku tertawa. Sisa malam itu kita gunakan untuk berbincang dan makan hidangan yang disiapkan mama.

"Jaemin, kau menginap saja. Ada kamar kosong, pakai saja. Kau dan Jisung bebas mau menginap disini"

"Terima kasih, paman"

"Oh ya Jaem, kau sekolah dimana? Apa kita satu sekolah?"

"Em.. " aku kebingungan. "Jaemin berbeda sekolah denganmu sayang, sekarang biarkan sepupu itu makan dengan tenang, hm?" ujar mama, menyelamatkanku. "Jaem, kau kan sudah sekolah, bantu aku belajar lah! Sistem Kanada sudah pasti beda dengan di Seoul" pintanya. "Tenang, Jisung biar bersamaku. Hitung hitung kita kembali membangun hubungan saudara" ujar Mark hyung. Aku pun tenang dan menyutujui Jeno. Aku lupa.

Na Jaemin akan selalu unggul daripada Jeno di bidang pendidikan. Itu mutlak.

Namun Na Jeno akan selalu unggul daripada Na Jaemin di bidang fisik dan yang memerlukan tenaga.

Intinya, kami saling melengkapi, bukan?

___

To Be Continued

Jumeaux • njm ft. ljn ✓Where stories live. Discover now