1

1.1K 108 17
                                    

"One kiss before you go?" Sagara tersenyum jenaka sembari meletakkan telunjuknya di depan pipi.

Jika ini adalah sebuah film komedi romantis, maka selanjutnya scene akan berganti ke arah female lead di sisi lain Pajero hitam ini. Terdiam, salah tingkah, pipi memerah, jemari berpilin dengan satu sama lain, jantung berdegup kencang. Cue sound effect ba-dump, ba-dump. Kemudian cut. Berganti dengan shot dari belakang seraya kedua sejoli perlahan melipat jarak demi mempertemukan bibir yang tanpa mereka sendiri sadari telah menanti satu sama lain sejak, well, god knows when.

Tapi, ini bukan film. Dan aku, definitely, not some pretty female lead who always get the guy at very the end.

Enter, me. Terduduk di sisi lain Pajero hitam ini, iya. Terdiam, salah tingkah, pipi memerah—mungkin, I don't know. Pencahayaan di sini buruk, dan remangnya lampu jalan di depan kost ku ini pun tidak membantu apa-apa untuk menjelaskan bagaimana bentuk wajahku sekarang.

Tapi, di antara dinginnya AC mobil yang masih menyala, aku bisa merasakan hangat merambati kedua pipiku perlahan. Dan bukan, menurutku, ini bukan karena efek bir yang aku tenggak di bar tadi. Ini adalah... sesuatu yang lain. Sesuatu yang dipantik oleh senyum Sagara barusan dan tawaran jenakanya akan sebuah ciuman.

Cowok sialan.

"Apaan sih" aku tertawa dan, instead of memajukan badanku untuk mengikis jarak diantara kami berdua, tanganku lah yang justru bergerak mendekatinya—mendarat di bahunya dalam sebuah pukulan ringan.

"Hehehe" Sagara terkekeh, menunjukkan sederet geligi rapi diantara senyum manis yang terkembang.

Oh shit, did I just use the word 'manis' to describe... him?

"Udah ah becandanya," aku bersungut, meski sebentuk tawa lepas diantaranya. Jemariku sibuk merapikan temali slingbag yang sedikit terlepas dari bahuku dan bersiap untuk turun dari mobil sialan ini.

"Tos dulu dong sini," Sagara mengangkat tangannya, mengisyaratkan sebuah high five—bentuk salam perpisahan resmi kami.

Aku tersenyum dan menyambut tosnya. "Tiati, Ga. Thank you ya..."

"Yooo" Sagara berujar, ekor matanya santai mengikuti gerakku membuka pintu dan turun dari mobilnya.

Sebelum aku menutup kembali pintu hitam mengkilat kendaraan tersebut, kedua manik kami beradu. Kelam miliknya menatap coklat gelap milikku dengan sebentuk sorot yang, seperti seluruh eksistensinya di hidupku, sulit untuk ku artikan. Hanya sepersekian detik, namun hatiku dibuat berdansa karenanya.

Ah shit not again...

"Kabarin gue kalo udah sampe rumah" ujarku akhirnya yang diikuti dengan sebuah anggukan serta lambaian tangan dari sang pria.

Pintu kudorong menutup, dan dengan sebuah hela nafas panjang, aku pun berbalik badan, melangkah masuk menuju gerbang kosan. Sementara Sagara, Pajero hitamnya, dan serpihan perasaanku yang tanpa ia ketahui telah terbawa bersamanya, perlahan bergerak ke arah yang berlawanan, meter demi meter, hingga jarak yang terbentang di antara kami pun kini termanifestasi menjadi nyata.

***

Namanya Sagara. Sagara Ginting. Dan seperti kebanyakan kisah cinta di era 4.0 ini, kami  dipertemukan dalam sempitnya layar ponsel dan sebuah aplikasi kencan daring.

Classic.

I think it was Thursday, hari di mana semua berjalan lambat. Aku, pekerjaanku, teman-teman kantorku, well, basically seluruh aktivitas di sebuah gedung kantor start-up di selatan Jakarta ini. No one was in an actual rush to go somewhere or finish something. One of those rare days.

