HARI YANG INDAH DI TAHUN YANG BARU

5 0 0
                                    


"Selamat pagi Pak Kosim" aku menyapa satpam yang sedang menikmati kopinya di posnya.

Laki-laki paruh baya itu tampak kaget mendengar sapaanku dan berdiri.

"Eh, Bu Maura. Selamat pagi Bu. Pagi sekali datangnya bu?" balas Pak Kosim

"Pak Aidan juga barusan datang" tambah pak Kosim

aku mengangguk dan tersenyum "Aidan juga sudah datang? Oke pak Kosim, saya masuk dulu ya"

Pak Kosim membalas tersenym mengantar kepergianku.

Aku melangkah ringan menuju ruanganku. Memang belum banyak orang yang datang ke kantor pada pagi ini ditambah lagi hari ini merupakan hari pertama di tahun yang baru.

Melangkah masuk ke ruangan yang membesarkanku dan menjadikan aku seperti ini. Mencapai target pemasaran ditahun yang lalu dan menjadikan timku tidak dipandang sebelah mata lagi. Aku yang telah menjabat sebagai Kepala Bagian Pemasaran sejak enam bulan yang lalu dan diberi tantangan untuk melakukan penjualan rumah sesuai target.

Aku melihat Aidan yang sedang menyeduh kopi di pantry.

"Pagi Aidan!" aku menegur Aidan dengan suara yang cukup mengejutkannya dan sesuai perkiraanku Aidanpun kaget mendengar sapaanku.

"Asem loe, hampir tumpah nih kopi gue"gerutu Aidan

Aku tertawa mendengar gerutuan Aidan,

"Aidan ganteng, buatin aku juga dong kopinya?!!" melasku menatap Aidan dengan mata mengiba

"Semproll.iya gue buatin. Sono gih pergi keruangan elo. Gue sumpek kalo ada elo dipantry yang sempit ini ndut" usir Aidan.

Aku mengendipkan sebelah mataku dan tersenyum kepada Aidan. Dan berlalu meninggalkannya di pantry menuju ruanganku.

Aku dan Aidan sudah berteman sejak kami dibangku SMU. Bahkan Aidan sudah dianggap oleh keluargaku bagian dari keluarga. Sejak kepergian kedua orangtuaku karena kecelakaan pesawat, Aidanlah yang selalu berada disampingku untuk menyemangatiku. Sebelumnya kami tidak begitu akrab. Kami adalah rival dalam meraih gelar juara di sekolah.

Wafatnya orangtuaku yang membuatku sakit selama seminggu karena shock dan menjadikan diriku pemurung yang selalu mengunci dikamar. Aidan datang kerumahku untuk menjengukku dan menyemangati.

Kesedihan itu sangat terasa sekali bagiku. Karena menjelang 3 hari sebelum ulang tahunnya ke 17, aku harus kehilangan kedua orangtuaku. Lalu Aidan datang membawakan kue ulangtahun dengan lilin 17 ke kamarku dengan memanjat jendela kamar yang berada dilantai 2. Aidan mengetuk jendela kamar dan mengancam akan menghancurkan jendelanya bila tidak dibukakan. Walaupun agak sedikit kaget dan kesal dengan tindakan yang akan dilakukan, tapi tak dipungkiri hal itu membuatku merasakan kebahagiaan tersendiri, saat oranglain mengkasihani diriku, akan tetapi Aidan mengisi relung hatiku yang bolong karena kesedihan yang kualami.

Sejak saat itulah, kami mulai akrab dan tak terpisahkan disekolah. Dari julukan rival menjadi anak kembar. Begitulah julukan yang diberikan oleh teman-teman di sekolah. Namun, persaingan untuk mendapatkan gelar juara di sekolah tetap kami lakukan. Disamping itu kami selalu belajar bersama dan nongkrong bareng sampai sekarang ini. Bahkan kedua keluarga kami saling mengenal kami sebagai sepasang sahabat. Orang tua Aidan yang telah pindah ke Yogyakartapun telah mengenalku begitupula dengan kakak-kakakku yang menjadi pengganti kedua orang tuaku, telah mengenal Aidan sebagai sahabatku.

