09 - Bersama Nadin

170 32 24
                                    

Hayo siapa yang kangen?? Absen sesuai warna kesukaan kalian yukk!!🥰🦋

Yuk share, vote, dan komen duluu. Udah belomm??😘💗

Pasti udah siap spam vote dan spam comment tiap paragraf, kan??💛💛💛

———

🎵Play song Tanpa Tergesa — Juicy Luicy🎵

BERSEKOLAH di SMA Pedjoeang yang masuk pukul 06.30 WIB ternyata cukup menyebalkan bagi Syaila yang di sekolah sebelumnya masuk pukul 07.00 WIB.

Berhubung gadis itu tinggal agak jauh dari sekolah, perlu waktu 30 menit untuk sampai di sana. Belum lagi setiap pagi dia harus mandi—FYI ia termasuk golongan yang mandinya cukup memakan banyak waktu, memakai rangkaian skin care demi kesehatan kulitnya, kadang juga gadis itu memakai make up tipis dengan natural look, dan mencatok rambut.

Tidak tahu apakah ini hal baik atau buruk, tapi rambut hitam legam Syaila itu panjang dan tebal sekali! Butuh waktu satu jam untuk men-styling rambutnya. Lalu dengan mudahnya orang-orang di luar sana berbicara, "Jadi Syaila mah enak banget. Mukanya udah cantik, kulit mulus, rambut juga bagus. Gak usah effort apa-apa. Coba gue.. udah muka gak ketolong, kulit gak mulus, rambut kayak singa. Mau dibantu make up juga gue gak bisa make up, belom belinya mahal alias gak ada uang, catokan gue juga yang murah jadi hasilnya beda. Kalo dia kan serba mahal, ya pantes dia cantik! Coba dia jadi gue, dia kan gak tau rasanya gak bisa make up dan gak punya duit."

Ya memang ia dianugerahi fisik yang cantik, tapi semua itu perlu dirawat dan merawatnya juga tidak mudah, bahkan terkadang melelahkan. Namun tetap Syaila lakukan dengan konsisten sebagai bentuk penghargaan gadis itu pada dirinya sendiri. Untuk kemampuan make up dan mencatok rambut pun Syaila miliki secara berproses, karena itu semua perlu belajar dan dilatih. Jadi jangan menyepelekan usaha orang lain, jangan juga membanding-bandingkan karena tidak akan ada habisnya. Hanya membuat kita menjadi sering mengeluh dan tidak pernah bersyukur.

"Hi, Sayang. How's your sleep?" Suara Dyra membuyarkan lamunan Syaila. "Mushroom Avocado Toast with Chèvre for breakfast," lanjutnya sambil menyodorkan sebuah piring sebelum Syaila sempat menjawab.

"Thank you, Mami, and I slept well," jawab Syaila singkat, kemudian mulai memotong toast-nya.

"Good to know," ucap Dyra sambil tersenyum. "Oh iya, Mami dengar dari Rianti kemarin kamu pergi sama Nayaka. Jadi teman yang kamu maksudkan itu dia?" Perkataan itu sontak menarik perhatian Raharja, pria itu langsung memusatkan pandangannya pada Syaila.

Ah Syaila lupa, Dyra dan Rianti memang tidak terlalu dekat sampai bersahabat, tapi cukup akrab sebagai teman karena satu lingkaran sosial kelas atas.

"Iya, Mi," jawab Syaila singkat yang segera ditambahi Raharja, "Friends or?"

"Temen, Pi. Kak Naka itu kakak kelas Syaila—ih beneran temen!" ujar Syaila begitu mendapat tatapan penuh telisik dari kedua orangtuanya.

Raharja mengangguk. "Iya-iya, tapi papi sudah kenal dengan Sadewa," ucapnya yang membuat Syaila mengernyit. Apa coba maksud kalimat itu?

Tanpa diberitahu juga Syaila sudah tahu bahwa Papi-nya dan Om Sadewa saling mengenal sebagai sesama pengusaha. Sadewa Aldevaro merupakan komisaris perusahaan pertambangan yang terdiversifikasi dan terintegrasi secara vertikal. Wilayah operasinya tersebar di seluruh Indonesia yang kaya akan bahan mineral. Perusahaan beliau melakukan eksplorasi, menambang, dan mengolah komoditas bijih nikel, tembaga, emas, perak, bauksit, juga batubara. Lalu memasarkan konsentrat tersebut ke dalam dan luar negeri. Tak lupa dengan banyak anak perusahaaan lainnya.

HIPOTESISWhere stories live. Discover now