Dan tentu saja, Kamis juga berarti hari paling nanggung sedunia. I mean, come on, Kamis? Hari di mana semangat bekerja udah menuju level kritis yang tinggal menunggu 24 jam untuk menyambut Jumat kemudian weekend?

"Buset... masih??"

Aku menoleh ke arah belakangku, mendapati Ara, salah satu kamerad terdekatku di kantor, yang rupnya daritadi tengah mengintip kegiatanku mengusap foto demi foto beragam bentuk lelaki ke kanan dan ke kiri.

"Ishh" aku mendesis kesal, sedikit malu karena ketahuan sibuk mencari teman kencan di jam kerja.

But to be fair, pekerjaanku hari ini udah selesai kok. Nggak tau ya kalau habis ini ada tambahan brief atau task dari Yang Di Atas. Semoga nggak.

"Udah dapet yang kayak gimana lo?" Ara menarik sebuah bangku kosong di sisiku dan menghujam sorot ingin tahu yang menjadi khasnya selaku Tukang Sayur aka biang gosip kantor.

"Nggak gimana-gimana sih, standar aja." Aku mengangkat bahu, acuh. "Kebanyakan yang match sama gue mas-mas indie anjir" aku memutar kedua bola mata.

Ara tergelak sambil menepuk bahuku. "Tipe lo banget kan tuh, Ni!"

"Taiii. Nggak ya, tipe gue om om kaya" aku membalas dengan jenaka.

"Itumah tipe kita semua gak sih sis" Ara menyambut dengan tawa.

Aku memberi anggukan setuju.

"Eh ngomong-ngomong om-om btw lo HARUS TAU, si Gumi, lo tau kan? Nah bokapnya kan duda tuh—" Ara tiba-tiba merepet, sembari menurunkan volume suaranya. Indikasi bahwa setelah ini ia akan menyampailan gosip juicy yang baru saja ia dapatkan.

Aku menggeser kursiku mendekat ke arahnya, bersiap menjadi partner julid yang baik untuk kameradku yang satu ini. Karena, percaya sama aku, selain lihai dalam menggaet partner dan new leads, Ara juga lihai mendapatkan informasi seru mengenai siapapun di kantor ini.

"...demi Allah, Ni! Duh masih ada gak ya storynya, bentar-bentar" Ara meraih ponselnya yang terselip di saku jeans dan membuka aplikasi Instagram secepat kilat. "Kemaren gue lagi scroll-scroll tuh terus kaya anjrit ini siapa di story-nya Gumi CAKEP BANGET, terus iseng gue reply EH DIA JAWAB ITU BAPAKNYA GUA KIRA BECANDA FAK taunya ben—NAH, masih ada liat deh!"

Baru aku hendak merunduk untuk melihat apa—atau tepatnya, siapa yang Ara maksud, ponsel di mejaku bergetar dan menyala. Layarnya menampilkan sebaris notifikasi dengan logo aplikasi kencan daring yang barusan kubuka dan sebuah kalimat singkat di bawahnya.

Sagara sent you a message!

Tanpa berpikir dua kali, aku mematikan layar gadget tersebut dan mengesampingkan notifikasinya. Pesan dari match dating app bisa menunggu, ada duda ganteng anak satu (walaupun anaknya adalah temen kantorku sendiri) yang harus ku nikmati pemandangannya.

Itu lebih penting.

***

A/N:

So hi! This story has been brewing inside my head and on my anitwt acc in the form of short AUs but i guess well what if i actuallt do write it out?? Haha so here it is. It was originally a brainrot, a projection of some sort of experience i had back when i used to be on dating app a lot. I needed somewhere to channel all the... heartbreaks and frustration and unsaid words and stuff so yea, here it is.

If you wonder which universe does this story belongs to, well... it's undecided. But I'm leaning towards the one where Yayat & Oting is (you can read that one on my twt!) but idk if as the story progress i'll assign this to another universe (#PacarAnakBand, most probably). But anyways!! It has no correlation or whatsoever with any pre-existing characters from previous story so it can be read as a standalone!

Hope you enjoy this story—or not, wkwk, either way it's fine. Aaaand see you again soon!

With love,

F.

SagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang