4

971 50 7
                                    

"Dek, ayo berangkat."

Galih segera menarik paksa lengan adik perempuannya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan semua kekacauan yang terjadi di rumahnya pagi itu. Barang-barang yang pecah, pekik mengerikan Ibu, dan bentakan Ayah. Itu semua sudah biasa. Ayah main perempuan lagi, Ibu yang sudah lama mengidap semacam gangguan mental. Semua itu hanya akan jadi bumbu yang tidak ada habisnya dalam rumah tangga mereka. Tiada hari tanpa bencana kalau kata galih. Dan ia hanya bisa mencoba berdamai dengan itu semua

"Tapi, Mas--"

"Nanti kamu telat masuk kelas, Na. Mas nanti juga bisa telat ngantor," sela Galih, tidak mau dengar lagi alasan Ratna, adiknya.

Meski masih dengan tatapan enggan dan tidak tega pada ibu, Ratna pun akhirnya menuruti Galih. Ia memasang helm dan beranjak duduk di boncengan. Galih memacu sepeda motornya sampai stasiun terdekat, menurunkan ratna untuk melanjutkan perjalanannya ke kampus dengan KRL.

"Yang tadi gak usah dipikirin. Toh nanti reda sendiri," pesan galih tenang. "Belajar yang benar."

Ratna menatap melas sebelum akhirnya mengangguk patuh. Elusan tangan galih mendarat di atas kepalanya, memberi sentuhan yang terasa damai.

"Udah besar, harus jadi perempuan tangguh," ungkap Galih sekali lagi, diikuti senyuman yang membuat Ratna setidaknya merasa lebih tenang.

✨✨✨✨

"Mbak, beneran gak mau ikut kita-kita karaokean?"

Anjani si anak baru di tim kembali menanyakan hal yang sama pada kirana. Team leadernya itu sulit sekali untuk dibujuk. Padahal acara di malam itu khusus dibuat untuk merayakan kesuksesan tim mereka untuk penghargaan kinerja terbaik di pertengahan tahun, tapi Kirana sebagai leader malah tidak mau ikut.

"Maaf, An. Saya ada urusan penting. Saya betulan gak bisa ikut. Kalian have fun, ya."

"Yah, oke deh, Mbak."

Anjani menyerah. Dia tahu, Kalau kirana sudah bersikeras tidak akan ada yang bisa menahannya.

"Saya, duluan semuanya," pamit kirana terburu.

✨✨✨✨

"Mbak Kirana!"

Kirana lantas menoleh ketika suara itu memanggilnya dengan lantang.

"Galih?"

Masih seperti waktu itu, Galih kembali mendapati Kirana yang berjalan sendirian ke arah stasiun.

"Kamu kenapa gak ikut anak-anak karaokean?" tanya Kirana heran.

Galih mengangkat kedua bahu. "Nggak ada Mbak kirana, sih. Gak asik, ah." Tukasnya santai.

Kirana lantas menukikkan alis. "Hah?" ucapnya terheran

Galih lantas tertawa geli melihat reaksi atasannya. "Yuk, Mbak. Saya antar sampai stasiun."

Dan masih seperti waktu itu, Galih kembali menawarkan tumpangan dengan santainya.

"Gak usah. Saya jalan sendiri." tolak kirana begitu saja.

"Atau mau saya antar sampai rumah?" celetuk galih yang makin kedengaran nyeleneh.

"Ck!"

Cebikan kesal kirana dan wajah judesnya malah membuat galih semakin gemas dan geli.

"Yaudah, buruan jalan."

Karena malas dibuntuti oleh ocehan galih yang makin melantur, kirana pun lantas duduk begitu saja di boncengan.

Senyuman galih kali ini benar-benar tak bisa ditahan. Dia pun menyodorkan helm cadangan. Dalam hati merasa begitu menang.

"Siap, Ibu Bos! Ayo kita cabut!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sehangat KalbuWhere stories live. Discover now