Part 4

182 17 3
                                    

Karma 4
Part ini ditulis oleh saya nadhiro80

Bastian Tanadi ❤️
Honey, ada butik baru di dekat kantor Papa. Kita ke sana nanti habis kamu kuliah. Kamu pilih baju yang kamu suka.

Ara
Makasih, Sayang. 😍😍😍

Ara berguling di kasurnya sambil senyum-senyum sendiri. Hatinya berbunga-bunga. Bastian memang kekasih terbaik. Pusing di kepalanya mendadak hilang. Padahal tadi ia bisa menghindari bersih-bersih rumah, karena alasan itu.

Namun suara-suara berkelontangan dari arah dapur membuat Ara manyun. "Bikin ilfeel aja pagi-pagi," racaunya kesal.

Pasti itu Hanna yang sedang bersih-bersih. Benda-benda di dapur bisa pecah semua kalau kakak tirinya itu yang turun tangan. Kasar sekali.

Suara seperti barang pecah terdengar lagi.

"Apa lagi ini?" cerca Ara sembari bangun dari tempat tidur untuk mencari tahu penyebab suara-suara itu.

Bau masakan Rahma menyeruak begitu Ara keluar kamar. Agak terasa menyiksa di perutnya. Hanna sedang jongkok di tempat cuci piring. Perkakas dapur berukuran jumbo sedang berusaha dibersihkannya.

"Apaan sih, Kak? Pagi-pagi udah bikin polusi suara," omel Ara.

"Makanya kamu bantuin Kakak. Aku buru-buru mau nganterin pesanan orang. Ibu ke pasar," balas Hanna masih sambil membilas panci besar yang tadi dipakai untuk memasak pesanan.

Ara mendengkus. Baru akan membalas perkataan Hanna, tiba-tiba indera penciuman Ara mendeteksi bau yang membuat perutnya mual. Perutnya bergolak, ingin memuntahkan isinya. Gadis dua puluh tahun itu lari ke kamar mandi yang berada di dekat dapur. Perutnya rasanya sakit sekali. Ingin muntah, tetapi tidak ada yang bisa dimuntahkan.

Hanna yang khawatir mengejar Ara ke kamar mandi, lalu menggosok tengkuk adiknya. "Kamu nggak apa-apa, kan?" tanyanya.

Ara menggeleng. "Kayaknya masuk angin," katanya tak yakin.

"Sarapan aja dulu," saran Hanna.

Ara menggeleng. "Aku mau istirahat," katanya ketus.

Hanna menatap kepergian Ara dengan khawatir. Dulu, waktu Rahma pertama kali mengajaknya bertemu Ara, Hanna senang sekali. Ia berharap bisa seperti teman-temannya yang mempunyai saudara. Bisa bermain bersama. Bisa saling curhat. Bisa saling membela. Pokoknya semua tidak sendirian. Namun, perasaan Ara sepertinya tak sama. Hanna bertepuk sebelah tangan. Dari tatapan matanya, Hanna tahu Ara yang saat itu berusia sebelas tahun sama sekali tidak menyukainya. Hingga saat ini, adik tirinya itu tak pernah mau membuka hati.

Sedangkan Ara berjalan menuju kamarnya dengan jantung berdegup kencang.  Ia menolak sarapan tadi karena ia merasa cemas. Mungkin keresahannya berlebihan, tetapi tiba-tiba ia ingat liburannya di Bali sebulan lalu. Saat Bastian menyentuhnya penuh hasrat dan ia ikut terjatuh ke dalam pusaran gairah.

Tangan Ara gemetar saat membuka aplikasi pengingat di ponselnya. Tanggal menstruasi terakhir menjadi perhatiannya.

"Satu bulan lebih," batin Ara.

Masih dengan tangan bergetar, ia membuka browser di ponselnya. Ia mengetikkan kata "tanda-tanda hamil."

Payudara lebih sensitif. Mual. Lekas lelah. Seperti ingin buang air kecil. Muntah kalau kemasukan makanan. Perubahan emosi mendadak. Ara semakin tegang saat membaca tanda-tanda itu sebagian besar ada padanya.

Ia memencet nomor Bastian. "Bastian ... Aku ... takut," kata Ara terbata saat kekasihnya telah mengangkat telepon.

"Ada apa, Honey?" tanya Bastian. Namun Ara justru terisak.

(Bukan) Pernikahan Impian [TAMAT]Where stories live. Discover now