☕ Kejujuran ☕

226 29 4
                                    

Aku mau ngomong makasih dulu buat kalian yang masih setia nungguin METRONOME update, padahal udah sebulan digantung. Dengkiu banget pokoknya. Semoga kalian masih nyambung sama ceritanya yak😂
Dengkiu squad, lobiyu🤟🤟

🧡Happy Reading🧡

==============================================

          Kembali lagi ke rumah ini.

Tempat yang seharusnya asing buat gue.

Tapi sesak banget begitu ninggalin tempat ini dengan kejadian yang sama sekali bukan hal baik.

Air mata Sharen luruh, namun tak nampak berkat guyuran hujan yang telah lama menemaninya merenung.

Jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya pun sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi tak membuat Sharen ingin segera masuk. Ia suka situasi ini.

Rasa sakit saat air hujan mengenai seluruh badannya membuat Sharen lebih tenang. Sharen menyukai ini. Ia lebih tenang sekarang. Ditambah dengan lampu taman yang temaram mencoba menghangatkan suasana.

Sharen mencoba melepaskan senyumnya sambil sesekali memutar badan seolah ia menari dengan bayangannya sendiri. Ia tau ini kekanakan, tapi ini menyenangkan.

Di tengah kesenangannya, Sharen mendapati sebuah bayangan berpayung yang perlahan mendekat ke arahnya.

Dan bayangan itu adalah milik Dikta.

Laki-laki yang sudah lama memperhatikan Sharen dari beranda lantai atas.

Sharen masih enggan mengalihkan perhatiannya pada bayangan itu sampai ia melihat bayangan tangan yang terulur diikuti oleh sebuah payung yang tergeletak di rumput taman.

"Sharen gue minta maaf!" ucap Dikta berusaha mengalahkan suara hujan.

Laki-laki itu meraih kedua tangan pucat Sharen yang sudah tampak keriput karena dinginnya air hujan.

.
.
.
.
.


       "Gue minta maaf atas kepecundangan gue, Share." akhirnya Dikta berhasil mengucapkannya. Rasa bersalahnya kini mulai sedikit luruh.

Kedua manusia itu duduk di bibir kolam membiarkan sepasang kaki mereka menggantung terendam air kolam. Hujan belum reda pun bukan halangan bagi mereka untuk berbincang di tempat itu.

Dengan sesekali menyibak rambutnya yang lepek, Dikta tetap berusaha mengunci pandangannya pada kedua manik mata Sharen yang sudah nampak memerah.

Gadis yang berada di hadapannya itu hanya menggeleng kecil, "Ini bukan kesalahan lo, Ta." cicitnya dengan bibir yang bergetar, ntah karena ia kedingingan ataukah karena tangisannya yang membaur dengan air hujan.

"Kalau aja gue gak sebodoh itu buat minta lo pergi, gue yakin ini semua gak bakal kejadian,"

"Malam itu gue benar-benar gak bisa maafin diri gue sendiri, Share. Gak harusnya lo ngelewatin malam itu." ucap Dikta menunduk dalam dengan bahu bergetar.

Tanpa air mata ataupun isakan, Sharen tau bahwa Dikta sedang menangis saat ini.

Tangan Sharen bergerak perlahan untuk meraih pundak Dikta, namun laki-laki itu mengusap kasar wajahnya diikuti dengan gerakannya menyibak rambutnya, membuat Sharen secepat mungkin menarik tangannya kembali.

"Lo punya alasan untuk ngelakuin itu, Ta. Gue aja yang gak punya alasan buat nyari tempat yang lebih aman dari tempat itu." tutur Sharen berusaha menatap dalam ke mata Dikta yang sekarang kembali mengunci pandangannya.

Kamu akan menyukai ini

          

"Makasih karena lo masih peduli sama gue." lanjut Sharen mengangkat ujung senyumnya.

Dikta terkekeh saat melihat Sharen kembali tersenyum.

"Kenapa?" tanya Sharen dengan senyumnya yang makin pudar.

Dikta lanjut terkekeh kemudian menepuk pelan ujung kepala Sharen, "Gue lega sekarang."

Blush

Di bawah hujan yang membuat Sharen menggigil sejak beberapa waktu lalu, tiba-tiba Sharen merasa seluruh tubuhnya menghangat atas perlakuan Dikta padanya.

