part 5-Kiss And Tell

12.9K 492 15
                                    

Suara siulan penuh makna dari beberapa orang di kejauhan menyadarkan Reynald dan Grace. Reynald langsung menjauhkan bibirnya dari kening Grace dan bangkit dari posisinya. Tak lupa, laki-laki itu mengulurkan sebelah tangannya kepada Grace dan menarik gadis itu. Keduanya kembali pada posisi mereka semula. Duduk berdampingan. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Suara siulan dan sorak sorai dari beberapa orang yang menyaksikan adegan mereka tadi masih terdengar. Reynald melirik Grace yang berada di sampingnya sekilas dan tersenyum kecil saat melihat wajah memerah gadis itu. Grace bahkan terlihat sedikit salah tingkah. Hal itu membuat Reynald rasanya ingin sekali memeluk tubuh gadis itu.

            “Lo tau nggak Rey?”

            Reynald mengangkat satu alisnya saat mendengar suara Grace yang pelan. Rona merah itu sudah menghilang dari wajah Grace. Reynald bisa melihat Grace menatap danau di depannya dengan tatapan menerawang dan tersenyum sedih.

            “Apa?” tanya Reynald ketika dia melihat Grace hanya terdiam dan tetap tersenyum. Seperti ada sesuatu yang berkecamuk dipikiran gadis itu.

            “Seenggaknya, dalam hal ini, lo nggak sendirian.”

            “Maksud lo?”

            Grace menoleh dan bertatapan dengan Reynald. Grace semakin tersenyum meskipun matanya mulai berkaca-kaca. Kemudian, airmata itu mengalir turun tanpa bisa dicegah. Grace langsung menghapus airmata itu dengan punggung tangannya dan menarik napas panjang. Berusaha mengisi paru-parunya dengan oksigen sebanyak-banyaknya. Karena kenyataannya, saat ini dia kesulitan untuk bernapas dengan benar.

            Melihat Grace menangis, Reynald langsung merasa hatinya seperti teriris. Entah kenapa. Yang jelas, dia tidak ingin melihat atau mendengar Grace menangis. Dia tidak ingin gadis itu bersedih. Dia hanya ingin melihat Grace selalu tersenyum, tertawa dan bahagia. Karena dengan begitu, Reynald seolah bisa merasakan kehadiran Bunda. Wajah Grace benar-benar seperti obat penenang bagi Reynald, seperti kalau dia melihat wajah Bunda.

            Grace langsung melihat ke arah tangannya yang tiba-tiba saja digenggam oleh Reynald. Gadis itu seperti mendapatkan kekuatan dan kehangatan yang mengalir dari tangan Reynald. Begitu dia mengangkat kepalanya lagi, dia melihat Reynald tersenyum padanya. Senyum yang hangat. Senyum yang lembut dan tulus. Seolah Reynald berusaha untuk menenangkannya dan mengatakan padanya bahwa dia akan baik-baik saja. Bahwa Grace tidak perlu mengkhawatirkan apapun.

            “Nyokap gue juga udah meninggal. Sekitar empat tahun yang lalu.”

            Reynald cukup kaget mendengar berita itu, namun sebisa mungkin dia tidak menunjukkannya di depan Grace. Biasanya, seorang perempuan akan selalu bersedih atau bisa dibilang rapuh ketika mereka harus kehilangan Ibu mereka. Tapi yang dilihat Reynald, Grace sepertinya bisa bersikap tegar dan sabar. Dia selalu ceria apabila di kampus, tertawa, tersenyum, seolah tidak merasakan kehilangan ataupun kerinduan pada Ibunya yang sudah meninggal. Berbeda dengan dirinya yang seorang laki-laki. Dia justru seperti seorang yang sudah tidak mempunyai arti kehidupan lagi. Dia justru terlihat begitu rapuh dan hancur. Mengetahui kenyataan itu membuat Reynald menganggap dirinya begitu pengecut.

            “Terus, elo nggak—“

            “Sedih?” potong Grace. Gadis itu kemudian tertawa pelan dan menghembuskan napas keras. Rasa sesak itu tiba-tiba saja sudah memenuhi rongga dadanya. “Gue sedih, Rey... sedih banget. Tapi, karena waktu nyokap meninggal gue belum ada di kota ini, masih berada di Semarang, maka gue nggak terlalu larut dalam kesedihan. Sesekali gue mengunjungi makam nyokap kalau liburan sekolah tiba.”

FRENEMYWhere stories live. Discover now