Part 05

725 57 1
                                    

"Kita tak seberuntung orang lain, tapi orang lain juga belum tentu sekuat kita."
-Hazela Abraham

"Makasih udah biarin gue nginap di rumah lo, sorry gue selalu ngerepotin."

"Lo ngomong kayak gini udah kayak sama sapa aja Sa, anggap ini rumah lo sendiri. Lo bisa datang kapan pun kesini dan pergi kapan pun lo mau."

Samudra menganggukan kepalanya di sertai senyuman tipisnya, ia menyimpan tasnya di samping kasur Galaksi dan meraih foto yang terpampang diatas nakas Galaksi.

"Are you okey?" Tanya Gakaksi saat melihat Samudra memandang foto Hazel dengan dalam. Samudra menggelengkan kepalanya, hatinya terasa sesak saat melihat atau mengingat Hazel, melihat Hazel tersenyum di dalam foto ini membuat Samudra merasa bersalah.

"Apa kalau gue jaga Hazel sebaik mungkin, dia masih bisa tersenyum seperti ini?"

"Sa..."

"Gue terlalu egois Lak, gue terlalu egois sampai lupain kewajiban gue buat jaga Hazel. Gue ninggalin perempuan yang gue janji apapun yang terjadi gue gak akan lepas genggamannya. Gu..."

"Lo gak perlu jelasin segala kesalahan lo sama Hazel Sa, gue tau kesalahan lo tanpa lo jelasin ke gue. Tapi gue juga paham betul alasan lo lakuin ini, lo lakuin semua ini juga buat Hazel kan? Lo anggap lo bisa tangkap dua burung sekaligus dengan satu kali senapan, lo terlalu senang sampai lo gak mempertimbangkan sebesar apa kedua burung itu, apa kedua burung itu bisa pas di senapan lo atau enggak."

"Mungkin gue gak pernah bilang ini ke orang-orang, ini kali pertama gue bilang ke lo. Gue capek... gue capek ikutin perintah orang-orang, gue capek berusaha tapi orang-orang sama sekali gak mandang perjuangan gue ini, gue capek banget...."

Galaksi diam membatu melihat Samudra yang seperti ini, dia mundur beberapa langkah dan merasakan kejadian ini pernah ia alami, kejadian ini sangat mirip dengan kejadian saat Hazel mengatakan kata-kata itu kepadanya. Galaksi menggelengkan kepalanya dan kembali fokus.

"Lo ngomong apasih Sa, jangan ngomong aneh-aneh deh. Mending lo istirahat, besok pagi lo ada kelas kan?"

"Lo tau kenapa bunuh diri itu dosa? Karena sebagian besar manusia ingin mengakhiri hidupnya, makanya Allah buat bunuh diri itu dosa." Ujar Samudra secara tiba-tiba sembari menatap foto Hazel.

"Sa, Please! Those words are so scary (kata-kata yang sangat menakutkan) gue takut banget dengar orang ngomong kayak gitu."

"Gue rindu Hazel." Ujarnya sembari menidurkan dirinya diatas kasur Galaksi sembari mengelus pelan bingkai foto itu. "Pertemuan nyata gue sama Hazel cuman saat gue udah gak tiada." Lirihnya

•••
Samudra membuka pintu rumahnya dengan perasaan sudah tenang, beginilah dirinya. Saat pikirannya kacau ia akan kerumah Galaksi atau temannya yang lain untuk menenangkan dirinya. Mencari kenyamanan diluar sana dikarena dirumah sudah tak nyaman adalah hal yang paling tak di harapkan oleh orang-orang.

"Seorang anak di lahirkan di dunia ini untuk membahagiakan orang tuanya, bukan membuat orang tuanya menderita." Nyinyir sang bunda setelah melihat Samudra.

"Maaf bund.." lirih Samudra

"Ma..."teriak sang bunda sebelum Samudra melanjutkan ucapannya.

"Maaf karena Samudra telah hadir di dunia ini dan buat bunda menyesal sudah melahirkan Samudra." Ujar Samudra sembari tersenyum tipis. "Samudra tidak menyesal bisa hadir di keluarga ini, Samudra sama sekali gak menyesal telah terlahir sebagai anak bunda sama ayah, Samudra bangga. Samudra bangga bisa menjadi anak kalian dan kakak bagi Key. Tapi, Samudra juga paham kok kalau kalian gak bangga dengan kehadiran Samudra kan?"

