Malaikat Penolong

322 24 4
                                    

    Suara riuh terdengar dari kelas kedokteran dimana para mahasiswa/i berhamburan keluar menuju kantin untuk mengisi perut keroncongan mereka masing-masing. Lain halnya dengan Min Yoongi yang masih tetap setia duduk di kursi sambil mengetik sesuatu di laptop berlogo Apple tergigit setengah miliknya. Tidak masuk kuliah selama 1 minggu membuat dia harus mengejar ketertinggalan pelajaran kuliahnya. Dia bahkan melupakan makan siang demi tugas kuliah tersebut. Ohh, jangan sampai Jimin tau ini kalau tak ingin dia dikurung kembali oleh sang kekasih. Suara ponsel berdering terdengar dari dalam ransel biru miliknya. Yoongi mengernyit melihat nomor baru tertera disana tetapi tetap menjawab,
"Halo...!!"
"........"
"Dimana?"
"......."
"Okay, terima kasih"
Yoongi mematikan panggilan yang tidak lebih dari 5 menit itu, melihat jam tangan mahalnya menunjukkan pukul 5 sore hari. Padahal tadi baru pukul 2 siang. Hah... dia melupakan makan siangnya tapi tidak merasakan lapar sedikitpun. Tak ingin berfikir lebih lama lagi Yoongi beranjak dari duduknya keluar dari kelas menuju parkiran. Jimin tidak menjemputnya hari ini karna ada urusan di luar kota. Yoongi sih tidak masalah malah membuat dia merasa senang karena bisa keluar tanpa pengawasan Jimin. Jimin itu sangat posesif kalau berhubungan dengannya. Kalian sudah tau kan??!!

~~~~~~
"Aku tidak menyangka anda datang sendiri ke tempat ini Tuan Park yang terhormat" ucap salah seorang pria berpakaian jas formal.
"Kenapa? Kau sepertinya tidak senang Tuan Lee" kata Jimin remeh.
Ya, sekarang mereka berada di sebuah gedung kosong yang sudah lama tak terpakai. Suasana mencekam memenuhi gudang tersebut dimana beberapa pasang mata saling beradu seakan menunjukkan siapa yang paling kuat diantara mereka.
"Aku belum memaafkan mu tentang kejadian kemarin Tuan Lee" kata Jimin penuh penekanan.
"Aku minta maaf atas keteledoran anak buah ku Tuan Park"
"Aku tau kau sengaja Lee brengsek!! Berikan uangnya sekarang!" Jimin
"Aku ingin barangnya terlebih dahulu" Lee
"Dan kau akan menipu ku lagi? Tidak semudah itu Lee jaehyun!" Jimin
"Kalau begitu kami tidak punya pilihan," Lee.
Jimin menaikkan alisnya bingung mendengar perkataan si brengsek Lee di depannya. Hingga tiba-tiba, DORR!!!
Suara tembakan terdengar membuat semua orang yang berada didalam gedung tersebut terkejut. Seorang pria salah satu anak buah Lee jaehyun jauh terkapar dengan luka tembak di kepala. Jimin jelas terkejut melihatnya kemudian memandangi para bawahannya dengan tajam seakan bertanya "kenapa kau menembaknya tanpa seizinku" para bawahannya yang mengerti arti tatapan sang Bos hanya menggelengkan kepala mereka brutal mengatakan kalau bukan mereka yang menembaknya. Lee jaehyun shock seketika melihat anak buahnya yang dia beri perintah sebelumnya untuk menembak Jimin kini terkapar di lantai dengan darah berceceran.
"Sial!!" Desis jaehyun sambil mengangkat pistol hendak menembak Jimin tapi tiba-tiba tangannya tertembak dengan mengenaskan. Para anak buahnya berlarian menghampirinya berusaha menjadi tameng melindungi tuannya.
Jimin yang melihat hal itu tiba-tiba seperti orang bodoh seketika. Berusaha memanfaatkan keadaan Jimin memberi kode para bawahannya untuk mengambil uang yang sempat ditinggalkan oleh anak buah Lee tadi. Karena merasa takut ditembak, para anak buah Lee membiarkan bawahan Jimin mengambil uang tersebut. Mereka masih sayang nyawa omong-omong. Kemudian Jimin dan para bawahannya meninggalkan gedung kosong tersebut membuat jaehyun mengeram marah.
"Awas kau Park, tunggu pembalaskan ku" desis Lee jaehyun.

~~~~~~
Jimin memasuki Mansion terburu-buru menaiki tangga setengah berlari mendekati kamarnya dan sang kekasih Min Yoongi. Jam bahkan sudah menunjukkan pukul 12 tengah makan. Membuka pintu kamar pelan menampakkan kekasihnya Min Yoongi sedang tidur pulas tanpa selimut di tubuhnya. Tak ingin membuat sang kekasih terbangun Jimin memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tak lebih dari 10 menit dia sudah keluar mengenakan bathrobe dengan rambutnya yang basah. Setelah memakai piyama dan mengeringkan rambut dia menaiki ranjang membawa Yoongi masuk kedalam dekapannya. Jimin memperhatikan wajah cantik kekasihnya dengan seksama. Mengingat kembali tentang kejadian di gedung kosong beberapa jam yang lalu. Siapa yang menembak Lee jaehyun? Membelai pipi Yoongi lembut hingga bibirnya.
"Bukan kau kan?" Kata Jimin pelan.
Jimin menggeleng berusaha membuang pikiran kotornya membuat Yoongi terusik membuka mata pelan heran melihat jiminnya seperti orang kebingungan.
"Sayang" panggil Yoongi dengan suara parau.
Jimin terkesiap mendengarnya lantas mengelus pipi Yoongi lembut.
"Maaf membangunkan mu" Jimin
"Baru pulang?" Yoongi
"Tidak, sudah dari tadi" kata Jimin sambil mendaratkan bibirnya ke kening Yoongi.
Yoongi memeluk Jimin erat sambil menelusupkan wajahnya pada perpotongan leher Jimin berusaha menghirup aroma Jimin yang menenangkan.
"Rinduu!!" Kata Yoongi manja.
Jimin yang mendengarnya tersenyum lebar membalas pelukan Yoongi tak kalah erat.
Mereka lama dalam posisi itu sampai, KRIYUKKK!!! Suara cacing kelaparan terdengar membuat sang pelaku membawa wajahnya semakin dalam ke leher sang dominan. Jimin heran mendengarnya berusaha melepaskan pelukan Yoongi yang erat seakan tak ingin lepas.
"Kau belum makan?" Tanya Jimin dengan suara rendahnya.
Yoongi tak menjawab berusaha menghindari tatapan mematikan dari Jimin.
"Lihat aku Park Yoongi, kenapa kau belum makan? Jangan bilang kau belum makan dari tadi siang?" Tanya Jimin lagi penuh penekanan.
"Ini gara-gara kau melarang ku kuliah. Aku harus menyelesaikan tugas kuliah yang menumpuk  sampai lupa makan. Lalu aku ketiduran Karna ngantuk. Pokoknya ini salah mu" kata Yoongi menyalahkan Jimin.
Jimin menghela nafas kasar mendengar alasan tak masuk akal dari kekasihnya lalu bangkit membawa Yoongi dalam gendongan keluar kamar menuju dapur. Jimin mendudukkan Yoongi di atas meja bar,
"Tunggu disini!! Aku akan memasak ramyun sebentar" Jimin
Yoongi hanya mengangguk lemah mendengar perintah Jimin. Dia masih mengantuk
omong-omong.

mine and my destiny (minyoon)Where stories live. Discover now