2. Awal Mula Raisa Jatuh Cinta

282 17 16
                                    

Raisa memainkan pulpennya gelisah. Lagi-lagi melirik ke deretan ujung kanan dan paling belakang.

Kosong.

Kemana dia?

"Raisa?"

"HA? ah, oh i-iya pak?" Raisa merutuk dalam hati. Kini guru fisikanya yang terkenal galak sudah menajamkan mata ke arahnya. "E-eh ... Ma-maksud saya, iya, Bu?"

"Kamu tidak memperhatikan saya?" tanya guru itu dengan satu alis terangkat. 

"Hm, s-saya memperhatikan kok, Bu," jawab Raisa gelagapan, membuat sang guru geleng kepala pelan.

"Sudah paham?"

"Ha?" Raisa ngelag, ia menoleh ke Shinta di sampingnya. "Materinya tentang apa tadi?"

Shinta melotot, seolah berkata, "Bodoh! Napa tanya ke aku." Raisa tersadar, tapi sudah terlambat karena guru itu sudah menggebrak papan tulis penuh amarah.

"RAISA MAHARANI! MAJU SINI KAMU!"

"Aduh, Shin. Ini gimana?"

"RAISA! MAJU SE-KA-RANG!"

Shinta ikut merutuk. "Udah, sana. Kamu maju. Keburu Bu Ratna jadi reog."

Raisa ragu, tapi Shinta justru mendorong bahunya. Raisa mendelik ke arahnya.

Menguatkan tekad, hati, dan telinga. Raisa pun berdiri, sambil melirik buku catatan milik Shinta. Mampus dia, bahkan Raisa belum memperlajari materi itu.

Tok! Tok! Tok!

Langkah Raisa terhenti, atensi seisi kelas berganti ke pintu yang diketuk dari luar. Lantas, pintu itu terbuka, menampakkan seorang siswa dengan seragam yang berantakkan. Rambutnya basah, entah karena minyak rambut atau keringat.

"Maaf, Bu. Saya telat, tadi sama Pak Hadi di suruh keliling lapangan lima kali." Itu Agra, ia melirik ke Raisa sekilas.

Bu Ratna mengangguk, Agra lantas melangkah ke bangkunya. Baru saja mendudukkan bokong di kursi, suara guru itu sudah menginterupsi.

"Agra, siapa yang suruh duduk?"

Agra mengerjap. "Tapi saya tadi sudah dihukum, Bu."

Ah, sial.

Agra lupa, dengan predikat guru tak punya hati yang sudah tersemat untuk Bu Ratna. Tak ada kata ampun untuk siswa/siswi yang sudah melanggar aturan, atau tak memperhatikan apa yang ia sampaikan.

"Sini maju. Raisa, kamu juga."

Agra meneguk ludah. Melirik Raisa, mereka pun melangkah ragu ke depan. Tepat menghadap papan tulis.

"Jadi, kerjakan dua soal yang sudah saya tulis. Terserah kalian mau soal itu dikerjakan bersama, atau dibagi dua dan dikerjakan sendiri-sendiri."

Agra dan Raisa lagi-lagi beradu tatap.

"T-tapi, Buㅡ" Raisa tak menyelesaikan ucapannya, menelan lagi kata-katanya yang sudah berada di ujung lidah saat mendapat tatapan intimidasi dari Bu Ratna.

"Saya baru datang, Bu. Belum mendengarkan penjelasan tentang materi ini," kata Agra angkat bicara.

"Memangnya siapa yang menyuruh kamu terlambat?"

• • • •

Pada akhirnya, keduanya tak bisa mengerjakan soal di papan tulis. Bu Ratna tak sebaik itu untuk melepaskan Agra dan Raisa begitu saja. Jadi, keduanya pun harus menulis seratus kalimat di selembar kertas, janji untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi.

Agra, Rasa, dan Raisa (Novellet)Where stories live. Discover now