Perlombaan

4 0 0
                                    

Laki-laki berkumis itu, menjabat tangan Bang Idhang, tak lama kemudian keduanya terlibat perbincangan serius. Kuikuti gerak-gerik mereka di sela melayani pembeli. Rasa penasaranku yang menggebu akhirnya terbayar sudah, karena tak lama kemudian setelah keadaan warung sepi, Bang Idhang melambaikan tangannya ke arahku.

Tanpa banyak pikir, aku langsung melesat, duduk di samping Bang Idhang dan menyimak apa yang akan disampaikan sebapak yang tumben main ke warung kami, padahal aku tahu sejak kedatangan kami ke mari dan tahu kalau kami juga berjualan, ia selalu memasang tampang jutek.

“Jadi begini Mbak, ini tadi saya sudah ngobrol bareng Masnya soal ini,” ujar laki-laki berusia sekitar 40 tahunan seraya menyodorkan sebuah tabloid masak-memasak ke arahku dan menunjukkan sebuah tulisan ‘Lomba Masak  Nusantara' Aku memandang ke arah Bang Idhang, meminta penjelasan.

“Ya, jadi gini dik, Pak Sunar ...”

“Panggil saja saya Pak Kumis, orang-orang lebih mengenal saya begitu,” potong Pak Kumis. Bang Idhang mengangguk, kemudian menjelaskan padaku kalau beliau Pak Kumis mau mengajak untuk mengikuti lomba ini.

“Iya, karena saya lihat adik berdua ini banyak juga pelanggannya. Pasti tahu lontongnya mantap, selain itu yang di lombakan adalah masakan nusantara, saya yakin sudah masterlah kalau soal itu,” ucap Pak Kumis, dibarengi tawa yang menggelegar. Aku curiga tawanya itu mengandung sesuatu, tapi apa?

Bang Idhang pun, mengucapkan terima kasih karena sudah diberi informasi yang menarik dan ... dengan penuh keyakinan pula ia menyatakan keikutsertaan kami pada perlombaan itu hari Minggu lusa. Tentu saja tatapan mata menghujam, langsung ku alamatkan pada Bang Idhang.

“Ada apa sih Dik?” tanya Bang Idhang dan pertanyaannya itu kubiarkan saja mengantung, aku memilih untuk melayani pembeli. Lagian orang macam Pak Kumis kok ya diladeni.
Malamnya seusai menutup warung, kembali Bang Idhang menanyakan alasanku mengapa aku terlihat kurang suka dengan kehadiran Pak Kumis juga soal tawaran lomba itu. Aku berdecak kesal dan justru balik bertanya “Memangnya kelihatan banget ya mukaku kalau nggak suka sama seseorang?”

“Hmm, banget! Udah kayak Mak Lampir, kurang ngeluarin kuku-kukunya aja buat nerkam,” gurau Bang Idhang sambil tergelak. Langsung aja cubitanku mampir di lengan tangannya, hingga suara teriakan mengaduh menghentikan tawanya.

Tak seperti biasanya, pukul 11 malam, mataku belum juga dapat terpejam, padahal siang tak sempat istirahat barang sejenak. Kuedarkan pandangan di antara remang cahaya lampu kamar, tabloid itu ... yang tadi di bawa Pak Kumis, tergeletak begitu saja di atas meja kayu tempat aku menaruh sisir, minyak wangi dan sebuah lipstik, jangan di tanya soal peralatan make-up lainnya, harta benda yang kumiliki ya hanya itu, karena memang aku tak pandai berdandan.

Kulirik Bang Idhang yang tengah tertidur pulas di sampingku, dengan berjalan mengendap aku meraih tabloid itu.
LOMBA MEMASAK
(Kreasi Menu Nusantara)

3 Maret 2019
Pukul 08.00 WIB
Lapangan Rampal, Malang

Dengan total Hadiah Rp. 7.000.000
Untuk Informasi & Pendaftaran :            Pendaftaran :
1. Novi : 081 216 778 999                     1-28 Februari 2019
2. Rena : 085 632 323 841

Menarik juga. Ups, ke mana perginya rasa kesal kok seolah menguap begitu saja. Ya, benar tiba-tiba aku berubah pikiran bukan karena aku sudah bisa menerima sosok Pak Kumis tapi karena ada sejumlah hadiah dalam bentuk uang jutaan rupiah. Nothing to lose lah, mana tahu beruntung dan hadiah itu bisa untuk mengembangkan usaha kami.
Kulipat tabloid itu, untuk kemudian kembali berbaring mencoba memejamkan mata yang mulai terasa sepat, pukul 11.30 ku lirik jam di handphone yang tergeletak di sebelaku. Beberapa kali menguap hingga akhirnya jatuh tertidur.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 25, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mengapa Senja? Where stories live. Discover now