Part 8

198 12 1
                                    

Karma 4
Ditulis oleh: nadhiro80
💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

Hanna mengawasi Ara yang sedang menata baju-bajunya ke dalam koper. Ia sungguh kecewa dengan kejadian yang menimpa Ara.

"Sejujurnya, aku kecewa padamu," kata Hanna menyampaikan perasaan.

Ara menoleh, menatap sinis Hanna yang berdiri bersandar di pintu kamarnya.

"Akui saja, kamu hanya iri, Kak," ujar Ara tak berperasaan.

Hanna menghela napas. Tentu saja ia tahu pendapat adiknya tentang dirinya. Walau ia berusaha sebaik mungkin menjadi kakak yang baik, kenyataannya, Ara memang tidak pernah menerimanya. Ia selalu menjadi orang asing yang merebut kasih sayang Ayah Ara.

"Aku mungkin tidak beruntung dalam pernikahan, Ara. Karena itu aku tidak ingin kamu mengalami hal yang sama. Pernikahan itu, tidak sesederhana dalam pikiranmu," desak Hanna serius.

Ara mendengkus. "Memang Kakak tahu apa pikiranku? Bastian mencintaiku. Dia akan melakukan apa pun untukku. Lihatlah! Dia mengusahakan berbagai cara biar bisa menikahiku!"

"Terserahlah," putus Hanna akhirnya.

"Bagus kalau Kakak berlapang hati menerima pernikahanku. Aku akan pergi dari rumah yang memuakkan ini. Selamanya. Dan aku pastikan, tidak akan mengingat pernah hidup dengan kalian," kata Ara kejam.

Hanna diam. Ia pergi dari kamar Ara dengan hati yang terasa tercabik-cabik.

Rahmawati yang mengetahui Hanna keluar dari kamar Ara dengan sedih hanya bisa mengelus dada. Untuk terakhir kalinya, ia ingin berbuat sesuatu. Mungkin saja anak tirinya bisa terbuka hatinya.

Ara masih sibuk memilih-milih barang yang akan dimasukkan ke koper ketika Rahma masuk ke kamar. Sepertinya baju dan tas dari Bastian yang mendominasi isi koper. Rahma duduk di kasur sambil memperhatikan kesibukan Ara. Yang diperhatikan hanya menoleh sekilas, tetapi kemudian bersikap tak peduli.

"Apa iya, sembilan tahun kita hidup bersama, kamu masih menganggap Ibu bukan keluarga, Ara?" tanya Rahma.

"Memang Ibu bukan keluargaku. Kalian merusak hubunganku dengan Ayah. Kalian merebut kasih sayang Ayah. Kalian menguasai seluruh warisan Ayah. Kalian menyiksaku dengan pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya," jawab Ara setengah berteriak. Sudah lama sekali ia ingin menyampaikan unek-unek hatinya, tetapi ia tak pernah bisa. Kali ini, di malam terakhir pertemuannya dengan ibu dan kakak tirinya, ia tidak akan menahannya lagi.

"Ara, rumah ini masih atas nama ayahmu. Ibu tidak akan merebut apa pun yang bukan hak ibu," seru Rahma yang sudah tak bisa mengontrol emosi.

"Kalian juga menghabiskan pensiunan Ayah," tuduh Ara.

"Ara ... Itu ...."

"Ah, sudahlah, Ibu. Toh, setelah ini aku akan hidup enak. Keluarga Bastian hidup berlebihan. Akan ada pembantu yang menyelesaikan pekerjaan rumah. Aku tinggal bersantai-santai mengurus suami. Ambil semuanya! Aku tidak akan peduli!" potong Ara.

Rahmawati terisak. Ingin rasanya ia mengungkapkan semua, tetapi suaranya tersekat di tenggorokan. Sungguh, ia tulus pada anak tirinya. Ia tidak pernah membeda-bedakan Ara dan Hanna. Bahkan ia tidak menguliahkan Hanna, tetapi ia bersikeras agar Ara sekolah sampai lulus S-1. Namun, ia tidak menduga seperti ini akhirnya. Ara hamil sebelum lulus kuliah, dan harus segera menikah. Pernikahan yang tidak boleh dihadiri olehnya. Itulah keputusan Ara.

"Ara, ingat selalu perkataan Ibu. Bukan kekayaan yang bisa membuatmu bahagia. Tapi hatimu, Nak. Hati yang bersyukur yang akan membawa kebahagiaan," kata Rahma sambil mengusap air matanya.

(Bukan) Pernikahan Impian [TAMAT]Where stories live. Discover now