"wooii..mnelamun aja loe ndut" sapaan Aidan mengagetkan aku yang sedang memandang keluar kaca jendela yang berada disamping mejaku.

Aidan meletakkan kopi yang telah dibuatnya didepanku.

Aku tersenyum.

"terimakasih Kung" aku mengambil kopiku dan menghirup aromanya.

"Kung" singkatan dari Jangkung merupakan panggilanku kepada Aidan. Karena tinggi badannya yang hampir 190 cm dan tubuh yang terbilang kurus dimataku. Sedangkan Aidan memanggilku "ndutt" singkatan gendut karena kesukaanku terhadap coklat dan dibandingkan teman-teman SMU, badanku termasuk yang paling bongsor.

Aidan duduk di sofa tamu depan meja kerjaku. Dan aku mengikutinya.

"Enak kopinya ndutt" tanya Aidan.

"Enak pake banget...siapa dulu yang buat" aku mengedipkan sebelah mataku ke Aidan.

"Trus gimana rencana elo tahun ini".

"Enaknya gimana ya Kung? Untuk menaikan target penjualan rumah"

Aku meminum kopiku perlahan. Kebiasaan yang selalu kulakukan adalah selalu memegang gelas kopi dengan kedua tanganku.

Aidan menatapku, merasa diperhatikan aku kembali membalas menatap Aidan.

"Menurut elo, waktu elo ambil rumah yang di Bintaro alasannya apa?"

"Dekat kantor"

"Trus?".

"Dekat akses kemana-mana".

"Coba ambil syarat itu sebagai target penjualan kita tahun ini dan tambahkan harga murah untuk rumah. Jadi intinya target elo adalah konsumen yang ingin memiliki rumah didaerah yang bisa akses kekantor tapi dengan harga terjangkau" jelas Aidan.

Aku manggut-manggut mendengar penjelasan Aidan.

"Benar juga loe ya,Kung!"

"Tapi, sebelum memantapkan yang elo jelaskan sebagai target kita. Kita harus survey pasar dulu. Bagaimana minat pasar terhadap rumah yang diidamkan"

"Terus, elo kapan mau survey pasar ndut?" tanya Aidan sambil meminum kopinya.

"Nanti deh, setelah rapat awal para pemegang saham dan direksi. Gue paling hanya bisa jelaskan ini sebagai konsep mentah kita sebelum dimatangkan" aku menghabiskan kopiku yang tinggal setengah dan meletakkan di meja depanku.

Aidan mengambil gelasku yang telah kosong dan berdiri

"Kalau gitu, elo jelaskan juga ke tim kita saat briefing nanti. Mungkin rekan-rekan yang lain ada ide" jelas Aidan dan berjalan keluar kantorku.

Aku hanya mengangguk

"Terimakasih ya Kung atas ide dan kopinya"

Aidan menoleh kearahku.

"Everthing for you, ndut" Aidan mengedipkan sebelah matanya.

Aku tersenyum atas prilakunya.

"Kung!!" aku panggil kembali

"Ada apa lagi ndut?" Aidan menoleh ke arahku.

"Beneran elo gak mau pindah ke rumah gue?" tanyaku sambil nyengir.

"Si bego ini masih aja membahas itu. Jawaban gue tetap sama. Tunggu aja saatnya tiba. Udah ah, tuh anak-anak udah pada datang gak enak dilihat kita masih ngobrol" Aidanpun berlalu keluar sambil membawa gelas kopi kami yang telah kosong.

Aku lihat keluar, timku sudah mulai berdatangan. Pantas saja Aidan segera mengambil jarak agar tim penjualan tidak terlalu mempermasalahkan hubungan kami yang sangat dekat.

Cinta MauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang