2 - Fragile Bond

26 7 1
                                    

Sejak pagi, gedung aula jurusan fashion sudah dipenuhi orang-orang dengan kesibukan tiada henti. Panitia penyelenggara berseragam kaos putih dan celana jin hitam tersebar merata di dalam dan luar gedung. Beberapa sibuk memindahkan tanaman-tanaman sewaan dari vendor untuk dekorasi. Ada yang bergotong royong memasang dekorasi di atas panggung.

Aula yang seharusnya bisa menampung 1000 undangan kini berubah menjadi gang senggol dadakan. Panitia yang berwajah rupawan bisa menjelma serupa Hulk, sehoror jempolnya Thanos. Suara arahan koordinator masing-masing bagian yang semula lemah lembut menyemangati, bertransformasi menjadi makian penuh cela tak berkesudahan. Mau tidak mau, semua demi acara akhir tahun yang penuh greget dan totalitas dari jurusan fashion Shine Art Academy.

"Kak Tyas, ini jadwalnya, ya! Giliran Kakak habis senior dan alumni tampil. Good luck, Kak!"

Seorang junior memberikan kertas pada gadis berambut kuning berpotongan messy. Tak lupa junior itu melayangkan ciuman jarak jauh, salam has pengabdi diktat kuliah fashion di sini.

Tyas memindai susunan kata pada kertas di tangannya dan tersenyum puas.

"Woi, kuning nih sekarang?"

Sahabatnya, Anna, menepuk bahu Tyas dan memeluknya.

"Yoi, biar semangat dikit gitu. Deg-degan asli gue," sahut Tyas.

Tyas menggigiti kuku ibu jarinya, mengamati susunan panggung dari sisi kiri. Panggung keramat berhias warna kombinasi marun emas sesuai dengan tema glamor yang diusung acara tahun ini. Berbeda dengan tema futuristik tahun lalu yang menurut Tyas membuat mata cukup lelah dengan warna-warna neonnya.

Ajang lomba ini sebenarnya merupakan panggung terakhir di kampus bagi sepuluh lulusan terbaik jurusan fashion. Acara ini juga mengundang alumni yang mengenalkan lini fashion dan produk terbaru mereka. Selain untuk popularitas, pihak kampus juga ingin meningkatkan semangat dan memberikan gambaran tren terbaru yang layak murid mereka pelajari.

Tak cukup itu, acara bergengsi ini juga memberikan kesempatan untuk lima orang terbaik mencicipi panggung peragaan busana dengan rancangan yang memenuhi kriteria penilaian di akhir semester. Tyas Arum Sari, termasuk dalam kelompok lima orang itu.

Dia tidak menyangka, salah satu desain yang digambarnya di atas kertas pembungkus cireng secara asal-asalan itu menarik minat dosennya. Padahal Tyas saat itu sedang menumpahkan kekesalan terhadap Putri, kakaknya, karena gagal memenuhi janji untuk merayakan ulang tahunnya di kos. Miris memang. Kalimat bijak "Di balik kesulitan selalu ada kemudahan" benar-benar terjadi pada Tyas saat ini.

"Lo ngapain di sini? Nggak siap-siap di back stage aja? Model lo udah oke?" Anna membuyarkan lamunan Tyas.

"Udah sip. Gue lagi nungguin Mbak Putri. Dua jam lagi ni acara, kok dia belum nongol juga lobang hidungnya."

Beruntung Tyas sempat meminta diajari teknik make-up sederhana oleh kakaknya. Dirinya tidak perlu lagi membayar jasa make-up untuk model yang Tyas sewa hari ini. Putri Anjani, kakak satu-satunya yang Tyas miliki, mengelola ruko peninggalan mendiang Mama dengan menjual jasa sebagai make-up artist (MUA). Meskipun kini kakaknya lebih banyak mengambil orderan khusus wedding dan engangement party saja. Kebanyakan juga proyek yang dikerjakan olehnya sepaket berdua Lanya yang kebetulan membuka jasa sebagai fotografer.

Anna menatapnya iba, "Lo udah coba hubungi dia?"

Tyas menggelengkan kepalanya. "Mbak Putri kalo lagi kerja tuh fokus banget. Kalo diganggu dikit bisa ambyar. Ponsel juga boro-boro ditoleh kalo lagi pegang kuas."

"Gini, deh. Mending lo balik ke back stage. Entar gue WA kalo Mbak Putri udah dateng. Lo siap-siap gih. Baca jampi-jampi atau ritual apa gitu biar lancar luncur," goda Anna,"tik tok-an juga asik, loh." Dia berusaha meredakan ketegangan yang mulai dirasakan Tyas saat ini.

LuvoscopyWhere stories live. Discover now