"Satu-satunya moment yang Samudra bisa pamer ke orang-orang ialah, saat bunda pertama kalinya luangin waktunya dan memanggil Samudra dengan sebutan anak, saat bunda berperilaku sangat sempurna sampai Samudra rela mengkorbankan setengah nyawa Samudra, Samudra terlalu nyaman sama kehadiran bunda sampai lakuin itu semua."

"Samudra selalu bermimpi duduk saling berhadapan dengan bunda sembari ngobrol seperti yang selalu bunda lakuin ke pasien-pasien bunda. Orang-orang selalu ngomong Samudra sangat beruntung karena memiliki seorang ibu kayak bunda, sosok psikiater yang pasti tau tentang kesehatan mental seseorang, bunda pasti bisa jadi ibu paling sempurna, tapi nyatanya...enggak. Bunda sama sekali gak paham, bunda bisa mengobati mental orang di luar sana tapi mental anaknya sendiri sama sekali enggak bisa."

"Apa Samudra bisa dapatin itu semua jika Samudra menjadi pasien bunda?" Tanya Samudra sembari tertawa kecil, "Bunda, mari bertemu dengan hubungan anak dan ibu di kehidupan selanjutnya, hubungan anak dan ibu yang sesungguhnya bukan cuman anak yang dilahirkan dan di terlantarkan begitu saja." Lanjutnya sebelum pergi dari sana.

"Kamu bisa menjadi sosok malaikat di hadapan orang-orang, tapi kenapa di hadapan anak kamu sendiri kamu tidak bisa?" Tanya sosok pria yang melihat perbincangan antara anak dan istrinya.

"Saya hanya gagal dalam peran ibu dan istri, tapi saya tak pernah gagal dalam kesehatan orang-orang diluar sana. Sedangkan kamu? Kamu gagal semuanya, gagal menjadi suami sekaligus anak, tidak ada keuntungannya kamu hidup." Ujarnya sebelum meninggalkan suaminya pergi dari sana.

•••
Samudra membaringkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamarnya dengan menggigit kuat bibirnya. Ia mengingat kenangan pahit dalam hidupnya. Saat dirinya selalu sembunyi di dalam lemari kayu kamarnya saat ingin menangis atau lagi mendengar pertengkaran orang tuanya. Memeluk kedua lututnya sembari menggigit jaket tebal yang ia gunakan.

Kehidupannya dan Hazel tidak terlalu beda, bedanya keluarga Hazel kurang satu sedangkan keluarganya lengkap tapi tak ada gunanya. Saat dirinya merasa rapuh dengan lingkungan keluarganya ia pasti selalu pergi kerumah Hazel di sebrang rumahnya, disana orang-orang menyayangi dirinya, disana ia sama sekali tak mendengar teriakan yang di tujukan untuknya tapi disana ia mendengar teriakan yang di tujukan oleh sosok anak perempuan seusianya.

Anak perempuan itu yang selalu mengajarkan banyak hal tentang kehidupan secara tak langsung kepadanya, Samudra mengingat kejadian dimana sosok anak perempuan itu di hukum di ruangan sempit, banyak debu, dan tak ada cahaya selain cahaya dari jendela kecil. Saat itulah dimulainya hubungan persahabatan antaranya dan sosok anak perempuan bernama 'Hazela Abraham' saat dirinya dengan berani memanjat untuk memberikan sosok Hazel makanan dan berusaha menenangkan anak perempuan itu.

Samudra tau, saat itu Hazel ketakutan dan sangat sedih dengan ini semua tapi sosok anak perempuan itu tak menampilkan rasa ketakutannya, melainkan ia menampilkan senyuman ramahnya. Ada salah satu dialog yang masih sangat berbekas dalam ingatannya, "Kita tak seberuntung orang lain, tapi orang lain juga belum tentu seberuntung kita. Orang-orang yang tidak tau kehidupan kita pasti akan berlomba-lomba ingin menjadi seperti kita, kita juga seperti mereka, berlomba-lomba ingin menjadi seperti mereka. Kamu tau apa masalah sosok manusia seperti kita? Tidak pandai bersyukur dengan kondisi yang saat ini dialami." Salah satu dialog yang selalu Samudra ingat.

Malam itu, Samudra memberanikan dirinya menemani Hazel di dalam ruangan gelap itu. Sampai saat Hazel mengalami keadaan yang memprihatinkan. Saat itulah Samudra berjanji pada dirinya sendiri, ia akan menjaga Hazel sampai nafas terakhirnya, tapi janji itu ia ingkar. Ia tak dapat menjaga Hazel sesuai dengan janjinya.

"Maaf" mungkin kalimat itu sudah tak ada artinya lagi jika Samudra ucapkan.

SAMUDRAWhere stories live. Discover now