"Masuk gih, lo bisa sakit, ini udah malam. Langsung mandi dan keringin rambut lo sebelum tidur." tutur Dikta lagi. Sharen mengangguk patah-patah sebagai jawabannya.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Sharen berlari kecil meninggalkan Dikta yang juga beranjak meninggalkan kolam.

***

      Usai mengeringkan rambutnya, Sharen yang sudah mengenakan piyama berjalan ke arah dapur untuk membuat minuman hangat.

Badannya terasa tak baik-baik saja setelah hampir 2 jam diguyur air hujan. Jadi ia menyiapkan air mendidih berniat menyeduh teh.

Nyiauw

Di sela kegiatannya menunggu air mendidih, seekor anak kucing bermain-main di ujung kakinya.

"Hai, Nyiang." untuk waktu yang lama Sharen tak menyapa makhluk kecil berbulu putih bersih itu. Ia tersenyum dan segera berjongkok untuk melihat kucing itu lebih dekat.

Klek

Sharen mendangak saat mendengar suara pematik kompor di atasnya.

"Sampai sekarang gue masih nunggu lo balik lagi jadi Sharen yang bawel." lontar orang yang memutar pematik kompor tadi.

"Lo mau bikin teh?" tanya Sharen sebagai sahutan.

Dikta hanya mengangkat kedua alisnya, "Gue gak suka teh, lo lapar gak?" ucap Dikta mengoles teflon dengan margarin.

Sharen menggeleng sambil memperhatikan Dikta yang bergerak mengeluarkan beberapa iris roti dari plastik.

Dikta tersenyum kecil, "Toaster nya rusak pas gue pakai beberapa hari lalu, jadi harus bikin manual."

"Jangan bilang bunda kalau gue yang rusakin ya." lanjut Dikta sambil berbisik walau bundanya pun belum pulang dari rumah sakit.

Sebuah kekehan kecil mencuat di wajah Sharen, "Emang kenyang makan 2 helai roti panggang setipis itu?" tanya Sharen.

"Mau gimana lagi? Tunggu sarapan dari Mbak Lila aja besok."

Merasa kasihan, Sharen melangkah ke arah kulkas dan melihat apa yang ada di dalam sana, kemudian ia juga melihat sisa nasi.

"Kalau lo mau nunggu sebentar, gue bisa buatin nasi goreng buat lo. Tapi gue gak bisa bikin yang terlalu ribet." ucap Sharen menawarkan diri sembari menunggu airnya mendidih.

"Boleh, kalau lo keberatan." cengir Dikta dan dijawab anggukan kecil oleh Sharen.

Rasanya sifat mereka sekarang berketerbalikan. Sharen yang lebih pendiam, dan Dikta lebih ekspresif.

.
.
.
.
.

        Sharen masih duduk menemani Dikta yang menghabiskan makan malamnya. Sambil memperhatikan pendaran sisa-sisa hujan yang terkena pantulan sinar lampu, Sharen menangkup gelas porselen.

"Gue gak tau kalau lo sama Bang Karel gak datang malam itu." cicit Sharen begitu saja.

Dikta yang tengah asik mengunyah merasa terpanggil dan dengan segera ia mengangkat pandangannya. Dan Sharen tengah menatap sayu ke arahnya.

Tak tau harus menjawab apa, Dikta memilih untuk melanjutkan kegiatan makannya, dan Sharen juga tak melanjutkan lagi perkataannya.

"Gue tau lo lebih nyaman berteman sama Nuga, Share. Tapi dia terlalu wanted untuk lo jadikan teman lawan jenis, gue harap lo ngerti maksud gue." ucap Dikta saat makan malamnya telah tandas.

"Dari awal lo jadi murid SMA Garuda dan kenal sama Nuga, hal yang gue harapkan adalah lo gak terlalu dekat sama Nuga. Gue bukannya gak suka lo punya teman, tapi Nuga bukan orang yang tepat bukan dijadikan teman,"

"Cakupan Nuga terlalu luas, sebagian besar anak Garuda pasti akan ngelakuin apapun buat bisa berteman sama dia. Dan itu pastinya akan ngundang kecemburuan sosial saat ada orang baru yang mendadak dekat sama Nuga."

"Gue cuma takut lo kenapa-napa, jadi tolong jauhin Anugerah ya."

***

Selamat hari Rabu🙌





12:01 PM
18/11/2020

METRONOME [SELESAI]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang